22

1.1K 221 33
                                    

Asahi mendengar suara bisikan secara berulang-ulang di telinganya. Suara rintihan wanita juga suara derap langkah kaki terdengar naik turun di tangga menuju ke lantai tiga, terdengar sangat jelas. Asahi sudah biasa mendengar suara-suara seperti itu, tetapi tetap saja bulu kuduknya seketika meremang, lalu ia mempercepat langkahnya menjauhi lorong yang sangat sunyi dan mencekam.

Brukk!

Ponsel Asahi terjatuh ke lantai di sertai dengan matinya lampu seluruh rumah. Asahi yang tidak bisa melihat sekitar karena gelap meraba-raba lantai untuk mencari ponselnya. Saat merasa apa yang ia cari sudah ditemukan, di ambilnya ponsel itu lalu ia menyalakan flash di ponselnya.

Pada saat Asahi menyoroti sekelilingnya, ia merasa ada angin yang lewat tepat di depan wajahnya, lalu angin itu kembali terasa di punggungnya seperti sedang memutari dirinya.

Suasana sunyi dan mencekam itu pecah oleh suara derap langkah yang semakin lama semakin terdengar jelas seperti sedang berlari ke arah Asahi berdiri.

Asahi mengumpat pelan karena suara itu berasal dari arah belakang tubuhnya. Asahi mematikan ponselnya, takut jika orang itu menyadari kehadirannya. Suasana di lorong begitu mencekam, sementara suara langkah kaki itu tiba-tiba menghilang.

“Dimana dia?” gumam Asahi.

“di sini,” bisik seseorang di samping dirinya.

Asahi terdiam. Bulu kuduknya meremang begitu suara entah milik siapa terdengar dengan jelas di telinganya. Padahal Asahi berdiri tepat di samping tembok, tidak mungkin ada seseorang yang berdiri di sebelahnya. Kalaupun ada, sudah pasti Asahi bisa melihatnya, tetapi hanya ada Asahi sendirian di lorong yang sepi dan gelap ini.

Asahi mengarahkan cahaya dari ponselnya ke berbagai arah. Saat ia menyorot ke arah tangga, sebuah kepala menggelinding lalu berhenti tepat di depan kakinya. Sosok itu menatap Asahi lalu berteriak dengan keras. “Di sini! di sini! di sini! aku di sini!!” teriaknya begitu nyaring.

Asahi berlari dengan cepat, karena seluruh lampu mati, ia berlari seraya menabrak apapun yang ada di depannya. Selama ia melihat makhluk-makhluk tak kasat mata, baru kali ini Asahi benar-benar ketakutan. Makhluk yang ada dirumah ini sangat berbahaya, berbeda dengan makhluk biasa yang masih bisa Asahi abaikan dan ia usir.

Tangan Asahi merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel, namun tidak ada apa-apa di dalam sakunya. Asahi mengacak rambutnya dengan kasar. Sepertinya ponsel Asahi terlempar saat dia berlari tadi.

Tiba-tiba Asahi menutup matanya saat sebuah cahaya menyorot wajahnya. Saat ia membuka mata, Jihoon dan Junkyu berjalan kearahnya dengan sebuah senter di tangannya. Asahi tersenyum melihat kedua mata Jihoon yang sembab. Seolah paham apa yang dirasakan oleh temannya itu.

“Lo gak takut sama dia?” tanya Asahi sambil menunjuk Junkyu dengan dagunya.

“Dia temen gue!” sahut Jihoon sewot.

“Jadi sekarang gimana?” tanya Junkyu.

Jihoon menatap Junkyu dan Asahi bergantian. “Kita harus sadarin mereka yang kerasukan. Sulit buat pergi dari sini kalau lawan kita, teman kita sendiri.”

Junkyu dan Asahi mengangguk setuju.
Asahi merebut senter di tangan Jihoon lalu berjalan lebih dulu, diikuti oleh Jihoon dan Junkyu di belakangnya. Saat ketiganya berbelok, mereka melihat Jeongwoo yang sedang terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya yang terdapat darah yang sudah mengering.

Mereka terdiam, memastikan apakah Jeongwoo masih dirasuki atau sudah tersadar. Melihat gerak gerik Jeongwoo yang sedang kesakitan, Asahi berjalan mendekat kearahnya.

Geist | TreasureWhere stories live. Discover now