11. Menyusun Rencana

2.5K 931 238
                                    

.
.
.

    Changbin yang akhirnya mendengar nama tempat keramat itu terucap dari lisan pria ini jelas bahagia bukan main. Ini titik cerah yang Klub 513 tunggu tunggu. Walau dia hanya ditugaskan untuk memastikan jika si pria gila berasal dari Tunggangalas, Changbin tak ingin menyia nyiakan kesempatan emas ini untuk bertanya lebih lanjut.

  "Bapak kabur dari sana?" Tanya Changbin.
 
 
*Sekarang si pria gila disebut pakai nama aslinya, ya? Yaitu Pak Tumang
   
 
      Pak Tumang mengangguk, "betul! Aku pasti mati kalo tidak pergi."
 
  "Gimana caranya, Pak?" Tanya Changbin lagi.

  "Aku denger suara yang nyuruh aku sembunyi di bukit Rejowerno. Jadi aku nggak ketangkep mereka." Balasnya.

    Changbin menekuk alis, "apakah bapak lihat ada orang lain yang disiksa seperti Bapak?"

  "BANYAK! BUANYAKK BANGET! MEREKA DISIKSA SEMUANYA! ADA YANG SUDAH MATI JUGA!" Teriak Pak Tumang sambil menunjukkan kata 'banyak' dengan tangannya.

  "Siapa pemimpin yang melakukan hal itu?" Akhirnya Changbin sampai pada pertanyaan utama yang ada di kepalanya.

    Berbeda dengan sebelumnya, kini Pak Tumang tampak bisu. Dia ketakutan setengah mati, seakan jika dia menjawab pertanyaan itu, si 'pemimpin' akan datang merobek tenggorokannya saat itu juga. Pak Tumang menggeleng kuat berkali kali, sampai rasanya leher itu akan patah jika digunakan menggeleng beberapa kali lagi.

    Changbin tak mungkin memaksakan pertanyaan itu, walau sudah bisa mengajak Pak Tumang bicara, tidak bisa dilupakan jika faktanya Pak Tumang kini memiliki gangguan pada mentalnya.

  "Kalau tidak mau menjawab tidak apa apa, Pak. Saya tidak memaksa. Namun izinkan saya mengajukan pertanyaan terakhir." Kata Changbin.

    Pak Tumang menatapnya seakan memberi izin.

  "Lagu yang  Pak Tumang nyanyikan setiap hari itu, dimana saya bisa menemukan yang asli dan lengkap liriknya?"  Tanya Changbin.

  "Kalo kamu tertangkap oleh mereka, maka kau akan diajari kidung itu. Kamu akan menyanyikannya sepanjang waktu sampai rasanya kamu akan mati karena serak. Lebih banyak orang yang mati disiksa karena berhenti menyanyikannya sebelum diizinkan daripada yang mencoba melarikan diri." Jawab Pak Tumang.

  "Berarti Pak Tumang menghafalnya juga?" Tanya Changbin penuh harap.

  "Aku sudah melupakan banyak lirik dari setiap baitnya." Jawab Pak Tumang.

  "Tidak masalah, Pak!" Ucap Changbin segera, dia mengambil hp dari saku hp-nya, siap mengetik lirik yang akan dinyanyiin Pak Tumang di note hp-nya.

    Walau penuh keraguan, Pak Tumang mulai menyanyikan bagian bagian kidung yang dia ingat karena walau kidung itu membawa hal mengerikan dalam hidupnya, tak dapat dipungkiri jika Pak Tumang—sebagai seorang seniman tetap menghargai setiap karya dan Kidung Rejowerno adalah salah satu harta karun yang dimiliki oleh tanah ini. Harta karun yang ditulis menggunakan darah Sang Raja, yang mati tak lama setelah merampungkan tulisannya.
 
 
La, Ila.. La, Ila.. La, Ila.. La, Ila..

Rembulane dilila lila..
(Bulannya direlakan)

Suryane dilila lila..
(Mataharinya direlakan)

Segantene dilila lila..
(Lautannya direlakan)

La, Ila.. La, Ila.. La, Ila.. La, Ila..

[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.3 : Kidung RajahWhere stories live. Discover now