Kelam, Sebuah Epilog

156 18 0
                                    

Beberapa jam lagi Natcha akan memasuki ruang operasi, maka dari itu gadis tersebut sudah terbaring nyaman di brankar rumah sakit dengan selang infus terpasang di tangan kirinya. Sedangkan Arthit setia berada di sisi sang kakak sejak awal berkonsultasi dengan dokter Nam.

"Lo laper gak? Kalo laper gue cariin makanan" tawar Arthit, Natcha terkekeh "bilang aja lo pengen ngider" decak Natcha tidak heran dengan sang adik.

Arthit tersenyum manja "hehe kakak tau aja"

"Yaudah sana, ntar operasi jam dua, jangan lupa" peringat Natcha.

Dengan izin sang kakak, Arthit bergegas pergi dari ruangan kelas satu itu, melangkah ke kantin untuk mengisi perutnya yang sedikit keroncongan. Sang bunda tengah menjemput oma dan akan kembali dalam dua jam. Sedangkan ayah dan adiknya tidak bisa menemani karena aktifitas mereka.

Kini Arthit sudah tidak takut pergi kemana-mana sendirian karena terbiasa mengurus segala sesuatunya sendirian di Jogja.

"Bu, bakso satu sama es teh satu" setelah mengucapkan terima kasih pada penjual bakso di kantin itu, Arthit mengedarkan matanya mencari tempat kosong yang sekiranya ia merasa nyaman.

Akhirnya cucu tengah Ruangroj itu memilih duduk di meja bernomor dua, letaknya tiga meja dari tempat Arthit berdiri. Tak lama remaja itu duduk, pesanannya juga sudah datang.

Di tengah nikmatnya Arthit menyantap bakso-nya, remaja itu mendengar isakan seorang wanita dari arah belakang. Ia sendirian, jiwa iba Arthit muncul sehingga remaja itu menghampiri wanita itu.

"Permisi, tante kenapa?" Tanya Arthit lembut.

Lantas wanita tadi menangis makin kencang, Arthit hanya bisa menenangkan lalu mendengarkan ceritanya.

"Suami sama anak saya meninggal karena kecelakaan, anak saya baru umur dua tahun, ceritanya saya sama mereka lagi di taman, terus anak saya ngerengek minta es krim, jadi suami saya ngajak dia beli es krim, tapi akhirnya gitu... hiks!"

"Saya sayang banget sama anak sama suami saya, saya nikah sepuluh tahun tapi saya susah hamil, tapi waktu tuhan udah ngasih saya anak, kenapa di ambil lagi?! Tuhan gak adil!"

Arthit jadi tidak tega, ia merasa bersalah karena mendukung sang kakak agar menggugurkan kandungannya, ya memang karena sang kakak hampir gila menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan.

Tetapi bayi itu juga tidak bersalah, namun secara hukum sah-sah saja jika Natcha menggugurkan kandungannya.

Kemudian muncul satu ide di benaknya "tante mau ikut saya? Sebentar aja, mau ya?" Arthit buru-buru meletakan satu lembar uang berwarna hijau di bawah gelas es teh yang sudah setengah gelas tandas.

***

Di ruangan Natcha sudah ada Krist dan ibu Singto, menemani si gadis yang satu jam lagi memasuki ruang operasi. Orang yang Arthit bawa mengundang tanda tanya bagi orang tuanya "siapa dia bang?" Tanya Krist.

Arthit tersenyum canggung "err... jadi gini ceritanya, Oon ketemu dia di kantin tadi..."

Seluruh ruangan itu mendengarkan cerita yang paling muda dengan seksama termasuk Natcha yang menjadi merasa bersalah akan membunuh gumpalan yang tidak bersalah.

"Tante...mau ngerawat anak ini?"

Wanita tersebut yang bernama Pha itu tersenyum haru, Oma selaku yang paling tua memberikan kode kepada menantu dan cucunya agar meninggalkan Natcha berdua saja dengan Andira.

Pha mengangguk "tapi...kenapa?"

Gadis Ruangroj itu menunduk "tante tau kasus Dion?" Pha meraih kursi di samping brankar Natcha.

Keluarga Macamana (Oneshoot)Where stories live. Discover now