Part 37

757 107 10
                                    

Harvey menghela nafas. Mio memang tidak paham kenapa Altair tiba-tiba bisa begitu peduli pada Mio. Tapi Harvey sangat paham sekali dengan karakter kakaknya, jatuh cinta diam-diam. Altair adalah orang yang begitu. Menyimpan perasaannya pada orang yang sama untuk jangka waktu yang sangat lama namun sama sekali tidak tampak. Apalagi berusaha melakukan sesuatu.

Makanya, ketika Altair berpacaran dengan Melanie, Harvey seratus persen yakin, Melanie lah yang berusaha lebih dahulu.

Tapi dalam kasus, Mio. Harvey yakin Altair sudah cukup sangat lama memerhatikan Mio diam-diam. Mencari info tentangnya. Namun perasaan dalam diamnya, terdesak oleh kenyataan. Fakta-fakta yang membuatnya mustahil untuk diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sebelum pada akhirnya melalukan keputusan ekstrem, seperti yang di lakukan Harvey detik ini.

"Sekarang saya harus pergi kan? Saya nggak mungkin tetap tinggal disini."

"Tetap disini." Sela Harvey.

"Tapi mas Harvey juga tau kan, kalau saya tetap disini selama tiga bulan saya bakal menikah dengan mas Altair dan saya nggak mungkin menikah dengan beliau dengan perasaan saya.... seperti ini."

"Kenapa kamu nggak menikah dengan saya saja?"

Mio terhenyak. Matanya mengerjap tidak percaya, "Apa?"

"Menikah dengan saya."

Mio menggeleng dengan sangat cepat membuat Harvey gantian terhenyak. Ia tidak menyangka, kali pertamanya melamar seseorang langsung di tampik dalam waktu sedetik.

"Saya nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu. Itu jahat untuk mas Altair. Jahat untuk Tante. Jahat untuk mas Harvey. Saya nggak mau keluarga mas jadi nggak baik-baik saja gara-gara saya."

"Lalu kamu milih untuk nggak bahagia? Balik ke pulau Serasan.  Terpaksa menikah. Jadi istri simpanan? Itu artinya kamu juga buat keluarga lain jadi tidak baik-baik saja juga kan?"

"Saya nggak akan balik kesana." Bantah Mio,"Saya bakal cari kerja disini dan nemuin cara supaya saya bisa bawa nenek saya pergi. Kembali ke Jawa."

"Di pulau sekecil itu kamu mau bawa nenek kamu kabur? Bukannya cuma ada lima kapal penyeberangan ke pulau Serasan? Gimana kalau om tantemu, minta ke salah satu kru kapal untuk kapal untuk nggak biarin kamu naik?"

"Saya pasti bisa. Bukannya mas Harvey yang bilang, saya punya pilihan asal saya berani ambil resiko?"

"Tapi." Harvey menggertakkan giginya, "Tapi semua nggak akan semudah itu. Sekalipun kamu nantinya punya cukup uang."

"Uang bisa jadi mengubah semuanya." Bantah Mio.

"Tapi tidak bisa benar-benar menyelesaikan segalanya."

Mata Mio seketika memincing. Ekspresi Mio yang belum pernah dilihat Harvey. Ada sedikit keberanian disana yang Mio paksakan dalam keterbatasan. Posisinya sekarang terjepit dan mungkin di saat ini insting alami untuk bertahan hidupnya lah yang muncul, "Tante,- ibu, pernah bilang; Mas Altair dan Mas Harvey daridulu selalu bilang kalian nggak mau menikah. Nggak akan pernah mau menikah. Sekarang kalian berdua tiba-tiba mau menikahi saya. Atas dasar apa? Apa benar-benar karena suka atau karena kasihan? Atau kalian memanfaatkan saya untuk memberontak dari Tante?"

Harvey membelalakan mata, tak bisa di pungkiri opsi itu sebenarnya memang sempat terlintas dalam otaknya. Harvey sudah muak dengan pemberontakan kecil yang tidak pernah di anggap. Muak dengan segala peraturan dan tetek bengek rumahnya. Ia muak menjadi laki-laki dewasa yang di segala hal dalam hidupnya di paksa kendalikan orang lain. Ia ingin ibunya sadar bahwa sudah saatnya beliau berhenti untuk mengekang anak-anaknya.

"Ya." Harvey menarik nafas sepersekian detik, "Saya nggak bisa pungkiri soal itu."

"Artinya mas nggak benar-benar sayang saya." Bisik Mio.

Harvey tersenyum. Tergoda oleh tantangan yang di sodorkan padanya. Tantangan besar yang sudah lama tidak ada di hidupnya yang datar, "Kamu perluh bukti?"

Catatan Mio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang