16. SEBUAH UNGKAPAN

258 22 4
                                    

•HAPPY READING•




🌹🌹🌹


Motor sport milik Aksen kembali membelah jalanan kota Bandung. Saat melewati area pasar malam, Vanilla menepuk pundak Aksen untuk memberhentikan motornya ke pinggir jalan karena tak sengaja melihat penjual makanan favoritnya.

"Pak, berhenti dulu dong, Illa mau beli lumpia basah." Seru Vanilla semangat. Tetapi Aksen malah terus melajukan motornya.

"Pak! Kok ngga berhenti sih?"

"Kalau mampir pulangnya takut kemalaman, Vanilla." Jawab Aksen setelah melirik jam di pergelangan tangannya.

"Tapi Illa pengen beli lumpia!"

"Besok kan masih bisa,"

"Besok sama sekarang itu beda, Bapak!"

Vanilla tak sadar kalau suaranya telah meninggi. Aksen sempat terkejut, tapi tetap dengan sikap kalemnya dia melanjutkan perjalanan dalam keheningan.

Vanilla menatap punggung Aksen dengan wajah cemberut bercampur kesal. Memang sedari masih di toko buku sampai tadi pun Vanilla sudah kesal dengan sikap Aksen. Di tambah dengan kejadian barusan semakin menambah rasa kekesalan dalam hatinya.

Bahkan di sepanjang perjalanan pun Vanilla tidak mau berpegangan pada Aksen sama sekali. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, dan Aksen juga tak menyuruhnya untuk pegangan.

Lelaki itu terus membawa motornya tanpa berbicara lagi dengan Vanilla, hingga tak terasa sudah berhenti di halaman depan rumah.

Vanilla turun dari motor dengan susah payah, bahkan hampir saja oleng saking tidak maunya memegang bahu Aksen.

"Hati-hati," gumam Aksen sembari memperhatikan Vanilla dengan kepalanya yang menoleh ke samping kiri.

Tapi Vanilla diam saja, enggan untuk menjawab. Ia melirik Aksen sekilas dengan mata sinis, kemudian segera membuka helm dan memberikannya pada Aksen yang sekarang sudah turun dari motornya.

"Makasih udah kasih tumpangan sampe rumah dengan selamat," ucap Vanilla tanpa di iringi senyuman manis seperti biasanya. Walau senyuman yang selalu ia tunjukan pada Aksen tercipta karena rasa segan dan sekedar hormat saja, bukan karena hal lain. "Permisi."

"Tunggu,"

Dengan malas Vanilla menoleh lagi sebelum kakinya berhasil melangkahkan. Ia memperhatikan Aksen.

"Kamu marah?"

Vanilla tidak menjawab, tapi sekilas melirik Aksen dengan wajah galak.

"Cuma gara-gara gak beli makanan tadi kamu marah?"

"Cuma?" Vanilla langsung bersuara tak terima. "Bapak pikir Illa marah gara-gara hal itu aja?"

"Lalu?"

"Pikir sendiri!"

Vanilla hendak kembali berjalan menuju rumahnya, tetapi Aksen sudah lebih dulu menggenggam tangannya agar ia tidak bisa pergi. Dan mau tidak mau langkah Vanilla lagi-lagi tertahan.

"Sebentar," gumamnya pelan.

"Apalagi sih? Illa cape mau istirahat."

Aksen membuang napasnya sejenak, menatap Vanilla dengan intens. Genggaman di tangan Vanilla belum dia lepaskan.

"Saya gak tau kamu marah karena apa, tapi kalau untuk yang tadi maaf, bukannya saya tidak mau berhenti. Tapi saya tidak mau membawa kamu pulang terlalu malam, itu saja."

AKSENILLA (ON GOING)Where stories live. Discover now