[7/10]

592 111 5
                                    

Kukira siapa ...

__________

Menemani dan mengantarkan kekasih pulang adalah tugas pria sejati seperti Blaze. Tentu saja, ia akan menawarkan [Name] untuk pulang bersamanya dengan motor kesayangan.

Namun hari ini, [Name] menolaknya.

"Kenapa?" tanya Blaze dengan nada kecewa.

Blaze tentu bertanya-tanya. Tidak pernah sekalipun [Name] menolak tumpangan dari Blaze. Apakah hari ini gadis kesayangannya itu marah? Tapi, Blaze tidak merasa melakukan kesalahan apapun hari ini.

"Aku ada janji hari ini, Blaze." [Name] dengan suara kecilnya itu menjawab. Hampir saja Blaze tidak bisa mendengarnya akibat angin yang berhembus.

"Janji? Janji apa? Dengan siapa?"

Blaze kelewat penasaran. Tidak harusnya ia wajib mengetahui semua yang dilakukan kekasihnya.

Lagipula, Blaze juga melakukan itu karena hanya cemburu semata.

Eh, memangnya Blaze pernah cemburu?

"Dengan--" Baru saja hendak menjawab, ucapan [Name] dipotong oleh deru mesin motor yang berhenti di depannya.

"[Name], maaf telat. Ayo kita pergi sekarang." Seseorang berbicara kepada [Name] dengan kaca helmnya yang ia angkat terlebih dahulu.

Blaze memandang pemuda itu penuh selidik. Memang terlihat lebih tampan. Tubuhnya pun atletis. Tapi Blaze bisa mencium bau-bau playboy disini.

"Ah, aku pergi dulu--"

"Gak boleh!" Blaze menahan lengan [Name] dan tidak membiarkan dia maju selangkah pun untuk mendekati pemuda asing itu. Ia tidak akan biarkan siapapun merebut kekasihnya. Meski setampan apapun lelaki itu, Blaze juga bisa jadi tampan kalau dia mau.

"Apa-apaan kau ini." Pemuda itu memandang kesal.

"Sudah. Hei, Blaze. Apa yang kau lakukan?" [Name] tampak mencoba menenangkan mereka yang wajahnya sudah memasang tampang musuhan.

Blaze menarik [Name]. Satu tangannya memegang baju di pinggang [Name]. Dan satu lagi memegang pundak [Name]. Sementara Blaze menyembunyikan separuh wajahnya di pundak Blaze.

"Apa kau lihat-lihat? Sana pergi."

"Kau ini ngajak berantem, ya."

"Cukup!" [Name] mengeluarkan suara yang cukup keras sampai-sampai keduanya terkejut.

Ia memutar badan. Menghadap Blaze yang masih memasang wajah tercengang. "Blaze, kenapa kau melakukan ini?"

"Kenapa? Dia siapa? [Name] jangan duakan aku." Blaze takut ditinggal meski [Name] tidak ada niatan untuk meninggalkannya.

"Si bodoh ini mengira aku mencoba merebutmu, kak." Pemuda itu bersuara.

Blaze diam sebentar. "Kak?"

"Ah, dia adikku. Hari ini aku janji bertemu makan malam keluarga." [Name] menjelaskan lagi.

"Adik?" Blaze melihat wajah mereka bergantian. "Tapi kalian gak mirip."

"Kami saudara beda ibu. Makanya makan malam ini diadakan untuk reuni diantara anak-anaknya." [Name] sedikit tersenyum kala itu. Kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup wajah Blaze dan mengelus-elusnya. "Aku tidak bisa melewatkan ini."

"Begitu." Blaze terdengar sedikit sedih mendengar keadaan keluarga [Name]. "Baiklah, maaf soal tadi. Kamu bisa pergi."

"Kalau begitu, aku pergi dulu." [Name] senyum, lalu berjalan mendekati pemuda yang adalah adik tirinya itu.

"Tunggu!" Blaze lagi-lagi menarik tangan [Name].

"Kenapa?"

"Umm, lain kali setelah ini. Kau bisa bercerita padaku tentangmu kalau kau mau." Blaze terlihat tidak bisa menatap wajah [Name] karena malu.

"Baiklah, terima kasih, Blaze." [Name] menepuk-nepuk pelan kepala Blaze.

.

.

• Bonus •

"Nanti kalau udah sampai, kabari aku ya."

"Iya."

"Kalau sudah pulang, kabari aku juga ya."

"Iya, Blaze."

"Kalau mau tidur--"

"Bacot amat sih, emang otak bucin lu."

"Diem lu jomblo!"

__________

... Ternyata cuma adik tiri :)

My Cool Darling || Boboiboy Blaze [End]Where stories live. Discover now