× Chapter 12

2K 336 37
                                    

Song for this chapter: Almost Is Never Enough - Ariana Grande

---

London, December 12th 2014

Semuanya sudah selesai bagi Zoe. Harapan, penantian, janji, semuanya hilang. Tapi rasa kecewa itu masih ada, selalu membekas, seakan membuat prasasti menyakitkan di dalam Zoe. Dia sadar bahwa semua yang dilakukannya ini semua... sia - sia. Lalu apa yang akan dilakukannya besok, lusa, dan selanjutnya? Bunuh diri? Ha. Tidak. Zoe bukan tipe orang yang dengan gampangnya bunuh diri hanya karena masalah seperti itu. Baginya semua masalah tidak akan terselesaikan dengan tindakan bodoh seperti membunuh diri sendiri. Dia tidak mau rasa kecewanya akan menyebar ke orang - orang yang dia sayang jika dia melakukan itu.

Sesungguhnya Zoe baru menyadari kalau janji itu memang hanya main - main, hanya sekedar ucapan anak kecil yang belum punya pikiran panjang dan dewasa. Zayn pasti hanya bercanda saat dia berjanji waktu itu. Ya, Zoe baru menyadari hal itu sekarang. Maka dari itulah Zoe merutuki dirinya sendiri. Mengapa dia baru sekarang? Setelah semua harapannya jelas - jelas tidak akan tercapai?

Ingatan - ingatan itu selalu memenuhi pikirannya. Janji konyol itu, kepeduliaan Zayn, rasa cemburunya saat Zayn bersama gadis lain, tawa Zayn, dan yang paling Zoe ingat adalah,

Ciuman pertamanya.

Zayn mendapatkannya. Zayn mendapatkan ciuman pertama Zoe. Gadis itu selalu ingat dengan rasa manis bibir Zayn saat menyentuh bibirnya. Lembut dan penuh kasih sayang. Zoe kira ciuman itu adalah tanda dari Zayn yang menunjukan cintanya. Tapi ternyata Zayn tidak menganggap penting ciuman itu.

Dan malam ini. Ditempat ini, ditemani beberapa bintang yang menyaksikan, serta air dari sungai yang hampir beku karena musim dingin. Zoe menangis. Gadis itu membiarkan air matanya mengalir dan jatuh melewati pipinya yang memerah kedinginan.  Dia tidak peduli dengan suasana malam yang hampir membuatnya beku. Ini tidak sebanding dengan apa yang didapatnya. Lima tahun dan--astaga, sudah cukup.

Tapi Zoe malah berharap malam ini Zayn akan datang padanya. Zayn akan kesini menemani malamnya. Zayn akan kesini untuk mendengarkan semua hal yang Zoe ingin jelaskan. Tapi sepertinya semua itu mustahil. Zoe menebak malam ini Zayn pasti sedang sibuk memikirkan calon istrinya yang besok akan menjadi istri sahnya. Zayn pasti sedang berbahagia malam ini.

Zoe sudah siap menerima semua. Setelah berperang melawan batin, dia sadar dia bukan siapa - siapa Zayn. Dia sudah siap dengan segala konsekuensi yang harus diterimanya.

Perlahan, tangan Zoe tergerak untuk menyalakan iPhonenya dan membuka aplikasi pesan. Dia mengetik beberapa kalimat dan mengirim ke nomor telepon seseorang yang baru saja dua hari yang lalu dia dapatkan dari asistennya, Nancy.

To: Z.M

Thames river. Now. Don't be late.

- Z. S.

Zoe tidak tahu apa yang dilakukannya ini benar atau tidak, tapi dia sudah menegaskan kalau malam ini, semuanya akan terbongkar. Seluruh hatinya, perasaan, rasa kecewanya akan dia luapkan malam ini. Zoe tahu dia akan menghabiskan seluruh air matanya terbuang begitu saja malam ini, tapi dia tahu ini keputusan yang terbaik.

20 menit, 35 menit, Zoe menunggu. Berkali - kali dia mengeratkan atau memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya malam yang sudah semakin larut. Ini sudah pukul setengah sembilan lewat tetapi Zayn belum juga datang. Apa mungkin dia tidak membaca pesannya?

Tiba - tiba, Zoe mendengar sesuatu.

Dia menoleh ke kanan - kiri, tidak ada. Menoleh ke belakang, Zoe hampir saja berjengit kaget ketika melihat orang yang ditunggu sedang berdiri dibelakangnya bak patung. Zoe membuang nafas kasar.

Everything Has ChangedWhere stories live. Discover now