68. Cycling Pants

2.8K 442 67
                                    

Aku tahu kalau aku bikin keputusan menghentikan cerita setelah bikin komitmen, pasti ada yg kecewa. Aku juga kecewa. Niatku dari awal sebenernya post sampai tamat sebab aku paham nggak semua orang bisa keluarin banyak uang buat nyelesain sebuah cerita. Apalagi TMM sengaja nggak kubikin bukunya. Penginku tetep post, tapi interaktif gitu.
Kamu tau nggak sih post cerita di wattpad itu yg bikin happy komen2nya.

Okay...
Kalau misal, nih, buat ngobatin kekecewaan, buat yg penasaran banget sama endingnya kubuatin lanjutan part 71-100 dengan harga murah (15 sampai 20ribuan aja), gimana? Supaya kamu bisa tetep tahu tamatnya, tapi nggak perlu ngikutin premium? Jadi versi wattpad aja gitu.

Kalau mau, setelah chapter 70, kubikinin di KK versi lanjutan dengan harga hemat itu.
Kalau nggak mau nggak apa2.

Aku tetep nggak bisa lanjut di sini ya. Maaf banget. Habis kalian jahat sama aku 😅

Kalau extra part tetep ya cuma bisa baca di karyakarsa.

Aku berdiri dalam celana ketat yang masih kurang nyaman di bagian selangkangan karena itu masih sample pilot run

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku berdiri dalam celana ketat yang masih kurang nyaman di bagian selangkangan karena itu masih sample pilot run. Dadaku telanjang, alat kelaminku menonjol dalam balutan lycra yang elastisitasnya masih sangat harus diperhatikan lagi kalau mau dilempar ke pasaran. Adrian mengernyit menyaksikan penampilanku. Seharusnya aku tadi menyahut kemeja saat mendengar ribut-ribut.

"Sigit Handam Almahmoudi... abhi-mu akan membunuhmu, kamu tahu itu, kan?" kecamnya. Adrian melepaskan lengan kursi Bu Mina dan berdiri tegak menyongsongku. Kami mengadu dada dalam jarak sekitar satu meter di sisi meja. Daguku terangkat setinggi dagu Adrian. Tanganku terkepal di sisi-sisi pinggang, tangan Adrian juga.

Bu Mina beranjak dari kursinya, tapi bukannya berdiri di belakangku, dia malah menengahi kami seolah aku harus dilindunginya. Punggungnya melekat di dadaku dan memaksaku mundur. Aku harus menarik pinggangku ke belakang atau bokongnya akan bergesekan dengan bagian tubuhku yang mencuat saking ketatnya celana yang kukenakan, tapi aku bersikeras tidak bergerak ke manapun.

"Adrian... aku ingin kamu bersikap dewasa sekarang," Bu Mina berkata dengan tenang. "Ini masalah kita bertiga, aku bahkan nggak melibatkan Papi-Mamiku. Aku berhak meminta kalian berdua tidak melibatkan siapapun dalam urusan ini. Secara teknis, ini bukan bayi kalian berdua, ini bayiku. Dia ada di dalam perutku."

"Tapi ini nggak adil," Adrian merengek. "Kalau kamu mau ini kita hadapi bertiga, nggak begini caranya. Itu bisa jadi benihku yang membuahi sel telurmu, aku ayahnya."

"Itu juga bisa jadi milikku!" seruku kekanak-kanakan, tapi aku tak peduli.

"Kalau kamu berniat menikahi Mahmoud seandainya itu anaknya, berarti kamu juga harus menikahiku kalau itu anakku," tukas Adrian nggak masuk akal. Jelas sekali dia sedang kembali menjadi Adrian kecil yang suka merebut milik orang lain dengan segala cara, termasuk mencurinya. Bu Mina mencekal pergelangan tanganku di balik pinggulnya.

"Kamu bahkan nggak peduli dia bakal hamil, atau tidak," kataku menyerobot. Jari telunjukku mengacung ke arahnya melewati bahu Bu Mina. "Kalau kamu peduli, setelah melakukan hal itu dengan seorang gadis, setidaknya kamu menghubunginya, berada di sisinya, atau melakukan sesuatu terhadapnya."

Trapping Mr. MahmoudWhere stories live. Discover now