13

1.3K 256 15
                                    

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Hujan semakin deras ditambah petir yang menggema di udara. Hujan yang terus mengguyur membuat beberapa orang berdiam diri di dalam kamarnya masing-masing. Hanya ada Hyunsuk yang sedang duduk di dapur sambil menyeruput minuman hangat serta Yedam yang sibuk menonton televisi.

Jihoon yang tidak merasa ngantuk sama sekali langsung keluar kamarnya ketika mendengar suara televisi. Begitu sampai di bawah ia langsung duduk di sebelah Yedam, ikut menonton.

Beberapa menit mereka berdua tidak bicara sedikitpun. Jihoon sudah sangat bosan karena tontonannya kurang menarik lalu ia beranjak dari tempat duduknya hendak pergi ke suatu ruangan. Yedam yang melihat pergerakannya hanya diam karena terlalu fokus menonton.

Begitu masuk ke dalam ruangan tersebut, Jihoon langsung memandangi setiap lukisan yang berada di sana. Entah kenapa Jihoon selalu dibuat penasaran saat pertama kali ia memasuki ruangan itu. Padahal teman-temannya tidak ada yang mau dan betah berlama-lama di dalam sana karena selain banyak lukisan, diruangan itu juga memiliki aura yang sangat mencekam sehingga orang-orang malas berlama-lama disana.

Lukisan seorang anak kecil itu menjadi alasan mengapa Jihoon berada disana. Tangannya terulur hendak menyentuh lukisan itu namun terhenti saat melihat sebuah tulisan yang tidak begitu dapat ia baca karena warna dari tulisannya sudah memudar.

Begitu Jihoon menyentuhnya, tiga lilin dengan penyangga emas langsung terjatuh dari atas meja dengan keras sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Jatuhnya lilin itu bersamaan dengan jatuhnya sebuah foto, lalu Jihoon mengambil foto itu dari lantai.

Di foto itu ada seorang perempuan yang sedang tersenyum kearah kamera sambil duduk di sofa. Jihoon akui perempuan di foto itu sangat cantik dan anggun. Begitu ia membalikan foto tersebut ada berupa tanggal yang di catat di belakangnya

10 Maret 2015.

Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Jihoon mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan, ia melihat sebuah sofa yang ditutupi oleh kain putih di dekat jendela. Karena penasaran Jihoon langsung menyibakkan kain tersebut. Setelahnya ia langsung terdiam saat melihat sofa itu sama percis dengan sofa yang diduduki oleh perempuan di foto tersebut.

“Ngapain lo?”

Suara seseorang dari belakang tubuhnya membuat Jihoon hampir berteriak. Menyadari kedatangan Junkyu, Jihoon langsung berpura-pura sedang membenarkan bajunya yang sedikit kusut sambil mengantongi foto itu ke dalam sakunya agar Junkyu tidak curiga.

“Kayaknya lo tertarik sama lukisan itu, ya?” tanya Junkyu sambil menunjuk lukisan yang sedari tadi menjadi perhatian Jihoon.

Jihoon mengangguk. “Kalau kakek gue liat pasti dia pajang di rumahnya. Apa gue bawa aja ya buat oleh-oleh?”

Junkyu membulatkan matanya. “Oleh-oleh kesasar gitu? Jangan ngaco! Gak ada yang tahu rumah ini milik siapa, jangan ngambil barang sembarangan.”

Jihoon tertawa pelan melihat raut wajah Junkyu. “Siapa yang gak tertarik, sih? Begitu masuk lo udah disuguhi perabotan rumah yang mewah dan antik.”

Ucapan Jihoon memang benar, Junkyu pun tertarik dengan benda-benda mewah itu saat dia pertama kali masuk ke dalam rumah.

“Lo gak takut sendirian di ruangan ini?” tanya Junkyu tiba-tiba membuat Jihoon menoleh ke arahnya.

“Kenapa harus takut?” bukannya menjawab Jihoon malah balik bertanya.

Junkyu menunjuk barang-barang yang berada di sekeliling mereka. “Lo liat aja, banyak barang yang ditutup kain putih apalagi lukisan-lukisan yang dipajang aneh banget.”

Geist | TreasureWhere stories live. Discover now