Eh ... Sebentar.

Dia disuruh pulang?

Pulang?

Seperti mendengar kata keramat yang biasanya sulit sekali keluar dari mulut Abyasa, Jemima yang semangatnya tiba-tiba merasuk, langsung bangkit dari duduknya. Tak menatap kiri dan kanan lagi, ia ambil ponsel dan tas jinjingnya sebelum bersiap untuk pergi

Dia disuruh pulang, itu artinya titah yang tak boleh tak dilakukan.

"Heeh!" Abyasa, pria yang terlihat tetap menarik seolah tak memiliki limit tenaga itu segera menarik tali tas Jemima yang sudah memunggungi ia. "Mau ke mana kamu?"

Jemima dengan tatapan membulat menatap pria yang selalu membuat ia kesal sekaligus iri. Kesal karena memperkerjakan ia tak manusiawi, iri karena pria ini terlihat tak berubah sejak mereka bertemu pertama kali.

Padahal Jemima yang tadinya cantik, sepuluh tahun mendekam di perusahaan ini, berubah menjadi indukan sapi. Tapi Abyasa malah kian klimis saja.

"Pulang. Tadi kan bapak yang bilang pulang aja."

Menatap dingin seolah pria ini tak kenal akan ekspresi lain, Abyasa menarik lengan Jemima untuk duduk kembali. "Berapa nilai bahasa Indonesia kamu. Sarkasme aja ngga tau."

Jemima yang tak mau menggunakan otaknya lagi untuk memikirkan jawaban apa yang bisa membuat Abyasa bungkam, kemudian pasrah ketika ia harus kembali duduk di kursi yang rasanya akan membentuk pola pantatnya yang bulat jika ia duduki lebih lama lagi. "Harusnya aku udah di rumah," keluhnya pada diri sendiri dengan bisik pelan namun cukup untuk dapat Abyasa dengar dan andai pria ini marah, ia tak lagi peduli. Malah lebih bagus lagi jika ia dipecat. Jadi tak perlu membayar denda apapun andai mengundurkan diri.

Lagian ini salah Jemima juga. Sudah tahu atasannya bukan orang yang murah hati, ketika kontraknya habis empat tahun yang lalu, ia malah memperbaharui dengan kontrak baru lagi.

Kalau saja ia tak memiliki kredit apapun dan bukan golongan sandwich generation yang membiayai bukan hidupnya saja tapi juga orangtua, Jemima pasti tak perlu melakukan hal bodoh dengan tetap membiarkan kakinya terikat di perusahaan yang tadinya menerima ia sebagai tim marketing saja.

Tapi Jemima yang harus memenuhi banyak kebutuhan, ikut maju ketika mendapat kabar jika direktur yang baru mencari personal assistant dengan iming-iming gaji yang hampir dua kali lipat dari gaji yang ia dapat dengan menjadi karyawan biasa--sekarang sudah menjadi empat kali lipat tapi Jemima korbankan kebahagiannya karena ternyata atasan yang ia dampingi merupakan jelmaan setan.

"Lembur setiap hari, memangnya siapa yang tanggung jawab kalau aku sakit?" Wanita itu meneruskan keluh kesahnya sambil memandangi layar monitor seolah tak ada siapapun di sampingnya yang akan mendengar gerutuannya itu.

"Lanjutkan bekerja. Kalau kamu punya keluhan, masukkan ke kotak pengaduan."

Rahang bawah Jemima lantas jatuh ke bawah. Apakah saraf peka Abyasa benar-benar sudah mati sangking jarangnya digunakan? Sama seperti nurani yang sudah mati.

"Langsung kirimkan ke email kalau sudah selesai. Nanti kita diskusikan--"

"Pak!" Jemima tiba-tiba menghardik. Tak sengaja sampai ia gigit lidah sendiri. Tapi karena sudah terlanjur, sekalian saja ia lanjutkan, mumpung ada keberanian. "Saya capek, pak." Tak mungkin ia sanggup mendiskusikan hasil kerja mereka malam ini juga!

Itu tugas Difa yang diijinkan pulang lebih awal dengan meninggalkan sebagian pekerjaan yang kemudian Abyasa limpahkan kepada Jemima.

Gila, kan?

Jemima malah merasa tugas Difa ia ambil alih semua dan wanita itu hanya menerima hasilnya saja.

Sialan!

Jemima anak baik yang tak boleh bicara kasar, sudah menjadi brutal semenjak bekerja bersama Abyasa yang merupakan anak hasil persilangan jin dan kera.

Bangsat!

Menautkan alis, namun tak ada ekspresi tak suka karena Jemima membentaknya. Abyasa mengangguk sambil perbaiki letak kacamatanya. "Silahkan tidur dua jam. Nanti saya bangunkan kamu."

Rahang Jemima hampir menyentuh lantai. "Saya mau pulang, pak."

Berjalan jauhi asisten pribadi yang sudah kehilangan pamor karena lemak yang tak hanya ngekos tapi sudah membangun rumah di tubuh wanita itu, Abyasa kembali duduk di kursi kerjanya. "Tentu kamu akan pulang. Siapa yang nyuruh kamu tinggal di sini?"

Jemima kehabisan akal untuk memperjuangkan haknya di hadapan Abyasa yang begitu tenang seolah memperkerjakan ia melebihi waktu yang semestinya ini adalah hal yang biasa.

Tapi ... Sepertinya memang sudah biasa karena hampir sepuluh tahun Jemima diperlakukan seperti ini.

"Saya mau pulang sekarang, pak." Seolah sudah tak lagi tahan, tangis wanita itu nyaris saja keluar.

Terdengar dari suara yang bergetar. Tapi sekali lagi, peka tak diciptakan untuk Abyasa. Alih-alih paham, pria itu malah menghela napas seolah ia lah yang lelah menghadapi Jemima.

Abyasa lalu menatap lurus pada wanita yang mengalami banyak perubahan selama bekerja dengannya. Perubahan paling besar dan paling terlihat tentu di tubuh yang makin berkembang.

Jika dilihat oleh mata saja Jemima terlihat makmur, itu artinya Jemima senang bekerja dengannya, kan?

Tapi mengapa wanita ini selalu mengeluarkan banyak keluhan kepadanya. Hal yang paling tak ia sukai adalah ketika wanita itu memperlihatkan penderitaan yang begitu kentara.

"Kamu pulang juga cuma untuk tidur, kan? Jadi apa bedanya tidur di kos kamu dan di sini?" Dagunya mengedik ke arah sofa. "Kamu bisa tidur di sana. Saya jamin, itu lebih nyaman daripada kasur kamu di kosan."

Hey ... Siapa pria itu hingga menilai di mana letak kenyamanan Jemima?

"Bapak tau apa soal kasur di kosan--"

"Bulan lalu saya kan ke tempat kamu."

Oh ... Jemima seketika teringat pada momen yang ingin ia lupakan di mana dirinya mencoba untuk menghilang dari Abyasa dengan bolos bekerja, abaikan semua panggilan pria itu, tapi kemudian tiba-tiba Abyasa datang ke kosannya dan langsung menerobos masuk bahkan tanpa menunggu untuk dipersilahkan.

"Rapikan file di laptop, ya."

Pria yang datang sambil memeluk laptop itu tidak bertanya kemana dan mengapa Jemima menghilang. Tidak. Pria itu langsung sodorkan pekerjaan pada Jemima yang hanya melongo di pintu.

Bahkan tanpa permisi, Abyasa yang datang dengan setelan santai itu langsung duduk di atas ranjang Jemima dan menyalakan laptopnya.

Pria itu tak punya sedikit saja hati untuk Jemima yang butuh istirahat hari itu. Tapi tak sampai di sana saja tingkah menyebalkan Abyasa. Karena pria yang bahkan tak peduli pada pakaian tidur yang masih melekat di tubuh Jemima, langsung berkomentar akan kasur yang diduduki.

"Besok saya kasih kamu bonus. Beli kasur yang baru."

Lalu seenaknya mengambil guling untuk menjadi dudukan.

"Kasurnya terlalu keras. Pantat saya bisa sakit. Saya kan bukan kamu."

Artinya, Abyasa bukan Jemima yang tak akan merasakan apa yang Abyasa rasakan karena daging pria itu tak setebal dagingnya!

Uuh ... Hari itu Jemima sangat ingin melempar Abyasa keluar dari kamar kosnya tapi dia bahkan tak punya tenaga untuk sekadar mengangkat jari.

Abyasa membuat Jemima frustrasi.

"Sudah. Tidurlah, dulu. Saya juga mau ngopi."

Santai sekali pria itu!

Tbc....

Cerita ini tuh Idenya udah lama banget. Lebih dari satu tahunbdeh. Kerangka kasarnya aku udah buat beberapa bulan lah. Dan karena ga semua suka cerita fantasi terus minta aku bikin cerita seperti biasanya juga.

Jadi aku tes yang ini yaah.

Tapi cerita ini udah ada beberapa part kok. Jadi untuk beberapa minggu ke depan aman lah. Tgl edit2 doang.

Padahal mau fokus ke The Daisy aja. 🥲

With love,
Greya

Personal Assistant : WIFE!Where stories live. Discover now