Tanpa Dosa

16 1 0
                                    

Suara ketukan pintu terus berbunyi kala itu, memaksa sirnah, seorang wanita tua berusia 60 tahun terbangun dari tidurnya, ia membuka pintu dan dilihatnya dua orang bayi tergeletak di depan pintu. Sirnah melihat kesekeliling, mencari siapa yang menaruh bayi itu, Dua orang bayi yang terlihat pucat lemas, namun mereka tidak menangis, segera sirnah membawa mereka kedalam, lalu ia bergegas ke kandang kerbau belakang rumahnya, lantas dengan cekatan sirnah memeras susu dari kerbau tersebut, untung saja kala itu kerbau milik sirnah juga tengah masa menyusui anaknya.

Sembari memberi minum susu kerbau kepada kedua bayi itu, sirnah melihat dengan seksama bayi bayi itu, betapa teganya orang tua mereka yang membuang dua bayi tersebut, bayi tanpa dosa yang kehausan, bahkan meskipun menahan haus dan lapar bayi bayi tersebut tidak menangis, tak terasa air mata menetes di wajah tua itu, ia teringat putranya yang meninggal 20 tahun lalu, peperangan telah merenggut suami dan anaknya, Agharta terbagi menjadi dua bagian, kubu bumi utara dan kubu bumi selatan, yang pada masing masing kubu ada 100 negara yang berada di dalamnya, mereka terus saja berperang dengan mengatasnamakan keadilan masing masing, kubu utara dipimpin oleh Mandala Seto, dan dari kubu selatan, Barda Mardika,

Lalu Sirnah pun memberi nama pada kedua anak itu, Seba nama suaminya untuk Anak yang berambut hitam dan Kasungka nama anaknya untuk anak yang berambut kemerahan, lima tahun berlalu kedua anak itu kini mulai tumbuh, namun sayang pada usia yang semakin menua sirnah sering sakit sakitan, hingga membuat Seba dan Kasungka bersusah payah merawat nenek itu, untuk makan sendiri mereka memetik buah tomat yang di tanam nenek sirnah di kebun belakang yang tentu saja tidak akan membuat mereka bertiga kenyang, tiap malam mereka menahan lapar, sirnah memang tinggal sendirian setelah suami dan putranya meninggal lalu pergi ke pinggiran sebuah negara bagian bernama Jatisari, negara jatisari merupakan negara kepulauan yang cukup jauh dari hiruk pikuk kota dan politik, hal yang memang di inginkan sirnah di sisa hidupnya.

Hingga beberapa bulan kemudian sirnah pun wafat, Tangis tak henti mengalir di kedua wajah bocah tersebut, orang yang merawat mereka sedari bayi kini telah pergi, setelah mereka berdua menggali dengan tangan mungil mereka selama 2 hari di pekarangan rumah mereka, yang bahkan tidak terlalu dalam, sirnah pun dikuburkan oleh mereka berdua dengan susah payah, selama beberapa hari Seba dan Kasungka bertahan, tanaman tomat juga sudah mulai habis, kini mereka berdua mulai merasakan kelaparan lagi, terbesit di hati kasungka untuk menyembelih kerbau kesayangan nenek Sirnah, kerbau itu memang dibiarkan berkeliaran agar bisa mencari makan rumput sendiri, semenjak nenek Sirnah Sakit, namun 2 kerbau itu tetap saja di sekitar rumah, karna rasa lapar yg semakin parah, akhirnya Seba dan Kasungka pun pingsan, Beberapa Jam mereka berdua terbangun terik matahari kebiruan membangunkan mereka di tepi sebuah danau di atas punggung dua kerbau milik sirnah,ternyata kedua kerbau tersebut yang membawa mereka di tepi sungai tersebut, di bawah sebuah pohon mangga, melihat itu kasungka lantas memanjat dan mengambil mangga tersebut untuk mereka makan berdua, makanan pertama setelah beberapa hari terasa sangat menyegarkan,

Tak terasa mereka sudah cukup jauh meninggalkan tengah pulau Jatisari, rumah nenek Sirnah, kini sebentar lagi mereka akan bertemu sebuah pelabuhan, tempat kapal berlayar menuju Negara Wonoseso negara yang jauh lebih besar dari Jarisari, salah satu negara terbesar di blok selatan, yang kerap melahirkan pejuang pejuang tangguh dalam peperangan, Hiruk pikuk keramaian pelabuhan terlihat oleh mereka, baru kali ini mereka melihat hal tersebut, lalu lalang para nelayan dan para masyarakat yang naik turun kapal, serta para pedagang, menjual berbagai bahan makanan, kepulau jatisari, mereka berdua perlahan ketempat itu, mencari cara agar mendapatkan beberapa makanan, namun tak disangka, dua anak polos yang baru saja melangkah ke kerasnya kehidupan sosial,

Para perambok menghampiri mereka, tawa sangar perambok itu, menatap remeh Seba dan Kasungka, "Hey Anak Kecil, Kau Membawa Kerbau Yang Bagus, Dimana Orang Tua Kalian?" seba kecil hanya terdiam takut melihat segerombolan pria besar itu, ia tak bisa lari karna dikepung dari semua penjuru, dengan kasar, Bejo, pria berambut panjang, dengan badan kekar bertato Naga di bagian lengan, menjambak dan menarik kepala kasungka lalu menyuruh anak buahnya membawa dua kerbau milik mendiang nenek sirnah, melihat perlakuan kasar kepada saudaranya, Seba lantas melompat dan menendang bejo dengan kaki kananya, yang berhasil ditangkis oleh bejo, sekilas tampak kilatan cahaya biru terlihat pada tendangan Seba, Bejo pun kaget, Siapa anak ini meskipun masih lemah, tapi anak itu baru saja menggunakan Cakra, hal yang tidak semua orang bisa melakukanya, butuh latihan keras untuk membuka cakra pertama, sekejab Bejo membalas dengan tendangan yang lebih keras ke perut Seba Kecil hingga terpental, Kasungka memohon kepada mereka untuk jangan menyakiti Seba dan mengambil kerbau tersebut, karna kerbau itu adalah kerbau kesayangan nenek mereka, namun tanpa ampun Bejo melempar mereka berdua, kesebuah tumpukan sampah, lalu memukul tubuh mereka, sambil mengacungkan parang, Bejo berkata "Aku Tidak Ingin Membunuh Anak Kecil, Tapi Jika Kalian Terus Saja Merengek, Maka Aku tidak akan Segan Untuk Melepas Kepala Kalian Berdua Dari Badan Kalian", Wajah Seba dan Kasungka pucat, mereka benar benar ketakukan, bocah usia 5 tahun mengalami hal semacam itu, bahkan masyarakat yang melihat kejadian itu tidak ada satupun yang bisa menolong mereka berdua,

Lagi lagi mereka hanya bisa meringkuk kesakitan sambil menangis, menahan sakit, mereka merasa sangat bersalah, membiarkan kerbau kesayangan sirnah diambil oleh para perampok, hingga beberapa saat ada seorang paman yang menghampiri mereka bernama Wasis, ia datang membawa dua potong roti dan air, "Maaf nak kami tidak bisa menolongmu tadi, tidak ada yang berani melawan mereka, Bejo dan anak buahnya telah menguasai tempat ini sejak lama, makanlah nak, dan segera pulang tempat ini tidak aman untuk anak kecil" dengan menundukan kepala kasungka menceritakan semuanya, tentang mereka yang sebatang kara, yang baru saja di tinggal mati oleh nenek mereka, melihat wajah kedua anak tersebut Wasis pun iba dan memberikan sebuah gubuk tua untuk sementara mereka tinggal namun untuk makanan ia tidak bisa membantu lebih, ia menyarankan mereka untuk bekerja mengumpulkan barang bekas yang nantinya bisa mereka jual, setidaknya pekerjaan itu bisa dilakukan oleh dua anak kecil,

Hari hari mulai mereka lewati tak terasa hampir dua tahun mereka bertahan, hidup dengan mengumpulkan rongsokan, kini usia mereka hampir tujuh tahun, menjalani hidup dalam suka dan duka berdua, hingga pada suatu hari, ditengah teriknya matahari kebiruan di pusat Agharta yang menyinari mereka saat mengais rongsokan, terdengar suara teriakan minta tolong seorang wanita tua, yang ternyata lagi lagi Bejo dan anak buahnya tengah memaksa wanita itu untuk memberikan perhiasanya, Seba yang masih dendam dengan perlakuan Bejo pada masa lalu tak bisa menahan emosi, mencoba untuk menghampiri Bejo,

"Seba sudahlah jangan kesana, terlalu berbahaya" ucap Kasungka,

"Jangan cegah aku Kasungka, dia telah mengambil kerbau milik nenek dan berpesta dengan dagingnya, aku tidak rela kerbau kesayangan nenek yang dia rawat disisa hidupnya diambil begitu saja" ucap Seba,

Meski ditahan oleh Kasungka, Seba tetap melangkahkan kakinya menuju Bejo, Seperti dahulu Seba meloncat dan Menendang Bejo dengan Tendangan Memutar, sekali lagi kilatan biru menyelimuti kaki Seba, yang Kini lebih banyak dari pada sebelumnya, tidak seperti sebelumnya kini tendangan Seba tepat mengenai kepala Bejo, Bejo yang emosi membalas dengan pukulan keras mengenai perut Seba, darah keluar dari mulut Seba, karna kerasnya pukulan serius Bejo, tanpa menunggu lama Bejo Melayangkan pukulan keduanya, yang tak disangka sangka Kasungka datang untuk menahan pukulan tersebut hingga kasungka pun ikut tersungkur, dengan mengeluarkan parang Bejo Berniat memenggal kepala Seba yang kini tergeletak tak berdaya, "dasar bocah busuk, berani sekali kau datang setelah kulepaskan beberapa tahun lalu, kini tidak ada ampun untuk kalian, aku akan membunuh kalian sekarang juga"

Slash.... suara tebasan secepat kilat, memotong tangan bejo, seorang pria tua datang entah darimana, tangan memegang parang itu kini telah terjatuh di tanah bersimbah darah, membuat jeritan kesakitan Bejo terdengar begitu nyaring, di hari itu...


AGHARTA Dunia Tanpa MalamWhere stories live. Discover now