Bagian Ke sepuluh (Pintu Kedua)

828 148 5
                                    

"Tentang bagaimana sebuah rahasia terasa lebih menyakitkan saat kebenarannya diketahui."

🥀🥀🥀

Gara sedang sibuk memakan bakso di mangkuk miliknya saat ponsel dengan case hitam itu bergetar. Luka adalah yang pertama menyadarinya. Tetapi ia hanya melirik. Mencuri pandang akan nama 'Papa' yang tertera di layar sebagai pihak yang menghubungi.

Luka mendengus kemudian menekan tombol merah untuk mematikan panggilannya. Lyra yang melihat itu langsung memukul bahu sang adik. "Nggak sopan banget sih lo. Itu tadi siapa coba yang telfon Gara. Kalau penting gimana?"

"Nggak penting. Gara juga nggak mau ngomong, iya kan?"

Gara mengambil ponselnya untuk memeriksa riwayat panggilan sebelum tersenyum tipis. "Thanks."

"Nah! Kan! Denger! Gara aja bilang makasih sama gue," seru Luka bersemangat. Lyra menaikkan sebelah alisnya. "Itu bukan sarkas?"

"Bukan. Serius," jawab Gara singkat.

Lyra hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti. Meskipun sudah bertahun-tahun hidup sebagai kakak perempuan dari seorang adik laki-laki, Lyra masih saja kebingungan mengenai bagaimana cara berpikir mereka. Terkadang mereka terlihat cukup konyol dan keras kepala. Belum lagi mereka juga pemarah dan tidak mau diganggu.

Namun di beberapa waktu berikutnya mereka akan terlihat ramah, konyol, dan lucu di saat bersamaan.

Ponsel Gara kembali bergetar lima menit kemudian. Kali ini nama Bude adalah yang muncul memenuhi layar. Gara menatap Luka seolah memberi izin pada sahabatnya itu untuk mengangkat panggilan.

"Malem Bude, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Ini nak Luka, ya? Gara nya lagi dimana, Nak?"

"Ada nih di depan saya Bude," ujar Luka sembari menatap Gara yang tampak tak tertarik, "males ngomong anaknya. Udah tau Bude mau ngomel."

"Bener-bener. Nggak habis pikir Bude ini. Lagi ditinggal kok ya masih sempetnya masuk kantor polisi. Hampir ditahan! Jantung Bude ini rasanya mau copot, Gara!"

"Belum 'kan, Bude," jawab Gara sembari terkekeh. Farah memekik di seberang sana kembali mengutarakan keluhannya sementara Gara akan sesekali menanggapi dengan gurauan.

Bukan tanpa alasan, Gara melakukannya agar Farah lebih merasa tenang mengingat Bude nya itu masih dalam posisi yang sulit juga.

"Pengalaman, Bude. Kapan lagi masuk kantor polisi," Luka ikut dalam percakapan Bude dan keponakan itu membuat tawa dan omelan kembali terdengar.

Lyra sedari tadi hanya duduk di tempatnya. Menatap bagaimana Gara dan Luka sudah menjadi lebih dekat dari apa yang ia ketahui. Lyra tahu Luka adalah seseorang yang cukup mudah berteman. Tapi melihat bagaimana ia begitu berusaha untuk bisa dekat dengan Gara tetap saja sedikit mengejutkan.

Mengingat Luka adalah seseorang yang akan berjuang kalau melihat respon baik dari seseorang yang hendak ia perjuangkan itu. Sementara Gara, jelas tidak memberi respon baik selama ini.

"Luka. Nanti kalau Bude pulang mau dibawain apa?"

Gara mendengus. "Bude bukan lagi liburan. Ngapain beli oleh-oleh?"

Luka Sang RaksaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz