- 25 -

516 74 11
                                    

Karina Yoo baru saja meninggalkan rumah dengan menaikki taksi sepuluh menit lalu saat hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Pergi untuk menemui Jeno, alasan dia tak meminta supir untuk mengantarnya adalah karena teman lelakinya itu bilang ingin bertemu dirinya secara pribadi, hanya berdua.

Suara Cha Jeno yang biasanya sinis, saat itu terdengar gemetar sampai Karina dibuat agak bingung dengan penyampaiannya. Belum lagi tempat yang disebutkan, bisa dibilang cukup jauh dari rumah lelaki tersebut; saat itu juga si gadis paham ada yang tak beres, jadi ia menurut saja saat Jeno memintanya begitu.

Walau dengan resiko akan kena marah Ibunya; karena saat itu dia tak ijin apapun, hanya langsung keluar dan dengan sekuat tenaga berlari menuju trotoar --yang untungnya tak jauh dari rumahnya-- untuk memanggil taksi.

"Jeno-ya!"

Nama itu langsung saja di panggil begitu kakinya masuk ke dalam minimarket. Menghampiri temannya yang duduk pada kursi dengan meja yang menghadap ke jalanan, bisa Karina lihat jika wajah itu pucat; benar-benar sesuatu yang tak biasa, ia tak pernah sekalipun melihat Jeno begitu.

"... Kau baik-baik saja?"

Diluar dugaan, tanya itu justru dibalas gelengan oleh Jeno. Karina pikir lelaki itu akan menjawab jika ia baik-baik saja dengan nada ketus, tapi jika sudah seperti ini; jelas jika Jeno menghubungi karena perlu bantuan 'kan?

"Kau..." Karina mengambil tempat disamping Jeno, tapi belum cukup sampai disitu; kursinya digeser lebih dekat sampai bahu mereka nyaris saling menyentuh. "Apa yang sebenarnya terjadi--"

"Tidak usah sedekat ini juga!" Jeno menegur. Lelaki itu menggeser posisinya sedikit lebih jauh, entah bagaimana perlakuan Karina sepertinya bisa dengan cepat mengembalikan lagi dirinya. "Orang bisa salah paham jika melihat kita begini!"

Alis gadis itu naik, nafasnya dihela panjang. "Kau memanggil seorang perempuan dan memintanya datang kesini sendiri saja, sudah bisa menyebabkan salah paham ya, Cha Jeno," kata Karina. "Tadi ditelepon terdengar bingung, tapi ketika aku datang dan siap mendengarkan--"

"Aku memang perlu bantuanmu. Hanya dirimu yang aku pikirkan--"

"Lihat! Yang terus menyebabkan salah paham itu kau--"

"Jadi tolong bantu aku, Yoo Jimin."

Cha Jeno yang selalu memutus perkataan Karina itu terdengar seolah tak mendengarkan si gadis. Namun untungnya, dia yang bisa membaca bagaimana ekspresi si teman paham jika maksud Jeno tak begitu; mata yang tak fokus dengan kaki yang terus menjentik itu membuktikan jika dia gelisah akan sesuatu sekarang.

"Kalau perlu bantuan, bukannya kau harus menceritakan apa dulu masalahnya? Aku tak bisa asal mengiyakan jika itu sesuatu yang tak mungkin bisa dilakukan--"

"Aku kabur dari rumah."

Karina mengerjapkan matanya; gadis itu tercengang.

"Appa dan Eomma-ku akan menikah."

Kalimat itu harusnya bisa membuat siapapun bingung dan terkejut karena penyampaiannya yang rancu; ayah dan ibu,  seharusnya memang dua orang yang sudah menikah bukan?

Namun itu disampaikan pada Karina Yoo yang bisa dibilang sudah cukup mengetahui semuanya. Jadi perempuan itu terlihat tenang bahkan terkesan paham jika untuk Jeno, itu mungkin saja bukan alasan kabur dari rumah yang spele.

"Responmu," Jeno sepertinya tak mau kalah, ia juga cepat paham tentajg bagaimana reaksi Karina terhadap apa yang disampaikannya. "Kenapa seperti orang yang sudah tahu begitu?"

Perempuan yang ditanya itu terbatuk, tersedak oleh saliva sendiri. Memandangi Jeno untuk beberapa saat, sebelum kemudian tertawa canggung sendiri. "A-apa maksudmu? Aku tahu apa?"

Uri Appa✔Место, где живут истории. Откройте их для себя