Chapter 6 | Fight The Devil

Start from the beginning
                                    

Shean fokus berpikir. Ada beberapa kemungkinan buruk menanti di depan sana. Jika ia benar-benar keluar begitu saja melalui pintu, pasti tubuhnya akan berlubang lebih banyak dengan hujanan peluru pistol Keith.

Selain itu, jika dia menetap di dalam kamar dan memohon maaf, sama saja memohon dipersingkat umurnya menghadap Tuhan. Jika ia melompat dari apartemen, tidak yakin jika dia benar-benar mati saat tubuhnya menghantam jalanan atau justru dia masih hidup dengan merasakan sakit yang amat luar biasa akibat tubuhnya menghantam lantai dasar yang dimana pilihan tersebut adalah paling buruk.

Jalan satu-satunya adalah, menaklukkan iblis itu. Entah dirinya mati ditangan Keith, atau sebaliknya. Asalkan Shean bisa melawan iblis itu, sudah cukup baginya. Tiba saatnya untuk berpikir strategi mengalahkan iblis. 

Shean sesekali mencuri-curi pandang untuk mengamati Keith yang memang sedari tadi tak berkutik. Shean mencoba berdiri dan berjalan keluar kamar. Langkahnya mendekati meja dapur. Sedangkan matanya sibuk mencari berbagai alat untuk digunakan sebagai senjata melawan iblis itu. Ada pisau dapur tertata rapi di dalam laci dan harta karun. Ia menemukan telepon genggam di samping tatanan pisau dapur.

Matanya melirik diam-diam mengamati Keith yang masih duduk di dalam kamar. Pandangan Keith sendiri tak lepas darinya. Shean tak bisa melakukan panggilan karena, pasti Keith akan bertindak ketika tahu Shean sedang menelepon seseorang. Jadi, dia memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci rapat pintu kamar mandi.

Akhirnya, dia bisa melakukan panggilan dengan leluasa. Jarinya menekan tombol nomor sesuai dengan nomor yang diberi tahu pria yang membantunya sebelumnya. 9-1-1 adalah nomor yang dituju. Jempol kanannya langsung menekan tombol dial-in.

Didekatkan telepon itu pada telinga Shean, "Ha-halo?"

"Hello, it's 911, what's the emergency?"

"Tolong aku, kumohon. Saya diserang oleh pacar saya. Jika polisi datang dan menemukan salah satu jasad saya maupun pacar saya, kemungkinan pembunuhnya adalah yang masih selamat. Jika keduanya mati, pasti ada yang bunuh diri. Jika yang satu tidak ada, tapi ada mayat, pelaku kabur. Nama pacar saya adalah Keith Anderson. Saya Sheanne Lawson," Shean berbisik dengan terburu-buru tak peduli dispatch yang terhubung olehnya mendengar jelas atau tidak.

"Yes, ma'am. Bisakah anda−"

Shean buru-buru mematikan telepon tatkala mendengar Keith memanggil namanya dari balik pintu seraya menggedor keras. "Siapa yang kau telepon?!" suara parau Keith terdengar seperti memekakkan telinga Shean.

Ia kembali fokus mengubungi nomor 9-1-1. "Ha-halo? Apakah kau masih dengar suaraku?"

"Ya, saya mendengarnya jelas. Apakah anda baik-baik saja di sana? Tetaplah berada disaluran telepon ini. Dan bisakah anda memberi letak lokasi anda berada?"

"Saya baik-baik saja. Posisi saya ada di Apartemen Gardandila. Lantai 4. Nomor kamarnya,−"

BRAK BRAK BRAK!

Keith mencoba mendobrak pintu kamar mandi. Shean mulai panik sebab dobrakan pintu itu mulai membuahkan hasil. Engsel pintu rusak, pintu kamar mandi terbuka jamblang. Sosok Keith yang berdiri tegap dengan kedua tangannya masing-masing menggenggam palu dan pemahat kayu. Layaknya psikopat yang sedang menunggu mangsanya.

"Kepada siapa kau menele−"

Shean melayangkan penutup toilet tepat di wajah Keith. Sebuah langkah berani untuk melawan monster. Pria di hadapannya terhuyung-huyung dengan menutupi wajahnya. Bayangkan saja, Shean berhasil menanggalkan beberapa gigi Keith dengan penutup toilet. Betapa tercabik-cabiknya harga diri pria yang penuh keberingasan itu.

Seketika aura membunuh Keith terpancar luas menyesakkan di dalam ruangan berpetak sempit itu. Seakan-akan cukup dengan menunjukkan auranya, membuat nyali Shean menciut. Kesetanan yang brutal mampu mendominasi musuh di hadapannya. Shean terpojok. Kamar mandi bukanlah tempat bersembunyi maupun berlindung yang tepat.

"FUCK YOU!"

Keith menjambak rambut Shean dan menyeret tubuh ringkih itu keluar dari kamar mandi. Membanting keras tubuh Shean di lantai dapur, dia mencecar wajah Shean dengan kepalan kuat penuh amarah. Hingga seluruh wajah Shean lebam-lebam. Terkulai lemah tak berdaya. Shean kalah telak.

Persiapan menaklukan iblis biadab itu kurang matang. Tapi tenang saja, setidaknya Shean sudah menelepon bantuan. Tak peduli dia ditemukan bernyawa atau tidak. Yang jelas, iblis ini harus diadili seadil-adilnya! Kalaupun tidak dapat diadili di Dunia, di Akhirat pun dia akan bernegosiasi kepada Tuhan untuk menghukum Keith sepedih-pedihnya!

Dari sudut matanya, ia melihat Keith tengah sibuk merusak ponsel di dalam kamar mandi dengan palu. Di tengah Keith yang lengah, Shean mencoba beringsut perlahan. Mencoba merangkak mendekati sosok tersebut dan mengeluarkan pisau yang disimpan di balik gaunnya. Begitu mendekat, dia langsung menikam tubuh pria gahar itu dengan pisau.

 Begitu mendekat, dia langsung menikam tubuh pria gahar itu dengan pisau

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Padahal, ia sudah menusuk sekiranya empat kali pada punggung Keith. Tetapi, Keith masih sadar dan terlihat biasa saja. Ternyata tikamannya tidak terlalu dalam dan tidak cukup untuk melumpuhkan pria berbadan besar dan juga memiliki otot kekar.

Tangan kanan Shean terpelintir. Pisau jatuh di tangan Keith. Senjata makan tuan, pisau itu tertancap di lengan kanan Shean walau ia sudah berusaha menghindar. Gadis yang tengah kewalahan itu berlari sempoyongan menjauh dari jangkauan iblis. Dengan gemetaran dan menahan sakit, ia mencoba menarik pisau dari lengannya dan menebas-nebaskan pisau di udara seperti meminta iblis itu jangan mendekat.

Shean terus mundur hingga punggungnya menyentuh dinding. Sudah terpojok. Akan tetapi, Tuhan berkata lain mengenai nasibnya. Kali ini Tuhan memihak Shean. Keith merintih kesakitan sebab kakinya tidak sengaja menginjak paku payung yang tidak tahu dari mana asal paku payung tersebut. Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.

Dengan cepat, Shean menikam berkali-kali tubuh Keith. Kali ini ia tak ragu untuk membunuh iblis yang melemah itu. 30 lebih tusukan mengoyak badan Keith. Hingga Shean berhenti pada tusukan ke-37 karena kedua tangannya sudah mati rasa.

Shean membiarkan pisau tertancap di tubuh yang bersimbah darah itu. Beberapa detik ia mengamati sekeliling banyak sekali cipratan darah. Seluruh ruangan tampak mengerikan bagaikan neraka. Beberapa saat ia menoleh pada wajah yang tidak dapat dikenalnya. Keith, pria yang selama ini membuatnya ketakutan, mati di tangannya.

Badan Shean sudah tidak kuat lagi untuk bergerak. Berkutik sedikit saja, nyeri satu badan bukan main. Ia memilih untuk ambruk di samping mayat monster. Shean memejamkan matanya. Merasakan rehat sejenak.

'Aku berhasil. Akhirnya aku... bebas'

***

_____

Gimana? Seru nggak chapter kali ini? :v

Jangan sampe dibawa mimpi yah. Nanti kyak aku wkwkwk

Slap vote kalau kalian suka ceritanya dan jgn lupa follow :D Terima kasih sudah membaca <3

_____

Beautiful Flowers: Always Got Picked UpWhere stories live. Discover now