34. Tanpa judul✧

Start from the beginning
                                    

***

Fabio tetap mengganti bajunya menjadi seragam olahraga walau ia tidak tau akan praktek olahraga yang berat atau tidak, bisa di bilang ini praktek terakhir sebab Minggu depan mereka sudah akan fokus ke persiapan US.

Fabio menatap lama cermin didepannya, tangannya mengusap dada yang dimana ditempat itu sudah ada bekas luka yang ia dapatkan dari operasi. Mungkin sekitar umur 3 atau 4 tahun ia menjalani prosedur tersebut, Fabio tidak mengingat dengan jelas.

Entah kenapa, padahal ia sudah operasi, tapi kenapa tidak sembuh dan justru memburuk diusianya yang remaja ini. Fabio harus kembali berjuang di meja operasi untuk kedua kalinya, dan ia harap nanti juga berjalan dengan lancar sebagimana semestinya.

"Tolong bertahan lebih lama lagi."

"Yo, masih lama ganti bajunya?" Kata Bagas dari luar, Fabio tersentak dari lamunannya.

"Nggak, bentar lagi." Ia buru-buru mengenakan bajunya, merapihkan terlebih dahulu lantas keluar dari sana, mendapati Bagas dan Gio yang juga sudah berganti baju.

"Lo yakin Yo? Kayaknya mendingan lo di kelas aja deh, sekarang juga panas banget. Kita prakteknya di outdoor." Saran Gio sembari ketiganya melangkah ke arah lapangan, dimana teman-teman yang lain sudah mulai berdatangan.

"Tenang aja, pak guru udah tau kok, gue juga tau batasan diri." Kedua orang didekatnya mengangguk paham.

Bagi yang belum tahu, mereka menatap aneh ke arah Fabio. Dimana ia diam saja dibandingkan mereka yang harus berlari keliling lapangan, Fabio mengetahui itu dan hanya bisa diam.

"Capek banget! Udahan gitu panas lagi!" Keluh salah satu siswi.

"Pak! Masa dia diem aja sih? Kita capek loh di suruh lari," protesnya lagi pada sang guru, mata ekornya melirik Fabio yang tengah bercengkerama dengan Bagas dan Gio.

Melihat tidak ada jawaban dari sang guru, siswi tersebut tidak tinggal diam, "aduh pak! Jaman gini masih aja pilih kasih sama murid!! Dia korupsi sama bapak? Di bayar berapa sama dia!"

Suara yang keras itu mampu membuat semua orang tertuju padanya, tak terkecuali sang guru yang merasa ucapan muridnya ini tidaklah sopan

"April, apa pantas kamu bilang gitu sama guru kamu?" Kata guru dengan tegas.

"Apa bapak juga pantes memperlakukan muridnya berbeda?"

"Maksud kamu apa? Bapak nggak pernah pilih kasih sama kalian."

"Fabio pak! Masa dia cuma duduk dipinggir, sementara kita lari lapangan 10 kali, apa itu adil?" Mendengar nama yang diucapkan, sontak mereka menyorot Fabio yang ada disana.

"Iya tuh pak, mentang-mentang dia anak baru, jangan gitu dong pak." Protes juga yang lain.

"Udah! Udah! Bapak ada alasan ngelakuin ini semua! Kalian jangan sok menghakimi tanpa tau kebenaran yang ada, kalian udah gede harusnya bisa buang sikap kekanak-kanakan kalian!" Guru tersebut berusaha untuk melerai.

"Kalo gitu suruh dia lari pak, biar adil."

"Iya tuh, bener."

Fabio, orang yang menjadi bahan permasalahan dia mengepalkan tangannya kuat, bukan marah namun ia kecewa dengan dirinya sendiri.

"Diam! Fabio baru sekolah karna sakit, apa itu nggak cukup buat alasan bapak nggak suruh dia lari?"

"Dia' kan cowok pak! Masa gitu aja nggak bisa." April belum tentu belum puas, ia terus memojokkan Fabio.

"April! Kalo gitu lagi silahkan ke__

"Saya akan lari pak." Suara Fabio memotong sang guru, sudah cukup ia tidak sanggup melihat kegaduhan yang berasal darinya ini. Ia takut mendapatkan tatapan benci dari teman-teman sekelasnya, Fabio takut di benci lagi.

Batas Akhir [END]✓Where stories live. Discover now