Komik, musik, dan basket. Warna pokok yang selalu menghiasi hari-hari pemuda jangkung hitam manis ini.

"Mario!" pekik seorang laki-laki berpostur tinggi kurus itu sambil menggebrak meja sahabatnya yang sudah terlelap karena bosan.

"hmm.." jawab laki-laki tadi tanpa membuka matanya. Namanya Mario, tapi ia biasa disapa Rio.

"dengerin gue!"

"ini gue denger, Gabriel!"

"orang lo merem gitu?" geram Gabriel.

gue denger pake telinga, bukan mata!"

"telinga juga lo sumpel?"

"yang penting gue denger."

"ada kabar penting! Ify sekarang jadi kapten cheers kita!" dengan semangat Gabriel mengutarakan hal yang menurutnya harus diketahui sahabatnya itu.

Dengan wajah kesal Rio membuka matanya lebar-lebar. Merutuki hal yang menurutnya sama sekali tidak lebih penting daripada waktu tidurnya yang akhirnya membangunkannya.

"pentingnya apa buat gue? Gue bolos, ngantuk!" kata Rio yang kemudian melangkah menjauhi Gabriel dengan blezer almamater biru tua yang sudah ia sampirkan di bahu kirinya.

"balik jam ke berapa?" karena ia sudah cukup mengerti sifat sahabatnya itu, Gabriel sama sekali tidak mempermasalahkan tanggapan acuh tak acuh Rio.

"tinggal jam ke berapa mood gue balik."

Gabriel duduk menggantikan posisi Rio sebelumnya sambil terus menatap punggung sahabatnya yang terus menjauh dan menghilang di ujung pintu. Ternyata separuh hidup berstatuskan sahabat seorang Mario sama sekali tidak merubah apapun dari laki-laki itu. Kehangatan persahabatan belum juga mampu mencairkan es yang sudah menggunung di hati pangeran itu.

Gabriel tau, itu bukan Rio sahabatnya yang dulu. Bukan Rio yang ceria, hangat, dan tak banyak yang tau kalau hati seorang Mario Stevano seindah emas. Sampai emas itu seperti habis terkikis masalah yang bahkan Gabriel sendiri tak tau harus berbuat apa. Ia hanya mampu terus berdiri di samping sahabat yang sangat ia banggakan itu, berharap secerca kekuatannya berpindah menjadi energi positive untuk Rio.

ahabat, seseorang yang akan berbahagia untuk senyuman sahabatnya, namun ia tak akan menangis besertamu saat air matamu berhamburan karena ia tau, jika ia memilih ikut serta jatuh di jurang kesedihanmu, tak akan ada yang membantumu keluar dari jurang itu. Dan bukankah senyum sahabat adalah sebuah kekuatan besar untukmu?

***

Sudah hampir dua jam Rio terlelap di tribun penonton yang ada di Gedung OlahRaga sekolah. Melepaskan segala rasa lelahnya dan juga masalahnya tentu saja. Setelah mengerjapkan matanya untuk beradaptasi dengan cahaya matahari yang begitu menyilaukan, ia bangkit berdiri dan berjalan perlahan ke tengah lapangan basket sambil melirik arah jarum jam yang melingkar di tangan kirinya.

Song Of LoveWhere stories live. Discover now