21 ALINGGA

11.3K 1K 82
                                    

Pintu kelas itu di buka lebar-lebar, Abun datang dengan langkah besar. Matanya tajam dan dia terlihat marah. Rambut laki-laki itu di potong acak-acakan oleh pak Rada, tanpa sempat membiarkannya memprotes atau menghindar.

"Wah kenapa rambut lo Bun? Di potong pak Rada?" Tanya Dewa menyambut.

"Jatohnya malah mirip cilok njir, hahaha," timpal Gean membuat beberapa temannya tertawa.

Abun tidak menggubrisnya, ia berjalan cepat kearah Alingga yang sedang mengelus kucingnya.

Lalu, tanpa di duga dan tidak bisa terelekkan lagi. Sebuah tinjuan kuat Abun berikan ke wajah Alingga dengan emosi yang meledak, membuat tubuh laki-laki itu jatuh dan Alingga pingsan begitu saja.

"Arrghh!" Semua siswi di kelas itu berteriak terkejut dengan pemandangan barusan.

Gean segera menarik bahu Abun, menatap laki-laki itu dengan heran. "Apaan dah lo?"

"Nggak usah ikut campur," balas Abun dengan dingin.

"Anjing, itu Lingga yang lo tonjok? Mabok lo?"

"Mending kalian jauh-jauh dari dia," sesaat Abun melirik Lyana yang berdiri dengan wajah terkejut, lalu ia kembali menatap Gean. "Dia nggak kayak yang kalian lihat."

Sekelas hening memperhatikannya dan laki-laki itu berjalan mengambil tasnya, Abun lalu pergi keluar dari kelas.

"Anjing malah pada diem! Bawa Lingga ke UKS!" Teriak Abi hingga Gean dan Dewa segera membantu laki-laki itu untuk membawa Alingga pergi ke UKS.

Lyana masih membeku melihat Alingga di naikkan pada punggung Gean. Saat ini rasa bersalahnya tiba-tiba muncul kembali.

***

Rumah itu lenggang, begitu hening. Alingga melangkahkan kakinya yang terbalut sepatu hitam, ia menghela napas sesaat, mengusap sudut bibirnya yang nyeri dan kemudian masuk ke dalam rumah.

Laki-laki itu pulang sendiri setelah beberapa kali berhenti di tepi jalan karena merasa pusing, tadinya Dewa memaksa untuk mengantarnya. Tapi Alingga menolak dan malah menyuruhnya mengantar Lyana saja.

Kata Gean, selama Alingga pingsan Lyana menunggunya sambil menangis. Dan setelah ia sadar, gadis itu langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Pikirannya sekarang penuh, seolah membludak dan membuat kepalanya semakin sakit. Tadinya Alingga pikir ketika ia acuh pada semua masalah maka ini akan selesai dengan sendirinya, tapi ternyata dugaannya salah. Semua masalah semakin tidak bisa dia kendalikan. Seperti akar yang terus tumbuh, meluas di seluruh pikirannya. Ini membuatnya merasa buntu dan tidak menemukan jalan keluar.

Mata hitam legamnya menatap seluruh penjuru rumah itu, lalu ia tertawa pelan, tidak menyangka kalau ia akan benar-benar sendiri.

Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya, memperhatikannya selama beberapa saat lalu tersenyum. Karena tangan nakal ini semua masalah yang ada dalam hidupnya sekarang muncul, dia marah, tentu saja. Tapi Alingga tidak tahu bagaimana caranya memarahi dirinya sendiri.

Seandainya dulu dia tahu kalau semua akan seperti ini, ia tidak akan pernah berani bermain dengan tepung-tepung sialan itu.

Setetes air mata itu jatuh tapi dengan cepat segera laki-laki itu usap, ia menarik napas panjang, lalu Alingga melangkah kearah dapur. Membuka kulkas dan mengambil sebotol air, ia menungkannya ke dalam gelas dan meminumnya dengan sekali tenggakan. Matanya kemudian memicing ketika melihat beberapa jenis makanan berada di meja.

Cukup aneh, karena tukang kebun kakek tidak mungkin memasak ini semua. Dia hanya datang sore hari dan pulang setelah hampir malam.

Lalu Alingga memeriksa makanan itu, ternyata masih hangat seperti baru beberapa saat di masak.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang