37. Pasangan Mesum

Start from the beginning
                                    

"Tadi sepi sekali. Hanya kami yang lewat di situ," Jata menjelaskan. Tentu saja ia tak mau lagi menyebut makhluk gaib di depan istrinya.

"Belum dengar cerita - cerita lamakah?" tanya Pak Sadi kembali.

Jata semakin tertarik. Ia memutar duduk menghadap lelaki yang berprofesi sebagai peternak ikan tersebut. "Cerita hantu, Pak?"

"Sssst. Jangan menyebut hantu di sini, pantangan."

"Maaf."

"Begini, setiap ada yang berbuat tidak senonoh atau melanggar adat istiadat di bukit itu, akan ada pasukan datang."

"Pasukan itu maksudnya aparat desa?"

"Bukaaaan! Pasukan pemilik area Riam Kanan."

Jata langsung teringat bos besarnya yang bertubuh tambun dan botak. Bukankah si bos bisa dikatakan sebagai "Penguasa Riam Kanan"? Ingin tertawa rasanya bila si bos benar-benar menjadi pimpinan atas makhluk yang dilihatnya tadi.

"Konon katanya, Bukit Matang Kaladan adalah kerajaan gaib[2]. Mereka tidak suka wilayahnya diganggu. Karena itu, mereka menaruh pasukan untuk menjaga keamanan di sekitar bukit," lanjut Pak Sadi.

"Ada yang pernah bilang, Pak, bentuk pasukan itu seperti apa?" Jata semakin tertarik.

Pak Sadi menggeleng. "Nggak tahu. Ada yang bilang, nggak ada seorang pun bisa hidup setelah bertemu mereka."

Seram sekali," balas Jata. Informasi itu baru kali ini didengar. Bulu-bulu halus di tengkuknya seketika berdiri.

Kabar bahwa bukit tersebut angker sudah ia dengar sejak lama. Namun, ia tak pernah menanggapi dengan serius. Buktinya tempat itu malah dijadikan objek wisata. Ia malah menduga bahwa rumor itu sengaja dibentuk untuk meningkatkan kunjungan pelancong dan membatasi mereka supaya tidak berbuat menyimpang. Setelah pengalaman menyeramkan tadi, pendapatnya berubah.

"Kira-kira mau diapakan pasangan mesum tadi, Pak?" tanya Jata.

"Biasanya dicatat di kantor desa, kemudian diberi pengarahan oleh ustadz. Sesudah itu, kalau pasangan mesumnya masih remaja, orang tua mereka akan dipanggil untuk menjemput. Kalau mereka sudah dewasa, akan dipulangkan setelah berjanji tidak mengulangi perbuatan nista itu."

"Apa banyak yang tertangkap mesum di sana?" Puput ikut nimbrung dalam pembicaraan.

"Ya, kalau dirata-rata, setahun mungkin dua atau tiga kali kejadian. Kadang aman sepanjang tahun," terang Pak Sadi. "Oh, ya. Ada pantangan-pantangan selama berada di tempat-tempat tertentu. Adik sudah tahu?"

"Belum, Pak. Apa saja pantangannya?" tanya Jata dan Puput bersamaan.

"Sebut saja, tidak boleh bercanda kelewatan. Tidak boleh buang hajat atau buang air kecil sembarangan. Katanya setelah pulang, pelakunya bakal tidak bisa kencing dan berak."

"Oh, kalau itu saya sudah tahu," jawab Jata.

"Oh, ya, dengar-dengar jalan ke arah Desa Aranio angker juga ya, Pak?" tanya Puput.

"Oh benar, Ding. Ada belokan tajam di pertengahan antara simpang ke kompleks PLTA dengan Desa Tiwingan. Sudah belokannya tajam, menanjak pula. Di situ banyak terjadi kecelakaan. Nanti kalau lewat di daerah itu, jangan lupa membunyikan klakson. Itu tanda bahwa kita meminta lewat dengan sopan."

Mereka kembali terdiam dan mengamati rombongan di kejauhan. Rombongan itu telah sampai di akhir jalan setapak. mereka membelok ke kiri, ke arah masjid.

"Nah, mereka mau diajak ketemu Pak Ustadz."

"Semoga mereka bisa sadar ya, Pak."

"Semoga saja, Ding. Tapi biasanya, kalau sudah sekali melakukan, akan ketagihan. Jadi saya sih ragu kalau mereka kapok. Kalau tidak di sini, pasti akan melakukan di tempat lain." Pak Sadi menghela napas panjang. "Semoga tidak terjadi apa - apa dengan mereka."

Ada terselip rasa iri dalam hati Jata. Mereka bahkan bisa melakukannya walaupun belum resmi sebagai pasangan. Ia dan Puput, yang sudah resmi sebagai suami istri, malah belum punya kesempatan untuk menikmatinya. Sekarang si adik ikut-ikutan menambah beban mental, tertidur panjang tak kunjung bangun.

Satu hal yang membuat Jata heran. Bila benar makhluk yang dilihatnya dan makhluk yang diceritakan pemilik warung adalah makhluk yang sama, mengapa perilaku mereka berbeda?

Mereka memusuhi pasangan mesum, tetapi justru pergi saat ia dan Puput berpelukan. Apakah karena ia dan Puput adalah pasangan suami istri yang resmi? Sungguh membingungkan.

________________________

[1] Ading = adik dalam bahasa Banjar

[2] Diclaimer : kerajaan gaib di Matang Kaladan hanya rekaan penulis


☆-Bersambung-☆

Buat yang nggak sabar nungguin apdetan, langsung cuuus aja ke Dreame.

Cerita ini udah tamat di sana. Sobat bisa memanfaatkan koin gratis di aplikasi itu.

Yuk, maraton baca sampai tamat!

Percobaan 44Where stories live. Discover now