"Iya bagus" Shaka membuka mulutnya menerima suapan dari tangan Biru "enak" Biru mengangguk-angguk, entah apa yang dia pikirkan "Apa yang kamu pikirkan?" Biru menunjuk bekal buatannya.

"Karena sayang suka, aku akan buat makan seperti ini setiap hari" dengan cepat Shaka menelan kunyahannya.

"Tidak, jangan memasak seperti ini setiap hari. Variasi kan saja okai? Kalau ini terus nanti saya bosan"

"Tidak boleh bosan sayang" air muka Biru mendadak berubah, sepertinya Shaka salah bicara. Laki-laki itu mengelus kepala sang istri.

"Saya tidak akan meninggalkan kamu dengan alasan bosan" Biru menatap Shaka dengan mata yang berkaca-kaca, ia tidak mau seperti ibunya, ditinggal sang ayah karena alasan bosan "maafkan saya karena salah bicara, tapi kalau kamu mau memasak jangan memasak masakan yang sama setiap hari okay?" Biru mengangguk patuh.

"Aku suapin lagi ya sayang?" Shaka mengangguk masih dengan memangku istri kecilnya, laki-laki itu tersenyum. Sungguh dia tidak menyangka mendapatkan istri secantik dan semenggemaskan ini, apalagi masakannya enak, paket komplit.

🤍🤍🤍

Menunduk, Shaka merapikan rambut Biru "cebol, bangun" Biru berbalik membelakangi Shaka "cebol, sudah tengah malam ayo pulang" Biru tidak mendengarkan, dia baru saja tidur tadi, iPad yang di berikan Shaka juga masih menayangkan film kesukaannya.

Tidak ada cara lain, Shaka harus menggendong Biru ke mobil atau tidak mereka akan bermalam di kantor. Tidak ada fasilitas kamar disini, tidur di sofa hanya akan membuat badannya pegal dan Shaka tidak ingin itu terjadi.

"Sayang kok tidak bangunin aku?" Shaka yang masih menggendong Biru menatap istrinya singkat lalu menekan tombol, pintu mobil otomatis terbuka. Ia menurunkan istrinya.

"Tidak apa, kamu tidak berat cebol" karena panggilan baru dari sang suami, bibir Biru mengerut kesal.

"Jangan panggil cebol seperti itu, aku kan sudah menikah dengan sayang. Sudah dewasa" Rajuk Biru saat Shaka mulai menjalankan mobil.

"Oh ya? Berarti kamu bisa memberikan anak untuk saya?" Biru terdiam, nampak berpikir lalu mengangguk cepat.

"Bisa"

"Baiklah nanti sampai di rumah kita bikin okay?" Biru mengangguk.

"Kamu tahu caranya?"

"Tidak"

"Tidak masalah. Mengajari lebih seru" Biru mengangguk .

"Benar"

"Apanya yang benar?" Shaka menghela nafasnya, bisa gila dia terus meladeni Biru, polosnya kelewatan.

"Bikin anak"

"Sudah nanti bahas di kamar saja"

"Sama siapa?"

"Berdualah masa squad" emosi juga Shaka lama-lama. Bisa dia makan Biru sekarang juga saking kesalnya.

"Ohhhhh" jawab biru panjang.

"Mau es krim"

"Tiba tiba sekali. Ya sudah kita cari supermarket sekalian lewat"

Beberapa menit kemudian mereka menemukan supermarket yang masih buka sekarang "mau ikut" Biru keluar dari mobil tanpa alas kaki, Shaka yang menyadari hal itu saat ingin masuk ke dalam supermarket mengangkat bocilnya seperti anak sendiri, dirawat dan, ah bukan diangkat dengan sangat mudah karena badannya yang kecil.

"Lantainya tidak kotor sayang" meronta, Biru ingin melepaskan diri dari gendongan Shaka.

"Diam atau saya masukkan ke mobil" Biru diam "istri yang pintar" Shaka menuju stand es krim tanpa menurunkan Biru.

"Mau stroberi stroberi stro--"

"Iya cebol, berisik" Biru tidak peduli.

"Stroberi stroberi"

"Diam atau saya cium?"

"Nih cium" Biru memonyongkan bibirnya. Shaka salah mengancam, mana mungkin bocil ini bisa di ancam dengan cara itu.

"Ya sudah, tidak jadi saya belikan es krim"

"Jangan" Biru menarik baju Shaka pelan "aku ngidam sayang"

"Alasan apaan itu? Saya belum nyentuh kamu" Shaka memutar bola mata malas. Dia mengambil beberapa es krim dengan berbagai varian kemasan dan dengan rasa yang sama, stroberi "ayo bayar"

Penjaga supermarket yang melihat keduanya tersenyum miris "gini banget ngontrak di bumi" bisiknya pelan "semuanya jadi 399 ribu rupiah ya"

"Genapin aja 500, suami saya uangnya banyak kok" celetuk Biru dihadiahi jentikan pelan di dahinya.

"Aamiin" Shaka mengeluarkan dompetnya, memberikan uang seperti yang di sebutkan Biru, lalu mereka bersiap untuk pulang.

Sekitar 20 menit kemudian mereka sudah sampai di rumah. Shaka menggendong Biru lagi "sepatu kamu kemana?"

"Di kantor sayang, di bawah meja"

"Tapi kenapa tidak dibawa ?"

"Robek"

"Kenapa robek?"

"Kepeleset" mendengar itu cepat cepat Shaka mengecek kaki istrinya.

"Di kamar mandi ruangan saya?" Tebakan Shaka benar, Biru mengangguk. Pasalnya kaki Biru terluka, lantai kamar mandinya dibuat dengan batu-batu bukan dengan keramik "kenapa tidak bilang? Sakit ya ?" Shaka berdiri, menggendong Biru kedalam.

"Sedikit"

"Nanti kalau kenapa-kenapa harus bilang ya?" Biru mengangguk. Tanpa dia tau luka ini tidak sebesar luka yang dia alami dulu dan hal itu juga yang menyebabkan Biru sulit tersenyum.

BiruWhere stories live. Discover now