47

2.1K 226 23
                                    

"Kau mau makan sesuatu?"

"Aniya. Pergi saja, kau sudah terlambat."

"Tidak..tidak. Mau kubuatkan roti panggang?"

Lisa melipat tangan di atas meja makan, sementara matanya mengikuti pergerakan Jennie yang sejak tadi sibuk melakukan sesuatu. Kini gadis itu tengah mencari-cari sesuatu di laci meja--di mana Lisa melihat tumpukan beberapa majalah sebelumnya. Ia tak bisa menahan tawa, wajah panik Jennie sungguh sesuatu yang lain--membuat Lisa merasa gemas.

"Aku bisa mengurus diriku. Jangan mencemaskanku dan pergi saja, Jen. Sudah hampir pukul tujuh."

Jennie berhenti mencari-cari, menengadah dan menghela napas panjang. Pagi ini dia sudah dibuat sibuk sekali oleh panggilan telepon dari seseorang dari kantor pajak, tiba-tiba saja mereka memesan dua puluh kotak kimbap. Jennie menolak pada awalnya, sebab Avonty restoran memang tidak pernah menerima pesan antar, dan dua puluh kotak kimbap bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Namun, mengingat bahwa saat ini dia sedang berusaha membuat restoran kembali dikunjungi, maka dia segera mengubah keputusannya.

Pesanan harus diantarkan pada pukul dua belas siang ini, untuk itu sekarang dia harus belanja, namun sialnya dia tak bisa menemukan dompetnya dimanapun.

"Dimana dompet sialan itu?!" Desis Jennie.

Kedua sudut bibir Lisa terangkat tinggi, ia bangkit dari duduknya untuk menghampiri Jennie, memegang bahu gadis itu kemudian memutar tubuhnya perlahan agar mereka saling berhadapan.

"Breathe, Jennie. Aku akan segera menyusulmu setelah mandi dan melakukan beberapa hal. Jadi, jangan cemas, kau bisa menyelesaikan dua puluh kotak kimbap itu, percaya padaku." Lisa mengedipkan mata dan tersenyum, kemudian menyodorkan sebuah benda panjang berwarna hitam pada Jennie.

Mata Jennie kontan melotot, itu dompet yang sejak tadi dia cari-cari. "Ya. Bagaimana bisa ada padamu?"

"Karena memang aku yang menyimpannya sejak tadi malam. Kau lupa? Kau menyuruhku memegangnya saat menutup restoran. Aku memasukkannya ke dalam saku mantelku."

"Lisa-yaaa, kenapa tidak bilang sejak tadi?!" Jennie merengek seraya mencubit perut Lisa.

Dengan setengah meringis, Lisa tertawa dan memegangi tangan Jennie agar berhenti mencubitnya. "Kau tidak akan pergi?" Ia meninggikan nada suaranya, kedua tangan bertumpu pada pinggang, berpura-pura serius.

Jennie mendengus. "Minta Chaeyoung membuatkanmu sarapan, okay? Dan, jangan lupakan obatmu. Setelah jam makan siang kita akan ke rumah sakit untuk konsultasi pertamamu bersama Dokter Kwon. Aku akan menyelesaikan pesanan ini dan mungkin hanya menerima beberapa pelanggan sampai siang ini ag--"

"Jennie-ya.." Lisa menangkup kedua pipi Jennie untuk kemudian memberi kecupan cukup lama di bibirnya. "Haruskah aku ikut denganmu agar kau berhenti bicara?" Ia mengacak-acak rambut Jennie.

"Kau harus mandi." Jennie mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung.

Lisa tertawa, lantas mencubit hidung Jennie dengan lembut. ""Baiklah. Sebaiknya kau pergi sekarang sebelum aku berubah pikiran dan mengurungmu sepanjang hari."

"Mengurungku? Memangnya apa yang akan kau lakukan?" Jennie mendongak dengan tatapan menantang.

Seringai menggemaskan di wajah Jennie membuat Lisa tidak bisa menahan diri, dia kemudian mencium Jennie sekali lagi. "Entahlah. Mungkin aku akan memintamu membuatkan seratus kimbap untukku?" Dia balas menyeringai dan berusaha mendekap Jennie.

Namun Jennie memilih untuk mundur satu langkah alih-alih masuk ke dalam pelukan kekasihnya. "Arraseo geumanhae..kau mengganggu pikiranku. Aku harus pergi. Suruh Chaeyoung cepat ke restoran setelah kalian selesai sarapan, okay? Aku butuh tenaga ekstra untuk menggulung semua kimbap itu." Ujarnya, diangguki oleh Lisa.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now