10

1.4K 283 5
                                    

Mashiho sedari tadi berdiam diri di depan gerbang. Ia sedang menunggu perempuan yang berbicara dengannya tempo hari. Mashiho penasaran ada apa dengan rumah yang dia dan teman-temannya tempati. Ia merasa kalau perempuan itu tahu sesuatu tentang rumah itu.

Jika ditanya apakah Mashiho sudah mulai percaya dengan keberadaan makhluk halus atau tidak? Maka jawabannya tidak. Mashiho masih belum percaya, tapi dia mulai tertarik dan ingin mencari tahu. Ia jadi penasaran apakah benar rumah yang sekarang ia dan teman-temannya tempati itu berkaitan dengan hantu atau hanya cerita dari mulut ke mulut sehingga orang-orang berspekulasi kalau rumah itu adalah rumah berhantu.

Sudah sekitar dua puluh menit Mashiho berdiri, perempuan itu tak nampak sedikitpun. Orang-orang yang selalu berlalu lalang pun tidak terlihat sama sekali. Sepi, seperti perumahan yang sudah tidak berpenghuni.

Mashiho merasa keheranan, padahal di siang hari seperti ini biasanya ada banyak orang yang berlalu lalang, tetapi orang-orang tidak terlihat satu dua orang pun. Berbeda dengan tempat tinggalnya yang selalu ramai. Ia merasa tidak terbiasa dengan suasana sepi seperti ini.

Srekkk

Mashiho mengedarkan pandangannya ketika mendengar suara langkah kaki. Tidak ada siapa-siapa. Mashiho mencoba berpikir positif, mungkin suara itu berasal dari hewan, pikirnya.

Terlalu lama berdiri dan orang yang dicarinya tidak ada, Mashiho memutuskan untuk masuk kedalam rumah. Begitu ia berbalik badan, seorang kakek dengan punggungnya yang sudah membungkuk berdiri dibelakang tubuhnya. Bahkan Mashiho sampai memundurkan langkahnya karena terlalu kaget dengan kehadiran kakek itu yang secara tiba-tiba berada dibelakangnya.

Meski begitu, Mashiho kembali berpikir positif, mungkin saja ia tidak sadar kalau ada seseorang dibelakangnya karena terlalu fokus menunggu perempuan itu.

“Cari siapa?” tanya kakek-kakek itu dengan suara seraknya.

Saat ini Mashiho terlihat sangat gugup dan detak jantungnya berdegup kencang. “S—saya lagi nyari seseorang, ka—kakek udah lama disini?”

“Ya, sudah lama.”

Beliau menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Karena bingung ingin berbicara apalagi, Mashiho mengusap tengkuknya karena beliau masih menatapnya tanpa berbicara.

Lama terdiam, kakek itu melenggang pergi begitu saja. “Hati-hati,” ujarnya cukup pelan, tetapi Mashiho dapat mendengar ucapannya.

Pandangan Mashiho terus menatap punggung kakek itu yang masih dekat jaraknya karena sudah cukup tua beliau berjalan dengan lambat. Lalu Mashiho mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam perkarangan rumah.

Tiba-tiba Mashiho merasakan angin berhembus perlahan di tengkuknya. Pelan dan hangat, lalu ia merasakan bulu kuduknya merinding. Mashiho berbalik ingin melihat kakek itu tetapi beliau sudah tidak ada. Padahal tidak mungkin beliau bisa menghilang dalam sekejap mata apalagi beliau berjalan dengan bantuan tongkat.

Meski merasa janggal, ia mencoba mengabaikan kejadian yang baru saja terjadi. Sekarang Mashiho berjalan menuju rumah karena mencari pun tidak tahu harus kemana, menunggu pun mau sampai kapan. Jadi, ia memutuskan untuk mencari perempuan itu lagi besok.

Begitu sampai di depan pintu, ia mendengar suara ribut dari arah dapur. Terlihat Jihoon dan Yoshi yang sedang memasak, sedangkan  Jeongwoo dan Junkyu duduk dikursi meja makan sambil menidurkan kepalanya di atas meja.

Jeongwoo berdecak kesal ketika melihat Yoshi yang sedang memotong wortel. “Gue nggak mau makan sayur.”

Yoshi yang mendengar keluhan Jeongwoo hanya menghela nafas lelah. Masalahnya, Jeongwoo sudah mengatakannya beberapa kali membuat siapapun jengah mendengarnya.

Geist | TreasureWhere stories live. Discover now