31. Si Calon Pengganti

2.5K 894 352
                                    

.
.
.

    Yohan segera bangun dari posisinya, kakinya membawanya ke satu satunya tempat yang Yohan yakin dibicarakan oleh penulis kidung ini. Cukup jauh dia berjalan mengikuti aliran sungai yang kemudian mengantarnya ke sebuah air terjun yang tak begitu curam namun tak juga se rendah itu. Semakin Yohan mendekat kesana, dia semakin melihat bahwa ada keberadaan sebuah goa menganga dibalik guyuran air itu.

    Lubang menganga yang disebut diciptakan oleh alam itu sendiri. Yohan melepas sendal yang dia gunakan lalu berjalan medekat ke arah titik jatuh air terjun itu, sampai di sana, Yohan dihadapkan dengan masalah lain. Itu gimana ceritanya biar Yohan bisa naik ke atas sana? Singkat pemikiran, atas izin Allah yang menganugerahi tangan penulis, Yohan memanjat berbatuan licin itu karena emang nggak ada cara lain.

     Kalo dia niat kembali ke desa dan membawa anak anaknya justru makin absurd aja nanti jadinya. Walau berulang kali harus terperosok karena salah berpijak dan berakhir kejengkang ke belakang sampe punggungnya yang udah agak agak rapuh berkat predikatnya sebagai pemuda jompo makin remuk aja.
 
 
Ayo mbah Yohan, semangat! :v
 

    Dalam percobaannya yang entah keberapa kali, akhirnya tangannya berhasil meraih lantai goa itu, dia menarik tubuhnya dan tubuhnya akhirnya sampai di dalam sana. Yohan mengatur napasnya sebentar, sambil mengusap wajahnya yang basah kena air terjun. Setelah jiwa raganya kembali kondusif, Yohan segera menyusuri goa itu, mencari cari sesuatu yang memungkinkan dia dan kawan kawan bisa segera pergi dari desa ini.

  "Dibawah air yang mengalir deras itu bener di sini, kan? Tapi kok, ngakak banget nggak ada apa apa, anjir." Kata Yohan seorang diri, membuat suaranya bergema disana.

  "Ini sebenernya leluhurnya San nyembunyiin apaan, sih? Benda apaan sampek bikin aku harus repot hampir mati." Yohan terus mengomel, sambil kakinya menendang kerikil di bawahnya untuk melampiaskan kekesalannya. Salah satu yang kena tendang kaki Yohan adalah batu yang berukuran sedang, batu itu mengenai dinding goa dan menghasilkan suara gema.

    Mendengar suara itu, Yohan kebingungan, dia perlahan lahan menyadari sesuatu, suaranya tabrakan di dinding itu berbeda dengan bagian dinding goa lainnya. Mengikuti kalbunya, Yohan medekat ke dinding itu lalu mengetuknya, memastikan kembali jika suara benturan disana dan di bagian lain berbeda. Yohan lalu berdiri, melangkah mundur sedikit lalu berancang-ancang sebelum dia tendang kuat kuat dinding goa itu hingga beberapa serpih batu terlepas dari dinding goa. Yohan ulangi hal itu berkali kali hingga dia benar benar bisa melihat sebuah kota kayu terkubur(?) disana.

     Yohan memegangi kakinya sesaat, pasti banyak lebam nantinya, tapi itu bisa dipikirkan nanti. Dia mengambil kotak kayu itu lalu melihat bahwa kotaknya terkunci. Yohan berdecak kesal, tanpa memikirkan hal lain, langsung dia hancurkan kotak itu dengan cara membantingnya. Berulang kali hingga kotaknya udah nggak berbentuk lagi.

     Yohan sebener benernya berharap hal lain, melihat bentuk kotak bak peti harta karun itu membuatnya berangan kalo didalamnya ada peninggalan koin koin emas buat San atau apalah yang berharga jual tinggi di zaman sekarang. Namun di dalamnya—setelah kotak itu hancur, Yohan hanya menemukan sebuah buku dan beberapa benda kecil runcing yang kayaknya adalah mata anak panah.

     Sebagai manusia biasa jelas Yohan dengan spontan membuka buku itu, memeriksa isinya. Di halaman pertama, tertulis sebuah kata dengan ukuran besar yang tak begitu menarik minat Yohan, kayaknya itu judul bukunya, di bawah tulisan latin yang Yohan akui estetik itu, terdapat sebuah nama, kayaknya nama yang nulis, dan satu satunya hal yang menarik minatnya cuma tulisan tahun yang kayaknya menunjukkan kapan buku itu selesai/mulai ditulis.
 
 

   
MEMOAR
   
-
 

 

Jeno Anaward
1920
  

[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.3 : Kidung RajahWhere stories live. Discover now