BAB 21 | Dia Bukan Sampah

76 22 3
                                    

Seperti yang sudah diduga oleh Geni, tunangan Kinara dan keluarganya datang, mungkin mereka diberikan kabar oleh Ibu Kinara. Sayangnya saat mereka mengetahui fakta bahwa alasan Kinara mencoba bunuh diri karena dirinya dilecehkan oleh ayah tirinya, membuat tunangan wanita itu mundur. Bersama dengan keluarganya, pria itu terlibat pembicaraan alot di sudut ruangan tempat Kinara berbaring di salah satu bilik rumah sakit setelah operasi yang dialami oleh wanita itu.

"Bu, bisa kita bicara sebentar," ucap pria dengan cincin di jari manisnya, tunangan Kinara.

"Ada apa Nak Abimanyu?" tanya wanita paruh baya yang pakaiannya masih belum sempat berganti, masih mengenakan baju dengan noda darah dari tubuh putrinya yang sekarang terbaring lemas.

"Begini, Bu. Saya atas nama pribadi dan juga nama keluarga besar saya, mohon maaf sebesar-besarnya kepada Ibu dan juga Kinara, kami memutuskan untuk membatalkan pertunangan. Ibu harap bisa mengerti, saya pamit undur diri, Bu." Setelah mengucapkan hal menyakitkan kepada Ibu Kinara, pria bernama Abimanyu itu langsung pergi meninggalkan wanita paruh baya yang tiba-tiba terduduk lesu.

Geni geram dengan sikap pengecut yang dilakukan oleh Abimanyu, tapi dia tidak punya hak apapun untuk menghajar pria itu, setidaknya menjadikan babak belur adalah pilihan pertama yang muncul di benak Geni. Tapi dia urung, dan lebih memilih untuk menemani Ibu Kinara yang terduduk di depan pintu ruang inap Kinara.

"Ibu baik-baik saja?" Geni mengulurkan tangannya.

"Kita duduk di kursi yuk, Bu," ajak Geni, detik berikutnya Ibu Kinara menggapai uliran tangan Geni dan membiarkan pemuda itu memapahnya sampai ke sebuah kursi tunggu yang berada di dekat pintu masuk ruang inap Kinara.

"Nak, Ibu harus bagaimana?" Suara Ibu Kinara terdengar bergetar, wanita paruh baya yang nampak lesu itu menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

"Kalau Kina bangun, apa yang harus Ibu katakan tentang Abimanyu?" tanya Ibu Kinara, tidak lama terdengar suara isak tangis terdengar.

"Kina begitu menantikan pernikahan dengan Abimanyu, dia bahkan rela berhenti dari tempatnya bekerja, padahal bekerja di dunia literasi adalah hal yang sangat ia sukai, Nak." Ceritanya pada Geni yang duduk sembari mendengarkan dengan penuh rasa simpati.

"Aku tahu, Bu. Kina sempat cerita kepadaku," ucap Geni

Pria tampan berjaket hitam itu teringat saat hari Kinara berpamitan kepada teman-teman kantor, Kinara bilang kalau ibunya sakit keras. Sementara kepadanya dia bercerita tentang tunangannya yang menginginkan Kinara untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, tidak bekerja dan mengurus semua kebutuhan rumah termasuk mengasuh anak mereka nantinya.

"Lalu, bagaimana nasib Kinara?" Sekali lagi Ibu Kinara bertanya, menatap dengan wajah sendu ke arah pria tampan yang tadi dengan sigap menggendong putrinya dan membawa ke rumah sakit.

"Setelah kejadian pelecehan yang dilakukan oleh pria bajingan itu, aku takut putriku akan jadi perawan tua seumur hidupnya, Nak," tambah sang ibu, tubuhnya sampai bergetar hebat saat pikirannya jauh berkelana memikirkan nasib anak gadisnya.

Geni bingung harus berkata dan berbuat apa. Dia memutuskan untuk diam dan menjadi pendengar yang baik, dia tidak cukup pengalaman untuk memberikan nasihat kepada seorang ibu yang sedang berjuang demi putri semata wayangnya.

"Geni!" Suara Jane terdengar begitu nyaring, dan membuat empunya nama menengok ke arah sumber suara.

"Kinara gimana?" tanya Jane, dia dengan panik lupa kalau di sebelah Geni duduk ibunya Kinara.

"Ibu," sapa Jane saat melihat wajah seorang wanita paruh baya yang sering dia lihat setiap kali Kinara melakukan video call kepada ibunya.

"Nak Jane," sahut sang ibu, lalu memeluk tubuh Jane.

"Nak ... Kina masih berbaring di dalam, dia ...." Ibu Kinara menghentikan ucapannya, air matanya mengalir membasahi baju yang dikenakan oleh Jane.

Jane mengusap punggung rentan wanita paruh baya yang sedang menangis sambil memeluk tubuhnya.

Jane masih belum tahu alasan kenapa Kinara sampai memilih untuk mengakhiri hidupnya dan berakhir di ranjang rumah sakit di hadapannya.

"Ibu yang kuat ya, Bu. Aku yakin Kinara akan baik-baik saja," ucap Jane mencoba untuk menenangkan Ibu dari sahabatnya.

"Ibu, aku boleh bicara sebentar dengan Geni?" tanya Jane saat Ibu Kinara terlihat sudah mulai tenang.

Ibu Kinara mengiakan dengan anggukan. Jane menatap ke arah Zefran, dia lalu berkata, "Kamu nggak apa-apa kan kalau bantu aku jaga Ibu Kinara sebentar, Arter?" tanyanya.

Zefran tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. "Kamu tetap tenang ya," ujar Zefran mengelus rambut pendek kekasihnya yang dibiarkan terurai.

Jane mengiakan dengan anggukan. Manik cokelat Jane beralih menatap ke arah pria tampan berjaket hitam yang terlihat membeku di tempatnya. "Geni, bisa kita bicara sebentar?"

Empunya nama tidak menjawab dan malah menatap wajah Jane, kedua matanya bergetar seolah meluapkan rindu yang pria itu rasakan kepada wanita cantik yang berdiri di depannya.

"Geni Adipati!" Suara Jen meninggi, mengguncang tubuh Geni dengan gemas.

"Ya?" sahut Geni, pria itu merasa seperti orang bodoh di hadapan wanita yang masih di cintainya dalam diam itu.

"Ayo kita bicara," ucap Jane seraya menarik tangan Geni dan membuat pria itu mengikuti langkahnya menjauh dari ruang inap Kinara.

"Jadi, kenapa Kina bunuh diri?" tanya Jane tanpa basa-basi.

Geni mengembuskan napasnya perlahan-lahan, dia sendiri bahkan bingung harus memberi tahu Jane dari mana. Sebelah tangannya menekan keningnya, sekali lagi dia mengembuskan napasnya.

Geni mulai menceritakan tentang seorang pria yang disebut sebagai ayah tiri Kinara, pelaku pelecehan seksual terhadap Kinara, dalang yang membuat Kinara nekat sampai mau mengakhiri hidupnya, pria yang sedang menjadi buronan polisi.

Geni juga bercerita tentang seorang pria yang sudah lama bertitel sebagai tunangan Kinara, pria kaya raya berdarah biru yang tiba-tiba memutuskan hubungannya dengan Kinara dan juga keluarga, meninggalkan Kinara yang masih belum sadarkan diri tanpa merasa bersalah.

"Memangnya menjadi korban pelecehan itu berarti sampah?
Bukan, tentu saja bukan!" Suara Jane naik satu oktaf saat mendengar cerita Geni, cerita tidak masuk akal yang menjadi alasan sahabatnya bunuh diri.

"Mereka bukan sampah yang harus dibuang, bukan juga tong sampah yang siap menerima setiap perkataan penuh hinaan," tambah Jane, dengan emosinya yang meluap-luap.

"Bagaimana bisa Abimanyu dan keluarganya begitu kepada Kinara?" tandas Jane tidak habis pikir.

Geni sepakat, semua yang diucapkan Jane adalah benar. Geni teringat ucapan penuh ketakutan dari ibunya Kinara. "Ibunya Kinara, beliau takut kalau Kinara nggak akan pernah bisa menikah," ucap Geni.

"Ya Tuhan ... Lelucon macam apa ini? Kenapa orang baik seperti Kinara harus jadi korban? Kenapa harus ada pria iblis yang melakukan kejahatan seperti itu?" tanya Jane meledak-ledak.

"Jane," panggil Geni, ada keraguan pada dirinya. Tapi kemudian dia berkata, "Bagaimana kalau ...." Geni menelan salivanya.

"Apa?" tanya Jane masih dengan ketus.

"Bagaimana kalau, aku menikah dengan Kina?"

"Bagaimana kalau, aku menikah dengan Kina?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Terima kasih yang sudah baca sampai dengan BAB ini ❤️🙏

Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️Where stories live. Discover now