Brendon 08

117 25 4
                                    

Brendon terkejut akan pertanyaan Sarah yang mempertanyakan soal rasnya.

"Ke-kenapa kau tanya begitu?"

"Matamu tadi memerah darah, Bee. Aku kaget, kupikir itu ilusi atau apa, tapi nyatanya, jika dilihat seksama, matamu memang memerah, warna cokelatnya memerah!" Sarah bersikeras. "Apa kau ... semacam vampir atau semacamnya?"

Brendon masih kelihatan syok. "Sungguh?"

"Ya, aku melihatnya, apa kau tak tahu?" Brendon menggeleng pelan. "Kau sungguh tak tahu apa-apa soal itu?!"

"Tidak, aku ...." Brendon diam, ia jadi teringat mimpi soal kembarannya yang bermata merah.

Apa seperti itu?

Apa dia ... memang Sang Lucifer?

Sial, sangat mustahil, dia jadi susah membedakan realita dan khayalan.

"Aku tak tahu."

"Bee, kau harusnya, setidaknya lebam atau memerah, tapi sama sekali tak ada dan bahkan tak merasakan sakit, mungkin kau semacam ... semacam ras baru? Karena tidak mungkin kau vampir tetapi bisa memakan bawang."

Brendon semakin bingung harus menjawab apa? Apa ia perlu menceritakan soal mimpi ngalor ngidulnya? Rasanya tidak ....

"Mungkin saja, karena aku sendiri tak tahu soal orang tuaku, tapi aku ingin jadi manusia saja. Karena kalau ketahuan aku berbeda, aku mungkin akan dipindahkan ...."

Oh, Sarah pun tak mau Brendon demikian. "Aku akan merahasiakannya."

"Terima kasih, Sarah."

"Tidak, aku yang harusnya berterima kasih, kau senekat itu menolongku. Tapi aku bersyukur kau baik-baik saja."

"Tapi kurasa, kau yang saat ini tidak baik-baik saja."

Sarah menghela napas. "Aku bosan memakai topeng, biarlah mereka menganggapku apa, lebih baik aku bersamamu."

"Kalau begitu ... aku janji akan melindungimu, Sarah. Aku akan berusaha jadi laki-laki sejati."

Sarah tertawa pelan. "Kau ini seperti ayahku saja." Brendon balik tertawa.

Semua berjalan baik sampai akhirnya, ibu Sarah datang dan menjemputnya karena Brendon memilih menetap menunggu gadis itu. Baru saat ia pulang, Brendon kembali ke rumah.

Saat itulah, isi pikiran Brendon berkecamuk.

Apa benar dia bukan manusia?

Siapa orang tuanya kalau begitu?

"Harusnya kau menyebutkannya saja," kata seseorang, Brendon terperanjat dan menemukan sosok kembarannya lagi, tepat di sampingnya, pemuda tersebut mengucek mata dan ia tak hilang. "Masih berpikir aku khayalan?"

"Kau ... kau sebenarnya siapa?!"

"Aku kan sudah bilang, manifestasi ingatanmu yang kau tolak, kau lupa?" tanyanya, tertawa pelan. "Rasanya konyol berusaha mengingatkan diri sendiri kan?"

"Jadi, kau tahu aku sebenarnya apa?"

Sosok itu memutar bola mata malas.

"Lucifer yang Agung, lupa diri sendiri, bukankah kau jadi mainan God sekarang?" Ia tertawa lagi.

"Tidak, tidak mungkin." Brendon menggeleng, ia memegang kepalanya, berusaha sadar dari khayalan ini, kepalanya terbentur keras tadi dan kewarasannya semakin hilang ditelan bumi. "Aku semakin tak waras."

Ia mendongak dan terperanjat melihat wajahnya sendiri tepat di depannya.

"Kau ingin mengingat semuanya? Kalau begitu biarkan aku masuk." Brendon menggeleng, dan ia berdecak seraya menjauhkan wajah mereka. "Kalau begitu, biarkan aku memaksamu mengingat semuanya."

The Nerd Is A LuciferTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang