Bab 6

13.1K 505 10
                                    

Maya menatap satu persatu wajah orang-orang yang ada di sekitarnya. Lalu, tatapan matanya berhenti tatkala ia menatap sosok lelaki yang sedang mengelus perut seorang wanita.

Jadi, rumor itu bohong? Jadi, Galen tidak bercerai dengan istrinya? Batin Maya menjerit-jerit.

“Maya nggak mau. Maya nggak mau nikah sama dia,” ujar Maya spontan dengan pandangan yang tak bisa teralihkan dari sosok pria yang sudah mencuri hatinya.

Oma menghembuskan napasnya kasar. Cucu perempuannya itu memang selalu membuatnya resah. Maya sangat keras kepala sekali. Sangat sulit untuk membujuk cucu perempuannya itu.

“Maya, Tante mohon sama Maya.. Maya mau ya, nikah dengan Gerry?” mohon seorang wanita yang tak lain ialah Ibu Gerry.

Maya memijat keningnya pelan. Perempuan itu tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, dia sangat tidak tega mendengar permohonan yang diucapkan wanita tadi. Tapi di sisi lain, Maya enggan jika harus menikah dengan lelaki playboy macam Gerry.

“Maya.. apa pernah Oma meminta sesuatu kepada Maya?” Pertanyaan Oma membuat seluruh atensi menatap kearahnya.

Sontak Maya menggelengkan kepalanya.

“Anggap saja ini sebagai permintaan pertama dan terakhir Oma. Oma minta kamu menikah dengan Geryy. Kamu mau ‘kan mengabulkan permintaan Oma?” tutur Oma lembut membuat Maya terdiam kikuk ditempatnya dengan tatapan kosong.

“Gerry lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Oma yakin, kamu pasti bisa bahagia hidup bersama Gerry.” lanjut Oma tatkala Maya masih terdiam tidak membuka suara.

“Kenapa Oma seyakin itu aku bisa hidup bahagia jika menikah dengan Gerry?” cerocos Maya tidak habis pikir dengan Omanya.

“Oma, Tante, dan Om, kalian harus tau. Gerry itu lelaki playboy. Setiap hari dia selalu membawa wanita berbeda-beda ke rumahnya. Aku nggak mau ya, kalau semisal aku sudah menikah dengan dia, dia masih melakukan hal yang sama.” sambar Maya dengan wajah dibuat memelas.

Lain halnya dengan Gerry. Lelaki itu membulatkan kedua matanya. Sialan. Perempuan gila itu malah menjelek-jelekkannya di hadapan keluarganya sendiri. Lihat saja nanti, dia akan membuat Maya tidak berkutik sama sekali setelah menikah dengannya.

“Kamu tenang saja May. Kalau Gerry masih mengulangi hal seperti itu, kamu langsung kasih tahu Tante saja.” seru Intan—Mama Gerry.

Maya mengerutkan keningnya bingung. “Memangnya kenapa Tan?” tanya perempuan itu polos.

“Biar Tante sunat lagi punya dia. Biar tahu rasa anak nakal itu.” timpal Mama Intan dengan wajah seriusnya.

Gerry meneguk salivanya kasar. Seketika kedua kakinya ia rapatkan untuk menutupi sesuatu berharga yang dimilikinya. Bisa gawat kalau ucapan Mama-nya benar-benar terjadi. Membayangkannya saja sudah membuat lelaki itu bergidik ngeri.

•••

Sudah tiga jam lamanya Maya meninggalkan kediaman Gerry. Hembusan napas panjang kembali perempuan itu keluarkan untuk yang kesekian kalinya. Pikirannya sangat kalut sekali. Entahlah, Maya tidak tahu nasib hidupnya akan menjadi bagaimana.

Setelah bersitegang di kediaman Gerry, akhirnya perempuan itu sudah membuat keputusan. Dengan amat sangat terpaksa Maya menerima perjodohan yang diusulkan Oma-nya. Maya tidak mau membuat sang Oma bersedih.

Mengingat bagaimana susahnya sang Oma yang sudah membesarkannya, mendidiknya, bahkan memberinya kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, membuat Maya akhirnya luluh setuju untuk menerima perjodohan tersebut.

Namun, Maya merasa ada yang janggal. Gerry. Lelaki itu tidak komplain dan protes sama sekali ketika Oma-nya menjodohkan mereka.

Entah apa yang ada di pikiran lelaki sinting itu. Maya pikir, Gerry akan menolak perjodohan ini. Ternyata dugaan Maya salah besar.

“Mau nggak?” Celetukan Daffa mampu membuyarkan segala lamunan Maya.

Perempuan itu melirik pada sepupunya yang sedang menikmati ice cream dengan khidmat. Maya menggelengkan kepalanya singkat. Melihat itu pun, Daffa mengendikkan bahunya acuh tak acuh.

Bocah laki-laki itu melenggang meninggalkan Maya yang sejak tadi hanya diam. Tidak seperti biasanya yang selalu mengganggunya setiap menit dan detik.

“Kok balik lagi Daf? Katanya mau kasih ice cream buat Kak Maya,” ujar suami Sarah saat melihat anak laki-lakinya kembali menghampiri.

Daffa memberengut sebal. “Nggak tahu tuh. Aku udah tawarin tadi, dianya malah nggak mau.” ketus Daffa seraya mendudukkan tubuhnya dipangkuan sang Ayah.

Sarah dan suaminya saling menatap beberapa detik. Tak berapa lama, Ibu satu anak itu pun menganggukkan kepalanya paham. Sarah paham, pasti Maya tengah memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu.

•••

Tok tok tok!

“May, Tante boleh masuk?” Sarah sedikit berteriak setelah mengetuk pintu kamar keponakannya.

“Masuk aja Tan, nggak aku kunci pintunya!” seru Maya dari dalam kamar.

Ceklek!

Pintu bercat putih tulang itu pun terbuka menampakkan sosok wanita cantik yang tengah berjalan menghampiri Maya. Sarah melihat Maya yang sepertinya tengah melihat-lihat album semasa kecilnya dulu.

Sarah mendudukkan pantatnya disisi kasur. Maya mendongakkan kepalanya sekilas sebelum kembali menatap album yang sudah berada di kedua tangannya.

“Tumben ketuk pintu dulu.” celetuk Maya dengan nada menyindir.

Sarah memutar kedua bola matanya jengah. “Kenapa memangnya salah?” tanya wanita itu dengan jengkel.

“Hm, biasanya juga suka langsung terobos masuk kamar. Nggak ada tuh adegan ketuk pintu dulu.” semprot Maya terlalu santai.

Skakmat.

Sarah hanya diam setelah mendengar semprotan dari keponakannya itu.

“Ck, kamu kok ngajak ribut mulu perasaan.” decak Sarah dengan menahan kesal.

“Perasaan Tante aja kali,” sangkal Maya enteng.

Sarah menghela napasnya sejenak. Wanita itu sebenarnya ingin mengatakan sesuatu kepada Maya. Akan tetapi, ia bingung harus memulainya dari mana. Sejatinya Sarah, wanita itu tidak bisa berbasa-basi.

“Jadi, kenapa Tante ke kamarku? Pasti ada yang mau Tante sampein.”

Sarah mengangguk membenarkan tebakan Maya. “May, kamu tahu ‘kan Oma sayang banget sama kamu?” pertanyaan Sarah membuat pergerakan Maya yang tengah melihat album fotonya pun terdiam.

Maya mendongak menatap netra Sarah. “Mana mungkin Oma mau ngurusin aku kalau Oma nggak sayang sama aku.” ucapnya sedikit sarkas.

“Itu kamu tahu. Tante tahu sangat sulit sekali berada di posisi kamu. Tapi Tante yakin, Oma nggak akan sembarangan membuat suatu keputusan.” tutur Sarah.

“Terus?” gumam Maya yang kembali melanjutkan aktivitasnya.

“Tante minta satu hal sama kamu.. Walaupun pernikahan kamu dan Gerry berlandaskan perjodohan, tapi Tante mohon sama kamu, jangan pernah mempermainkan arti pernikahan kalian. Karena mau bagaimanapun sebuah pernikahan itu sangat sakral.”  Sarah berucap memberi nasihat dan petuah-petuah kepada sang keponakan.     

Maya hanya diam mendengarkan nasihat yang diberikan Tantenya dengan seksama.

Entahlah, Maya hanya berharap jika pernikahannya nanti berjalan dengan semestinya. Maya tidak ingin mengalami kegagalan.

Apalagi dalam sebuah pernikahan. Dalam kamusnya, Maya hanya akan menikah sekali seumur hidup.

•••

🐅Jangan lupa vote dan komen🐅

Married with Playboy (End)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu