"Jawab ih, lo suka gue kan?"

Tapi Alingga jauh lebih takut Abun mematahkan hati Lyananya.

"Lo pernah bilang lo cemburu, terus lo juga bilang gue nggak boleh hilang. Artinya lo suka, kan?" Lyana benar-benar penasaran dengan laki-laki di hadadapannya. Ia makin gencar memaksa.

"Gue sayang Jennie," Alingga mengatup bibirnya sesaat, menatap Lyana dengan pandangan lelah.

Lelah karena tidak pernah bisa menjadi laki-laki berani untuk Lyana.

"Sayang Jennie, maksud lo?"

"Gue sayang Jennie karena dia selalu nemenin gue kemanapun, gue sayang bi Meli karena dia jagain gue dari kecil. Gue sayang Gean, Abi, Dewa dan Abun karena mereka sahabat gue yang selalu bisa bikin gue ketawa, gue sayang Papa karena dia orang pertama yang ngajarin gue jalan sampai gue bisa berlari seperti sekarang."

Laki-laki itu menutup matanya selama satu detik, menarik napas dalam-dalam.

"Apaan sih Ga, gue tanya apa lo jawab ap-"

"Apa yang udah lo lakuin ke gue, sampai nama lo bisa masuk di barisan mereka?" Tanya Alingga dengan suara pelan dan bergetar.

Laki-laki itu mati-matian memaksa dirinya sendiri untuk berani bicara, kalimat sederhana yang ingin ia ucapkan sejak lama akhirnya keluar hingga membuat jantungnya hampir meledak, tangan Alingga berubah dingin.

"Apa sih Ga? Gue nggak paham!" Sentak Lyana dengan kesal.

"Na.."

"Ngomong nggak usah belibet bisa nggak? Gue cuma tanya lo suka gue atau nggak, itu aja."

Alingga memegangi kepalanya sendiri, makin pusing. Ia terlalu takut Lyana menertawakannya, takut juga di tolak.

Tangannya meraih gelas di depannya dan menenggaknya sampai habis. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik dan ia tidak bisa mengontrol rasa gugup sekaligus ketakutannya.

"Ah bini tolol!" Desisnya geram.

Lyana mengernyit. "Kok jadi ngatain sih lo?" Tanyanya tidak senang.

"Ya lo-nya tolol!"

"Eh lo juga ngomongnya nggak nyambung, gue nanya apa, lo jawab apa!"

"Ya artinya lo tolol!"

"Lo yang tolol kali, Ga!"

Alingga mengusap wajahnya dengan kasar,  tidak bisa menahan kekesalannya. Lyana terlalu tidak peka untuk dirinya yang anti berterus terang.

Dan kekesalan laki-laki itu makin meningkat ketika melihat sesuatu. Gean, Abi dan Dewa berdiri di ambang pintu dengan alis menyatu.

"Jadi lo belum nembak?" Tanya Gean tanpa suara.

Wajah Alingga berubah muram, ia menghela napas dan menggeleng pelan.

"YAH BEGO!" Maki ketiganya dengan kesal.

"Eh ada kalian," Lyana mengerutkan keningnya, kaget. Tidak menyadari kalau ketiga laki-laki itu sudah berdiri di belakangnya sejak tadi.

Perempuan itu kemudian turun dari tempat tidur, membereskan sisa sarapan laki-laki itu dan menatap ketiga teman Alingga. "Eh tolong ya urus teman kalian yang sakit ini, nanti sore boleh pulang. Gue kesal sama dia, ngatain gue mulu," sindirnya.

***

Jam 10 pagi dengan kekesalan yang masih tersisa, Lyana menghubungi Abun dan meminta laki-laki itu untuk menjemputnya. Dia tidak mau lagi merawat Alingga, biar saja laki-laki menyebalkan itu sendirian.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang