Part 20

162 36 12
                                    

--

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-
-

Pagi hari ini, Andra dan yang lainnya hendak pergi kembali ke rumah. Mereka semua sudah bersiap-siap untuk pulang.

Gian dan yang lain sudah menunggu di mobil sedangkan Andra masih sibuk di dalam berpamitan dengan ayahnya.

"Yan, setel musik dong!" Pinta Heri kepada Gian. Dia lama-lama bosan menunggu Andra di sini, akhirnya untuk menutupi rasa bosannya, ia akan bermain ponsel ditemani dengan musik dari mobil Andra.

"Andra ngapain sih lama banget? Berak dulu kali ya," dumel Heru. Heru ada kelas sore harinya, makanya ia harus cepat kembali agar nilainya aman-aman saja.

"Lo susul gih, Yan. Jamuran kita nunggunya!" Titah Heru.

Gian pun mengikuti apa kata temannya, dia turun dari mobil dan masuk ke rumah menemui Andra.

Sedangkan di sisi lain, Andra berkutat di ruang seni bunda untuk mencari sesuatu. "Di mana sih anjir? Masa gak ada!"

"Perasaan kemarin gue bawa dah, masa iya hilang?" Monolog Andra.

Andra sedang mencari kalung liontin yang kemarin ia temukan di dalam kardus. Tapi dia lupa menyimpannya di mana, sekarang jejak kalung tersebut hilang di entah-berantah.

Andra membongkar sana-sini demi mencari kalung tersebut.

Bruk.

"ANJ-TOLOL BAT LU! Norak," maki Andra ketika pintu digebrak dari arah luar. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Gian.

"Lo lelet amat sih nyet, nyari apaan?" Gian tertawa senang ketika melihat Andra terkejut setengah mati.

"Nyari sesuatu," ucapnya. Andra kembali sibuk mencari kalung tersebut. "Lo mau diem di situ aja atau mau bantu gue nyari tu benda?"

"Gimana gue bisa nyari kalo lo aja gak ngasih tau benda apaan!"

"Kalung."

Gian terdiam sejenak, setaunya Andra tidak memakai perhiasaan. "Kalung siapa?"

"Kalung liontin punya Nandra, kemarin gue ketemu di penyimpanan barang-barang punya dia, nah terus gue bawa ke kamar tapi pas besoknya dia ngilang," oceh Andra panjang dan lebar tetapi tangannya masih sibuk mengobrak-abrik isi ruangan.

"Jatoh mungkin," ucap Gian singkat. "Coba lo inget-inget lagi, terakhir kali lo taro di mana?"

"Kalo gue inget ngapain nyari?" Sewot Andra.

"Santai aja, panik banget lo. Biasanya juga lo gak pernah nyimpen barang punya Nandra, kenapa sekarang lo mau nyari tu kalung?"

Andra melemaskan otot bahunya, dia berpaling menatap Gian. "Gue gak masalah sama kalungnya... tapi fotonya. Isi liontin itu foto gue sama Nandra waktu kecil, dan asal lo tau kalo ketauan sama Laut bisa dalam masalah--"

"Kenapa gue?"

Laut muncul dari balik pintu, seketika Andra merasa detak jantungnya berhenti selama tiga detik. Tiba-tiba suasana dalam ruangan mendadak menegang dan juga menjadi canggung.

Laut terkekeh geli. "Kenapa gitu amat dah, gue santai aja walau kalian omongin sekalipun."

Laut berjalan mendekat ke arah Andra dan Gian. "Cih, parah banget sih Bang, ngomong orang di belakang. Gak ada kerjaan," ucap Laut kepada Gian dengan nada bercanda.

Tatapan Laut berganti ke arah Andra. "Kenapa lama?"

Andra yang merasa ditatap hanya tersenyum canggung.

"Kenapa lo lama? Kita mau pulang," ucap Laut.

Bukannya menjawab, Andra malah bertanya balik. "Lo denger?"

Merasa bingung, Laut menaikkan satu alis dan menampakkan wajah bertanya. Laut baru tiba baru saja, jadi dia benar-benar tidak mendengarkan perkataan Andra kecuali Andra yang sempat menyebut namanya tadi.

"Denger apaan? Kalian beneran gak lagi ngomongin gue kan?" Ucap Laut.

Laut cemberut, "gue kira hubungan kita spesial."

Andra tampak berpikir, melihat dari bola mata Laut sepertinya tidak ada bohong di sana. Dia menghembuskan napas lega. "Aahh, itu! Kita gak lagi ngomongin lo kok, kita berdua lagi diskusi tentaangg, eum... Oh iya besok ultahnya Heri. Kita berdua lagi buat rencana gitu,"

"Bener kan, Yan?" Andra menyenggol bahu Gian agar Gian tau kalau Andra memberikan kode untuknya.

Gian cuma tersenyum sembari mengangguk tipis.

Laut juga membalas dengan anggukan lalu tersenyum dengan riang. "Lo yang bener? Kok diskusinya cuma ngajak Gian doang, kok gue enggak?"

"Gue ngasih taunya pas udah dateng aja, biar enggak ngerusakin momentum."

"Pfftt," Gian membekap mulutnya sendiri, hampir saja dia tertawa lepas. Menurut Gian sangat tidak logis alasan yang diberikan Andra.

"Nah lo juga harus kerja sama, jangan kasih tau dulu sama Heri. Oke!"

"Kenapa?"

"Kalo lo kasih tau gak jadi kejutan bego." Hilang sudah kesabaran Andra.

Sebenarnya Andra tidak bohong mengenai hari ulang tahunnya si kembar. Tetapi mereka berdua bukan tipe yang suka diberi kejutan, jadi Andra berbohong akan memberikan kejutan kepada si kembar.

"Tapi--"

"Ah udah, besok aja kita bahas. Sekarang, kita pulang dulu," sanggah Gian.

Kalau dibiarkan begini, bisa-bisa mereka tidak akan pulang. Laut yang hobi bertanya dan Andra yang suka menjawab, sungguh perpaduan yang serasi. Serasi menjadi kakak dan adek.

"Lo bener itu, lama-lama kita di sini bakal buat mereka curiga," usul Andra. Aslinya juga Andra sudah tidak betah membahas topik ini. Jadi dia akan berterima kasih kepada Gian untuk kali ini.

"Besok aja kita bahas," sambung Andra lalu berlalu pergi meninggalkan Gian dan Laut.

Laut menggaruk pipinya yang gatal, dalam hatinya. "Kok bahasnya besok? Bukannya besok ultahnya?"

"Udah yuk, yang lain pada nunggu." Akhirnya Gian mengusul untuk keluar dari rumah ini. Dia juga pengen cepet-cepet keluar karena ada keperluan dengan Adam. Keperluan ehm....

Gian beringsut menjauh pergi, Laut menatap punggung Gian dengan tatapan sendu. "Dikira gue gak tau apa?"

________

Tak perlu waktu lama, kini mereka sudah sampai di kediaman Andra. Laut dan yang lain sudah masuk kamar untuk istirahat. Begitupun juga dengan Andra.

Sebelum dia merebahkan raganya ke kasur, Andra terlebih dahulu mengambil diary Nandra. Dia membongkar isi tasnya dan mengeluarkan barang-barang keperluan dirinya sendiri.

"Nah, ini dia," monolog Andra.

Setelah mendapatkannya, Andra beringsut berjalan ke arah kasur. Dia duduk dan bersendar nyaman di dinding.

"Gue gak tau isi ini apaan. Tapi, semoga sesuatu yang baik bisa gue temukan dari buku ini. Gue bakal terima apa aja yang mungkin bakal merubah situasi gue sekarang. Semoga rahasia gue antara adik gue bakal kebongkar di sini."

Andra menghela napasnya. Jujur saja dia agak gelisah dengan ini semua. Andra takut, semua hal yang ia pikirkan menjadi kenyataan.

Lembar pertama ia buka.

Tidak ada yang spesial hanya sebuah angka yang mana merupakan hari pertama kali Nandra menuliskan diary ini.

"Gila, pas SMP anjir," celoteh Andra pada diri sendiri.

________
TBC

Jujur mungkin karna sudah lama, saya jadi lupa alurnya. Maaf :'

Follow saya dong ^^

Samudra Laut [END]Where stories live. Discover now