"Didinding gua kegelapan terdapat banyak tulisan berupa ukiran atau berupa lainnya. Apa saja isi tulisan-tulisan itu, Irina?"

"Mantra-mantra sihir kegelapan, beberapa ritual khusus, jenis-jenis racun dan lainnya. Saya tidak membaca keseluruhannya."

Penyihir Agung tidak bertanya lebih lanjut. Sepertinya dugaannya benar, pasti ada petunjuk mengenai kutukan pada Putra Mahkota.

"Ngomong-ngomong, Anda tadi pergi kemana?" Basa-basi Irina.

"Dari Istana, bertemu Raja Charlie. Aku menceritakan apa yang terjadi padamu." Balas Penyihir Agung.

Mata Irina melebar, "Kenapa Anda menceritakannya pada Raja?"

"Aku dan Raja memutuskan untuk menutup rapat mulut kami. Tidak perlu khawatir."

Irina menghela napas, "Kalau sampai Pangeran Hector tau, itu memalukan."

"Kenapa? Kau masih mengharapkannya?" Ucap Penyihir Agung menanggapi.

Irina menggeleng. "Masa depan saya akan sama jika saya masih mengharapkannya."

"Sekedar masukan untukmu. Ketika terlintas pikiran untuk balas dendam, sebenarnya saat itu juga kau telah kalah. Akan lebih baik jika kau fokus meningkatkan kapasitas diri, buat kehadiranmu menjadi sesuatu yang bernilai agar mereka yang pernah meremehkanmu menyesal."

"Terima kasih atas nasehatnya, Guru." Balas Irina seadanya.

"Irina, sebaiknya kau tulis pesan untuk kedua orang tuamu. Untuk beberapa waktu kedepan, kau akan jarang menemui mereka." Kata Penyihir Agung karena ia melihat dua orang menunggu digerbang, ia yakin itu adalah orang suruhan ayah Irina.

"Baik, Guru."

"Salam hormat saya, Yang Mulia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Salam hormat saya, Yang Mulia." Kata Helios seraya menekuk lehernya.

"Duduklah." Ujar Charlie mempersilakan.

Helios mendudukan diri dihadapan ayahnya. "Aku lelah, ingin istirahat. Apa tidak bisa dibicarakan besok saja?" Ia menanggalkan kesopanannya karena hanya ada mereka berdua di ruangan ini.

"Ini penting." Ia memberikan banyak tugas untuk Helios. Tugas-tugas tersebut tentu saja mengharuskan Helios melakukan perjalanan dari pagi hingga malam. Dan sekarang hari sudah menjelang larut, wajar jika putra sulungnya berwajah masam seperti sekarang.

"Apa?"

"Kau tidak ingin menikah?" Charlie menuangkan minuman beralkohol ke dalam cangkir yang bentuknya rendah dan lebar, serta memiliki dua pegangan kanan kiri yang terletak simetris. Lantas memberikannya pada Helios.

Helios menenggak alkohol yang pembuatannya melalui penyulingan tersebut. "Pertanyaan macam apa yang ayah katakan barusan? Kejadian yang lalu belum membuat ayah percaya jika kutukan ini memang membunuh orang yang menikah denganku?"

Lima tahun yang lalu ada seorang wanita yang begitu tergila-gila dengan Helios, wanita tersebut merupakan putri dari mantan Hakim kerajaan. Keluarga tersebut terlebih dahulu mengajukan lamaran, dan Raja Charlie tentu saja menolak. Namun mantan Hakim dan putrinya berpikir bahwa, siluman yang memberi Helios kutukan telah dilenyapkan, begitu pula dengan kutukan tersebut yang sudah terpatahkan sejak si pemberi kutukan musnah.

Setelah kesepakatan terjalin dan keluarga tersebut bersedia menerima segala konsekuensinya, upacara pernikahanpun dilangsungkan. Helios memang tidak mencintai wanita itu, tapi tidak ada penolakan darinya atas pernikahan tersebut. Wanita itu memiliki paras cantik dan berkulit putih. Helios sebagai pria normal tentu saja tergoda ingin meniduri wanita itu. Namun sebelum hasratnya tersalurkan, wanita itu kejang-kejang disertai mata yang melotot, dari mulutnya keluar cairan hitam menjijikan dan tidak lama wanita itu meregang nyawa. Tidak sampai disitu, raga wanita itu juga berubah menjadi ular. Kutukan tersebut benar-benar nyata, 'wanita yang menikah dengannya akan mati'.

"Aku hanya bertanya." Balas Charlie. "Penyihir Agung menemukan petunjuk, memang belum tentu kebenarannya. Tapi mungkin saja petunjuk itu dapat mematahkan kutukanmu. Petunjuknya ada dihutan terlarang. Seandainya kau tertarik, Penyihir Agung memiliki cara agar kau dapat masuk kesana."

"Untuk apa aku membahayakan nyawaku dengan memasuki hutan terlarang? Lagipula tidak ada wanita yang aku cintai, aku belum ingin menikah." Tolak Helios.

"Aku ingin kau memiliki keturunan, juga memberikan penerus setelahmu nanti pada Kerajaan. Setelah aku pikir-pikir, tidak ada salahnya mencoba pergi ke hutan terlarang. Penyihir Agung akan memikirkan cara agar kedatanganmu kesana tidak membahayakan nyawamu." Begitulah yang dikatakan Penyihir Agung padanya. Dan bagi Charlie, kenapa tidak mencoba seandainya memang hanya itu jalan satu-satunya?

"Kalau hanya keturunan, mungkin aku bisa memberikannya." Ujar Helios diakhiri dengan kekehan. Lantas kembali menenggak alkohol di cangkirnya.

Charlie mendengus kesal, padahal ini pembicaraan serius namun Helios justru menanggapinya dengan candaan. Ia menyudahi pembahasan tersebut. "Penyihir Agung menitip pesan, dua minggu lagi kau diminta ke gunung putih."

Helios mengangguk, memahami perkataan ayahnya barusan. "Ada lagi yang perlu dibicarakan? Aku sudah mengantuk."

"Sudah cukup, pergilah beristirahat."

Helios bangkit dari posisinya kemudian menekuk leher, "Selamat malam. Permisi, Yang Mulia." Lantas berlalu dari sana.

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

The Fate Of Irina (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now