deForsaken [16] - Teh Kematian

151 18 6
                                    

Bagaimana Thea bisa menebak kamar ini milik Idza?

Jawabannya sederhana, Idza menyayangi ibunya lebih dari apapun.

Saat melihat lukisan wanita bangsawan yang luar biasa besar terpampang, juga berbagai macm pedang tertata di depan ranjang tidur, Thea sudah bisa menebaknya.

"Lukisan yang--luar biasa." Roscy, si peri menyebalkan itu bahkan sampai memuji.

"Ya, benar."

"Kau tunggu di sini sebentar, Thea. Aku akan melihat apakah ada orang yang berlalu lalang di sekitar sini." Thea mengangguk, membiarkan Roscy melewati ventilasi kamar untuk mengintip.

Thea mendekat ke arah lukisan duchess.

Rambut berwarna cokelat gelap dan mata hijau zamrud. Terlihat sangat cantik dengan bibir merah mudanya.

"Gr--"

"Thea, ayo!"

Gadis itu membatalkan niatnya untuk membaca nama yang tertulis di lukisan duchess.

Thea mengikuti arahan Roscy. Mereka berdua diam-diam menyelinap untuk menghindari pelayan.

"Thea, ayah bodohmu ada di mana? Apa mungkin di ruang kerjanya?"

Thea berhenti.

"Ah, kenapa aku tidak memikirkannya--" Gadis kecil itu menggigit bibirnya.

"Cepat! Hidangan untung yang mulia raja jangan sampai telat diantarkan!"

Thea mendengar suara pelayan yang berseru kencang.

"Roscy, apa mungkin, sekarang ada perjamuan?"

"AH! Aku baru ingat. Biasanya sehabis pertunangan keluarga kerajaan, akan ada perjamuan keluarga antara keluarga kerajaan dengan keluarga mempelainya, Thea. Baik itu perempuan maupun laki-laki."

Thea mengangguk, "kalau begitu, kita harus bersiap ke ruang perjamuan."

[deForsaken]

Sudah sejak tadi, Albert mondar-mandir menyiapkan ini dan itu untuk perjamuan.

Setelah memastikan seluruhnya siap, Albert masih belum bisa mendesah lega sampai perjamuan benar-benar selesai.

Keluarga Cenora masuk ke dalam ruangan perjamuan, mengiringi keluarga kerajaan. Seluruhnya hadir, kaisar, permaisuri, putri bahkan putra mahkota.

"Jamuan yang mengesankan, Egeus."

Kaisar La Vacre, Fermilion, mengulas senyum pada Egeus.

Namun, Egeus tahu kalau itu hanya basa-basi.

"Terimakasih atas pujian anda, yang mulia."

Perjamuan berjalan dengan biasanya, namun entah mengapa Albert diam-diam cemas.

Sementara Albert masih sibuk dengan kecemasannya, R, sudah bersiap untuk membawa teh chamomile di tangannya.

Hanya ada perbincangan biasa yang hangat di meja perjamuan. Permaisuri yang sama cantiknya dengan putri, membuat perjamuan itu tidak terasa sepi walau tanpa kehadiran seorang duchess.

Sementara itu, Idza, Arnold dan Putra Mahkota sibuk dengan perbincangan mereka sendiri. Begitu juga dengan kaisar dan Duke yang sibuk membahas masalah perbatasan.

R menyeringai. Cih, dasar petinggi kerajaan yang penuh pencitraan.

Wanita dengan rambut abu-abu tua itu meletakkan gelas yang ia pegang dengan hati-hati. Kemudian menunduk, meminta izin untuk pergi.

Kaki R melangkah dan bersiap untuk menyalakan bola sihir.

BRAK!

"AYAH! JANGAN MINUM!"

deForsakenWhere stories live. Discover now