4 | Akhir Cerita Cinta

188 47 6
                                    

=== WARNING!!! =====

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

=== WARNING!!! =====

⛔ DILARANG KERAS MENJIPLAK CERITA INI UNTUK DIPUBLIKASIKAN ULANG DI TIKTOK, INSTAGRAM, YOUTUBE,
ATAU PLATFORM LAINNYA! ⛔

===========================

Jee Min mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Jena di sebelahnya hanya diam menatap keluar jendela.

"Kita mau ke mana?" tanya Jena datar.

Jee Min menoleh menatapnya. "Ikut aja, ya? Sebentar lagi juga kamu tahu, kok." Ujarnya seraya berusaha mengambil tangan Jena untuk digenggamnya.

Jena diam tanpa memberi perlawanan, bahkan ketika bibir Jee Min pun menyentuh punggung tangannya, ia tidak memberi reaksi apapun.

Tak berapa lama, Jee Min memarkirkan mobilnya.

"Nah, kita sampai." Ujar Jee Min dengan raut senang.

"Pantai?"

"Iya, pantai. Tempat favoritmu." Jee Min menghirup udara dengan bahagia, kemudian menatap Jena dengan senyum semringahnya.

Jee Min mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri ponselnya. "Aku masih menyimpan fotomu di sini, Jen. Kamu ..."

"Aku udah nggak suka pantai lagi." Potong Jena.

Jee Min memandangi Jena serius. "Kenapa, Jena? Bukannya katamu pantai akan selalu jadi tempat favoritmu? Sama seperti ..."

"Iya, sama seperti kamu yang akan selalu menjadi tempat favoritku." Sela Jena lagi. "Tapi itu dulu, Jim." Ia tersenyum getir.

Jee Min terdiam.

"Semuanya udah berubah, Jim. Tiga tahun yang lalu membuat semua tentang hidupku berubah. Warna hidupku nggak lagi sama. Semuanya udah jadi gelap sekarang."

Jee Min menatap Jena penuh rasa bersalah.

Jena menatap laut lepas di hadapannya. "Ada banyak hal yang udah aku lalui selama tiga tahun ini, Jim. Dan mungkin kamu juga nggak mengetahuinya, kan?" ia menoleh pada Jee Min. "Kalau begitu, biarkan aku memberi tahumu semua yang terjadi denganku selama ini." Tuturnya dengan sedikit senyum di ujung bibirnya.

"Jen?"

"Maaf karena sejak tadi aku banyak diam. Aku terlalu sibuk untuk menenangkan diriku, Jim. Rasa sesak di dadaku terlalu menyiksa ketika melihatmu ada di depanku. Jadi, hal itu membuat semuanya menjadi blur di mataku. Aku nggak bisa fokus." Jelas Jena perlahan. "Maaf karena tadi aku menangis. Itu terjadi ketika aku nggak bisa lagi menahan perasaanku dan ingin berusaha mengungkapkannya, tapi nggak bisa. Jadi, hanya tangisan yang akhirnya keluar. Kadang jika terlalu menyakitkan, aku bahkan bisa berteriak histetis."

Jee Min menatap Jena dengan bingung. "Maksudmu apa, Jen? Aku nggak ngerti." tanyanya serius.

Jena tersenyum tipis. "Kamu bingung, ya? Baiklah, aku akan menjelaskannya padamu dari awal. Kamu cukup dengarkan aku."

Janji Setia | PJMDove le storie prendono vita. Scoprilo ora