5 | Tentang Luka

140 46 10
                                    

===== WARNING!!! =====

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

===== WARNING!!! =====

⛔ DILARANG KERAS MENJIPLAK CERITA INI UNTUK DIPUBLIKASIKAN ULANG DI TIKTOK, INSTAGRAM, YOUTUBE,
ATAU PLATFORM LAINNYA! ⛔

===========================

Jena membanting pintu kamarnya dan jatuh lemas di belakang pintu. Jantungnya berdegup cepat. Rasa sesak di dadanya sejak tadi begitu menyiksanya.

"Aaarrgghhh!" teriak Jena sekuat tenaga. Ia menjambak rambutnya dengan kuat, dan mengantuk-antukkan kepalanya ke pintu di belakangnya.

Selama di taksi, Jena meluapkan perasaannya dengan menangis tanpa suara. Sedari tadi ketika bersama Jee Min, ia berusaha menahan diri untuk tidak mengeluarkan seluruh tangisannya. Ia tidak mau lelaki itu semakin mengasihani kondisinya saat ini.

Jena kembali bangkit. Perlahan kakinya berjalan menuju mejanya. Ia mencari obat antidepresan yang sudah dikonsumsinya selama hampir tiga tahun ini. Namun, ia tidak menemukan obatnya di sana.

"Ke mana obatnya? Bukankah seharusnya di sini?"

Jena membuka satu demi satu laci mejanya. Ia duduk di bangkunya dengan wajah kusut dan keringat yang bercucuran dengan deras di pelipis. Tangannya gemetar hebat.

"Ah, aku lupa. Obatnya di Oppa." Jena berusaha mengatur napas untuk menenangkan dirinya. "Tenang, Jena. Tenang. Kamu nggak boleh kayak gini. Tenang." Ocehnya masih berusaha mengendalikan diri.

Beberapa saat kemudian, Jena mulai tenang. Jantungnya sudah berdetak dengan normal. Napasnya juga kembali teratur. Ia menyandarkan tubuhnya pada bangkunya.

"Kenapa, Jim? Kenapa kita harus bertemu? Kamu nggak pernah tahu seberapa besar pengaruh kamu di hidup aku. Ini terlalu berat buat aku." Jena membuang napas kasar.

Jena mengambil tasnya dan mengeluarkan ponselnya. Ia membuka sebuah folder dalam galeri yang berisikan semua foto dan video khusus tentang Jee Min yang tidak pernah dihapusnya.

"Jimin, sekali lagi aku harus bertahan untuk menghadapi kenyataan. Dokter bilang aku harus bisa belajar mengikhlaskanmu, Jim. Dan salah satu caranya adalah dengan memaafkan kesalahanmu. Memaafkan semua yang telah terjadi di antara kita." Ujar Jena seraya memperhatikan foto-foto Jee Min yang diambilnya saat mereka pergi liburan.

"Dokter bilang jika bukan aku yang menemukan jalan keluarnya sendiri, maka selamanya aku benar-benar tidak akan bisa lepas darimu. Kamu bisa bayangkan seberapa besarnya semua tentangmu terhadap hidupku? Sangat besar, Jim. Kamu atau bahkan aku sendiri nggak pernah mengira sama sekali kalau kepergianmu dari hidupku mampu menghancurkanku sampai seperti ini." Jena mulai terisak lagi.

"Rasanya sakit sekali, Jim! Ketika kamu dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sangat nggak kamu sukai, itu terasa sangat menyakitkan. Aku nggak tahu apakah kamu memahami rasa sakit ini atau nggak. Aku nggak tahu apakah kamu benar-benar mengerti yang aku alami atau nggak. Tapi yang aku tahu, aku harus memaksa diriku sendiri untuk melepasmu sejauh mungkin! Dan seperti yang kamu tahu, ini sama sekali bukan keahlianku, Jim!" teriak Jena frustrasi.

Janji Setia | PJMWhere stories live. Discover now