Kopi Hitam dengan Setengah Sendok Gula

266 58 16
                                    


"Dari mana kamu tau tentang Ferdi?" Di morning briefing pagi ini, Hara mengambil tempat di sampingku. Mendesiskan pertanyaan itu tepat ketika Pak Sam membuka jalannya kegiatan rutin ini.

"Aku kan sudah bilang kalau aku ...."

"Kalau kamu orang yang datang dari masa depan?" Hara memotong ucapanku, tanpa sadar menggunakan intonasi suara yang tidak dia rem sama sekali volumenya.

"Ssstttt!" Ibu Ratih mendesis menegur Hara dan keributan kecil yang baru saja dibuatnya.

"Kamu utang penjelasan sama aku ya, Git." Kali ini Hara memelankan suaranya tetapi tidak cukup pelan sehingga membuat Ibu Ratih kembali melotot ke arah kami.

Penjelasan apa yang harus aku berikan kepada Hara kalau aku sendiri tidak tahu apa yang tengah menimpaku? Kuhabiskan waktu semalam, begadang hingga hampir jam tiga pagi, hanya untuk menemukan fakta bahwa, teori perjalanan waktu adalah hal yang masih diperdebatkan. Mayoritas ilmuwan bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil.

Jika perjalanan waktu terjadi, kenapa tidak ada turis – turis dari masa depan yang mengunjungi kita? ucapan salah satu peneliti yang dikutip sebuah media daring besar tanah air terus berenang – renang di dalam kepalaku. Teori yang hampir memungkinkan adalah melipat waktu. Jika manusia bergerak di dalam ruang dan waktu pada satu garis lurus, maka dengan melipat waktu, maka bisa memungkinkan perpindahan manusia dari satu titik ke titik lain terjadi. Tetapi, pada praktiknya tidak ada pembuktian ilmu pengetahuan akan hal itu. Atau mungkin belum untuk saat ini? Entahalah.

Fisikawan di Australia berbicara tentang eksperimennya dengan foton – partikel yang lebih kecil dari atom – yang katanya menunjukkan gejala bereaksi dengan foton di waktu lampau. Tetapi itu adalah partikel yang sangat sangat sangat kecil. Uji coba terhadap manusia masih jauh dari harapan. Dan aku tidak menemukan sama sekali artikel yang menceritakan tentang penelitian perjalanan waktu yang dilakukan oleh ilmuwan di Indonesia, karena jika ada, aku mungkin tidak akan ragu – ragu untuk mendatangi mereka dan menjadi volunteer sebagai kelinci percobaan.

"Sagita?" Suara Kaivan dan tepukan telapak tangannya di pundakku menyentakku dan serta merta mengalirkan listrik statis ke sekujur tubuhku. Aku refleks mundur beberapa langkah.

"Ah, maaf ...." Ada rasa bersalah yang tergambar jelas di wajahnya. Mungkin tidak enak hati karena sudah membuatku terkejut. "Morning briefing-nya sudah selesai. Kamu ngapain masih berdiri di sini?"

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Orang – orang sudah berjalan kembali ke meja masing – masing. Berapa lama aku melamunkan teori perjalanan waktu tadi? Astaga!

"Oh, aku ...."

"Kamu ngantuk?"

"Hah?"

"Mukamu pucat dan kelihatan lemas. Kamu baik – baik saja?"

Aku gegas mengangguk. Merasa canggung berbicara dengan Kaivan seperti ini. "Cuma susah tidur semalam. Mungkin karena suasana baru."

Aku sudah berbalik untuk menuju ke meja kerjaku ketika mendengar Kaivan kembali berkata, "Mau ikut ngopi? Setengah jam lagi kita meeting pipeline sama Pak Sam. Masih ada waktu untuk ngopi di kantin sebelah."

"Ah, tidak usah. Aku ...."

"Gita, ikut, yuk!" Hara beranjak dari meja kerjanya dan berjalan menghampiriku. Menggamit lenganku. "Aku sama Adri mau ngopi sebentar di kantin. Kai pasti juga mau ikut. Kamu juga, yuk. Kamu melamun terus dari tadi aku lihat. Ngopi dulu biar seger!"

SHOOTING STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang