Mereka berdua turun ke bawah dan bisa mereka lihat Edward sedang memasak untuk sarapan mereka. "Johan dan Haikal duduklah! Sebentar lagi selesai." Johan dan Haikal duduk dan menunggu masakan Edward jadi. Tak berapa lama masakan Edward jadi. "Nahh ayo sekarang makan..." KataJohan semangat.

"Tua bangka tak tahu umur!" sindir Edward.

"Terimakasih, aku memang tampan..." Edward dan haikal saling menatap dan tertawa setelah itu "sudah tua tuli juga." Haikal terpingkal mendengar ucapan Edward. "Kau mengataiku tua haa?" Tanya Johan yang diangguki Edward. "Dasar tak tahu diri" dan mereka terlibat adu mulut.

'sekarang aku tahu mengapa kau betah dengan mereka berdua' batin Haikal. "Haikal ayo makan jangan melamun!" lamunan Haikal bubar saat intrupsi Johan terdengar. "Ini untukmu Haikal..." Edward meletakkan sup ayam di hadapan Haikal "dan ini untukmu..." sinis Edward ke Johan. "Kau alergi udang?" Tanya Johan, Haikal menggeleng.

"Oh kau tak alergi? Tapi hannu-"

"Dia bukan Hannuma Edward, lagipula Hannuma sudah tiada."

Edward langsung tersadar dan menatap Haikal meminta maaf.

"Tak apa, lagi pula aku sedang tak nafsu makan udang."

Mereka makan dengan tenang tak ada yang berbicara. Setelah makan suasana masih seperti dulu, Haikal dan Johan yang membersihkan dan mencuci piringnya.

"Sudah selesai?" Tanya Edward saat melihat Johan dan Haikal yang sudah ada di depannya. "Matamu masih bisa melihat jelas kan, apa perlu ku belikan kaca mata?" Edward merotasikan netranya sedangkan Haikal hanya tertawa kecil. "Baiklah kalau begitu ayo kita berangkat."


A NOTEBOOK

Mereka telah sampai pada rumah sakit, tempat di mana baba berada. "Ayo!!" Ajak Johan, Haikal dan Edward hanya mengikuti langkah Johan.

"Permisi, bisa beritahu saya dimana ruangan Aditama?" Tanya Johan pada perawat di depannya. "Apa anda keluarga pasien?" Johan mengangguk. "Baik kalian bisa ikuti saya." Perawat itu berjalan dulu, menunjukkan dimana letak ruangannya. "Ini ruangan bapak Aditama, kalau begitu saya permisi." Perawat itu undur diri dan meninggalkan tiga orang di sana.

"Kau ingin masuk?" Tanya Edward, Haikal menimang sebentar setelah itu mengangguk ragu. "Apa tak masalah jika aku masuk?" Edward dan Johan meyakinkan Haikal agar masuk menemui sang baba. "Percaya pada dirimu...."

Ceklek

Johan sedikit mendorong Haikal, Haikal dengan ragu masuk secara perlahan. Setelah lebih masuk pada ruangan Haikal mendengar suara pintu di tutup "awas saja kalian berdua!" desis Haikal. Haikal dengan ragu melangkah terus maju pada orang di depannya.

Saat sudah sampai pada belakang orang itu dengan tangan bergetar Haikal mencoba menepuk pundak orang itu. "baba..." Panggil Haikal, baba yang tadi melamun sedikit tersentak karena mendengar suara yang ia kenal.

"Baba..." Panggil Haikal lagi, namun baba masih belum membalikkan badannya. "Apa baba marah padaku? Atau baba tak suka aku di sini? Baiklah aku ak-" ucapan Haikal terhenti saat baba dengan gerakan tiba-tiba memekik Haikal erat. "Anakku..." Ucap baba dan Haikal mengangguk "iya ini anak baba", "Hannuma..." Haikal tersentak saat baba menyebut nama kembarannya.

"Baba..." Panggil Haikal sekali lagi, baba hanya mengangguk dan berkata "Hannuma" lagi. 'apa baba tak mengingatku sama sekali?' batin Haikal. "Hannuma dimana saja kau nak? Baba sudah lama tak melihat mu." Haikal hanya tersenyum pahit, bagaimana bisa baba melupakan dirinya. "Aku hanya pergi sebentar untuk menenangkan pikiran." Jawab Haikal dan diangguki oleh baba. "Ayo duduk baba akan panggilkan pelayan untuk membuatkanmu minuman!" Haikal menatap baba sendu.

a notebook [END]Where stories live. Discover now