Bagian Keduapuluh dua - Sampai Jumpa Lagi

952 100 17
                                    

"Sulit untuk menerka kapan dan bagaimana seseorang akan pergi dari kehidupan kita."

🌿🌿🌿🌿🌿

Gara pernah menanyakan satu hal pada Luka, bagaimana cara mengucapkan salam perpisahan abadi pada mereka yang terlebih dulu menuntaskan alur kisah, seseorang yang tak akan bisa kita lihat dan rasakan lagi keberadaannya sekeras apapun kita berusaha.

Luka dan kehilangan adalah sahabat sejati, begitulah bagaimana sahabat pertama Gara itu berkelakar sebagai awal jawaban dari pertanyaan Gara. Ketika mendengar itu, Gara tak tertawa. Karena perpisahan adalah sesuatu yang teramat ia takutkan. Gara mungkin terlihat tak terlalu perduli, tapi jauhnya ia dengan Anna selama bertahun-tahun membuatnya ingin mencoret kata berpisah dari kamus kehidupannya, atau mungkin kamus dunia?

Seakan sadar bahwa Gara tak menganggap leluconnya sebagai sesuatu yang patut ditertawakan, Luka menepuk bahu Gara dua kali. Mengucap maaf, meskipun hanya seperkian detik. Tapi ekspresi bersalahnya bisa terekam dengan jelas oleh Netra Gara.

Luka memang konyol, sering bercanda di banyak waktu, bahkan menimbulkan masalah. Tapi, ia selalu tau saat dimana ia harus menahan diri dan menghargai orang-orang yang kesulitan karena perkataannya. Itu alasan mengapa Gara begitu menghargai Luka dan nyaris tak pernah tersinggung lagi atas apa yang Luka katakan. Karena ya, Luka akan lebih dulu menahan, menyalahkan diri, sebelum Gara sempat menaruh rasa murka.

Setelah tepukan di bahu hari itu, Luka memilih menjawab pertanyaan Gara dengan serius. Gara masih mengingat jelas bagaimana ekspresi Luka hari itu. Netranya menerawang jauh, pada jalanan yang penuh lalu lalang kendaraan di hadapan mereka. Bibirnya tertarik, membentuk senyuman tipis yang jelas bukan senyum lucu, konyol, atau yang lainnya. Senyuman sendu, penuh kerinduan yang tak bisa diungkap dengan kata.

"Salam perpisahan itu nggak perlu, Gar. Kita bisa merindu, mengingat mereka sebanyak yang kita mau. Dengan begitu kenangannya akan selalu ada di sisi kita."

🌿🌿🌿🌿🌿

Gara menutup perlahan pintu ruang ekstrakulikuler yang ada di belakangnya. Ruang ini miliknya, milik mereka. Ini pertama kalinya Gara datang sendirian, sebelumnya selalu ada Luka, selalu ada Lyra, selalu ada suara dan presensi keduanya yang menghangatkan setiap sudut kosong ruangan yang telah ditinggalkan pemilik terdahulu itu.

Dari posisinya berdiri, Gara bisa membayangkan di mana Luka dan Lyra akan memilih untuk duduk. Lyra akan membuka jendela yang menampilkan lapangan olahraga utama sekolah mereka. Duduk di sana berlama-lama, membiarkan angin sesekali berhembus mempermainkan surainya yang kerap diikat satu, membiarkan teriakan anak-anak yang tengah bermain bola terdengar sayup-sayup mengusir keheningan yang menyebalkan untuknya.

Sementara Luka, sahabatnya itu akan menggabungkan dua meja sebelum berbaring di atasnya. Sering kali mengeluhkan hari, atau bernyanyi acak, menggabungkan beberapa lagu sesuai keinginannya. Ramai, tapi Gara menyukainya.

Gara melangkah perlahan, membuka jendela favorite Zalyra, dan duduk di kursi gadis itu juga. Menatap lapangan utama, di mana anak-anak lain tengah berlarian dan tertawa bersama. Semua itu lagi-lagi menyadarkan Gara. Dunia di sekitarnya tetap berputar, sementara ia dan Luka terjebak. Jatuh pada lubang paling dalam saat dunia mereka hancur berantakan.

Tangan Gara bergetar sesaat setelah ingatan malam itu kembali. Sebelumnya ia benar tak menyadari apapun mengenai kehadiran Luka dan Lyra. Tapi setelah hari demi hari berlalu, perlahan ia mengingatnya. Suara motor mereka ketika menghantam badan mobil, bayangan tubuh Lyra yang diam tak bergerak di jalanan tak jauh dari pandangannya, dan tangisan Luka saat meraihnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Luka Sang RaksaWhere stories live. Discover now