BAB 16 | Kita Mulai dari Awal, ya, Pacar

113 31 2
                                    

Setelah sarapan pagi bersama dengan Zefran dan Rosalyn, kedua kakak beradik Maula Masen itu mengajak Jane untuk pergi ke kantor bersama.

"Mobilku?" Jane celingukan mencari keberadaan mobilnya.

Sebuah sentuhan tangan singkat di kepala Jane membuat wanita cantik dengan kemeja putih yang terlihat kebesaran ditubuhnya itu menengok ke arah pria tampan yang tengah menatapnya dengan hangat.

"Aku sudah meminta temanku untuk membawakan ke kantor." Zefran menjelaskan, tangannya sibuk membelai rambut Jane.

"Oh, terima kasih," ungkap Jane, rona merah muda menyembul di wajahnya.

Kenapa Arter manis sekali, sih? Jane menepuk-nepuk pelan dadanya yang bergemuruh.

Suara berdeham terdengar dari arah depan keduanya, Rosalyn menatap kedua pasangan yang sedang hangat-hangatnya itu untuk segera bergabung dengannya di dalam mobil.

"Sepertinya akan lebih leluasa kalau aku bawa mobil sendiri, Kak," ucap Zefran kepada kakaknya.

"Biarkan saja mereka, Sayang. Mungkin kalau bersama dengan kita, mereka akan jadi canggung." Suara Bisma terdengar dari kursi pengemudi.

Rosalyn mengangguk mengerti. "Yasudah, sampai ketemu di kantor."

Zefran dan Jane mengangguk.

"Mau pergi sekarang?" tanya Zefran saat melihat mobil kakaknya berlalu.

Jane tidak langsung menjawab pertanyaan Zefran, dia bingung sebenarnya dia masih mau menunggu bajunya, dia tidak mau ke kantor dengan baju Zefran. Tapi di sisi lain dia juga tidak mau berlama-lama berdua saja dengan pria dengan lesung pipi itu.

"Terserah, aku ikut saja." Akhirnya hanya kata itu yang keluar dari mulut Jane.

"Kita berangkat sekarang kalau gitu," ucap Zefran, yang diiakan dengan anggukan oleh lawan bicaranya.

"Tunggu sebentar di sini," tambah Zefran segera berlari kecil menuju garasi.

Keduanya memulai perjalanan menuju kantor penerbitan yang mulai hari ini resmi berpindah tangan dari Rosalyn kepada Zefran, suasana canggung sudah tercipta.

"Jadi, kapan kamu mau pulang ke Bandung?" tanya pria di bangku kemudi.

"Kalau naskah kamu yang aku tangani selesai, aku akan izin ke Kak Ros untuk pulang ke Bandung."

"Kak Ros? Kenapa harus Kak Ros? Kamu lupa ya kalau Askara publisher hari ini aku yang pegang?"

Mulut Jane terbuka lebar, Zefran benar, dia lupa. Dia bahkan baru ingat kalau sekarang dia bersama dengan Zefran menuju kantor bukan semata-mata karena pria itu mau mengantarnya. Lebih- tepatnya, karena dia juga bekerja di sana sebagai CEO baru.

Jane menepuk jidatnya sambil lalu.

"Jadi, kalau naskahnya sudah selesai, aku akan menemanimu ke Bandung," ungkap Zefran.

"Tunggu, apa?" Jane menatap wajah tampan di sampingnya dengan tatapan tidak percaya.

"Bukannya kamu bilang kalau keluarga besar kamu mau tahu tentang pacarmu?"

Jane terbatuk-batuk. Dia mengutuk mulutnya yang dengan gamblangnya menceritakan semua hal yang terjadi di keluarganya, tentang desakan mereka, tentang kebohongan dirinya atas Arter. Kebohongan yang secara ajaib berubah menjadi kenyataan.

"Kamu ...." Jane ragu-ragu saat menatap sekali lagi wajah tampan Zefran.

Wanita itu menelan salivanya. Dia benar-benar tidak pernah menyangka kalau pria itu dengan mudah mengajak pacaran, mewujudkan bualannya, padahal mereka baru kenal. Apa itu mungkin?

"Ya, ada apa?" Pandangan Zefran beralih sebentar dari jalanan ke arah Jane yang menatapnya, kemudian kembali berkonsentrasi pada jalanan di depannya.

"Kamu memangnya nggak apa-apa kalau sampai bertemu dengan keluargaku?" tanya Jane. Dalam hati dia takut mendengar jawaban Zefran, tapi di sisi lain dia penasaran.

Sebuah senyum mengembang di wajah tampan pria itu. "Sejauh ini, ini kali pertama aku mau bertemu dengan keluarga wanita yang baru saja kupacari," akunya.

"Maksudku, bahkan saat Yuki memintaku untuk bertemu dengan keluarganya dulu, aku selalu menolak dengan alasan aku belum siap. Begitu juga saat aku memintnya bertemu dengan keluargaku, dia selalu menolak."

Jane mengangguk. "Kalian sama-sama sibuk dengan pekerjaan kalian kan," ucap Jane mencoba untuk mengerti dari kedua sisi.

"Aku suka sikapmu yang positif," ungkap Zefran seraya menengok sebentar ke arah Jane.

Lagi-lagi kalimat Zefran membuat Jane merasakan kalau dadanya berdegup kencang. Dia bahkan merasa kalau pipinya panas.

"Kalau, saat kamu bertemu dengan keluargaku dan mereka menanyakan hal yang sama dengan Kak Ros tenang pernikahan, apa yang akan kamu berikan sebagai jawabannya, Arter?" tanya Jane penasaran.

Zefran mencari tempat untuk menepikan mobilnya sebentar. Iris biji kopinya menatap lurus, menatap manik cokelat cantik milik kekasihnya.

"Kalau kamu tanyakan hal itu sekarang, jujur saja aku akan menjawab dengan tegas kalau aku belum siap. Tapi, aku nggak tahu kalau saat itu, di hadapan keluargamu aku ditanya, bisa saja saat itu aku siap meminangmu."

Rahang Jane terbuka saat mendengar kalimat yang baru saja selesai diucapkan oleh Zefran. Pria itu mengucapkan seolah tanpa beban, bahkan di matanya tidak ada keraguan.

"Awalnya aku hanya ingin bermain dengan mengajakmu pacaran. Tapi saat menghabiskan malam konyol denganmu, aku tahu kalau sepertinya aku mulai tertarik kepadamu."

Zefran tertawa sendiri saat ingat wajah Jane yang melantur sana-sini saat mabuk.

"Aku merasa bersalah saat Kak Ros menegurku. Aku tahu kalau niat awalku salah, jadi, aku ingin minta maaf," ucap Zefran.

"Aku juga minta maaf, Arter ... Maaf karena sudah menjadikan dirimu sebagai kekasih palsu, mengelabui keluargaku," sesal Jane. Dia ikut merasa bersalah saat melihat air wajah Zefran yang tulus.

Jane mengulurkan tangannya, seraya berkata sekali lagi, "Maafkan aku, pacar," ucapnya.

Zefran menyambut uluran tangannya, sebuah lesung pipi muncul, dia lalu berkata, "Kita mulai dari awal ya, pacar?"

Jane mengiakan dengan anggukan. Dia tidak pernah tahu kalau sosok Zefran Maula Masen adalah pria yang penuh dengan kelembutan, dia bahkan selalu tersenyum setiap kali Jane salah, dia juga tidak segan-segan untuk minta maaf terlebih dahulu. Tapi sayang dia kadang suka iseng, dia suka bersikap jahil lewat kata-kata yang ia lontarkan kepada Jane, demi menggoda wanita itu. Wanita cantik yang baru dikenalnya, tapi entah kenapa dia merasa candu untuk bisa terus melihat wajahnya dengan seribu ekspresi yang tidak dapat Zefran tebak.

"Aku mau lihat semua ekspresi wajah kamu, semuanya," ucap Zefran secara spontan.

Jane menatap lurus ke arah manik biji kopi milik pria di hadapannya. "Kamu mau lihat ekspresi aku sedih?" tanya Jane.

Zefran terkejut, bukan itu yang diharapkan. "Aku justru nggak suka lihat perempuan sedih, apalagi menangis. Kalau bisa, aku nggak mau buat kamu sedih." Zefran menyentuh pipi chubby Jane dengan sayang.

"Tapi, kalau pun ada air mata yang membasah di pipimu, aku harap air mata itu adalah sebuah ekspresi kegembiraan tiada tara hingga membuatmu terharu, bukan sedih," tambahnya, seraya mengecup pucuk kepala Jane.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Let's Get Married ✔️ (TERBIT) ‼️Where stories live. Discover now