BAB XXXVI "Ngidam Seblak"

16 2 0
                                    

Hari Minggu adalah hari di mana kita bisa bersantai bersama keluarga. Mengistirahatkan sejenak otak kita dari pekerjaan-pekerjaan kantor. Hal yang selalu aku rindukan di hari Minggu adalah berantem sama kedua adik kembarku. Kita selalu berdebat, mendebatkan hal yang tidak penting. Mereka selalu buatku marah dan kesal. Namun entah kenapa saat ini aku malah merindukannya.

Memasak bareng ibu. Kita selalu punya kreasi baru. Ceritanya nyontek di youtube. Tapi hasilnya selalu gagal. Namun itu menyenangkan. Kita bisa bercanda saat memasak. Bercerita tentang banyak hal. Walaupun kadang ibuku suka kepo tentang hal-hal yang tak ingin aku ceritakan padanya. Suka kesal kalau beliau sedang menggodaku karena cinta. Tapi kini hal-hal itu malah membuatku rindu.

Walaupun beberapa minggu yang lalu aku sempat ke rumah dan masak bareng ibu lagi. Tapi sayangnya waktu itu cuma sebentar. Masih belum puas.

Papa dan mama mertuaku sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Papa sibuk membaca koran di teras. Mama sibuk merawat tanaman-tanamannya. Rumah ini cukup besar, tapi terlalu sepi untukku. Apalagi kak Vano tidak punya saudara kandung lagi selain Daffa. Yang otomatis saat ini dia adalah anak tunggal di keluarga ini. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga, merekapun juga sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Aku mencari keberadaan kak Vano. Sepertinya laki-laki itu sedang di kamar mandi. Aku pun lalu memilih masuk ke kamar. Ada drama korea baru yang ingin sekali aku tonton. Namun tiba-tiba aku tak sengaja melihat handphone kak Vano tergeletak di atas meja rias. Handphone itu tiba-tiba berbunyi, menampilkan nama Bella di layar ponselnya. Ada beberapa pesan juga darinya. Aku penasaran pesan apa yang dikirim Bella pada kak Vano. Biasanya walaupun dikunci masih kelihatan di layar depan ponselnya. Namun sayang belum sempat aku membacanya. Seseorang membuka pintu kamar.

"Aaa." teriakku saat aku melihat pemandangan yang tidak semestinya aku lihat. Aku langsung menutup mataku dengan tangan. Karena kak Vano masuk ke kamar hanya menggunakan handuk yang dililitkan di bagian pinggang sampai lututnya saja. Menyebalkan bukan?

"Kenapa sih teriak-teriak?" tanya kak Vano.

"Kak Vano ngapain sih nggak pakai baju?" tanyaku balik. Aku masih menutup mata dengan tanganku. Tak berani membukanya.

"Soalnya aku lupa nggak bawa baju." jawabnya enteng. Tanpa rasa bersalah. Padahal jantungku sepertinya sudah mulai tidak aman.

Aku teringat pesan yang dikirim Bella beberapa menit yang lalu. Melihat kak Vano yang sudah mandi. Pasti kak Vano janjian sama Bella mau ketemu diluar. Tiba-tiba terbesitlah keisengan di kepalaku.

"Kak." Aku menoleh mencari keberadaan kak Vano. "Aaaa." teriakku lagi saat melihat kak Vano mau melepas handuknya tepat di depan mataku. Namun kali ini dia sudah memakai kaos berwarna hitam.

"Apa sih Risa teriak-teriak mulu dari tadi?" tanyanya yang mulai kesal dengan ulahku. Namun aku tak menjawab pertanyaannya. Aku masih menutup mataku.

"Aku masih pakai boxer kali." katanya lagi. Sepertinya dia tahu kalau aku tidak nyaman dengan hal seperti ini.

Aku membuka mataku. Melihat kak Vano yang masih memakai boxer atau celana pendek maksudnya. Aku tertawa kecil mengingat kejadian konyol yang aku lakukan beberapa detik yang lalu.

"Kak, temenin aku beli seblak yuk. Aku lagi pengen banget makan seblak." ajakku.

"Aku nggak bisa Risa. Minta temenin yang lain aja." tolaknya. Dia sedang sibuk memakai celana panjangnya.

"Nggak mau. Aku maunya beli seblak sama kak Vano." Aku terus membujuknya.

"Ya udah lain kali aja belinya. Aku nggak bisa kalau sekarang. Aku harus pergi."

Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon