- 02 -

1.2K 147 18
                                    

"Appa!"

Dengan antusias, ia sebut panggilan kesayangannya untuk pria itu. Tanpa menunggu sampai tepat di depannya, Jaemin langsung bergerak juga menuju Eunwoo. Melupakan plastik sampah yang jadi tujuannya pergi keluar; ia terjang ayahnya itu sebagai ungkapan rasa rindu karena sudah nyaris berbulan tak bertemu.

"Aigoo, aigoo..." Eunwoo dengan senyum hangat, mengelus kepala salah satu 'putranya' itu. "Sepertinya ada yang sudah sangat merindukanku--"

"Tentu saja!" Jaemin memutus, pelukannya pada Eunwoo dilepas. "Kau sudah lama tak pulang ke Okcheon, tentu saja aku rindu--"

Alis Eunwoo yang tiba-tiba saja jadi berkerut dalam bersamaan dengan kepala yang menjauh, langsung membingungkan Jaemin sampai kalimatnya terhenti sendiri.

"Kau..." Eunwoo menutup hidungnya. "Keluar tanpa menyikat gigi, ya?"

Tertegun. Jaemin refleks mendekatkan satu telapak tangannya pada mulut untuk mengetes bau mulutnya sendiri dan...

"Jadi kau berbicara dengan perempuan tadi dengan keadaan begitu?"

Mata yang semula terlihat kosong, itu dengan cepat mengembalikan fokus pada Eunwoo; Ayahnya itu benar-benar menebak dengan tepat apa yang Jaemin pikirkan.

"Wah..." nadanya terdengar tak percaya. "Bagaimana kau bisa terlihat percaya diri dengan nafas sebau itu?"

Jaemin mengangkat bahunya. "Ini tak seperti aku menyukai dia atau semacamnya. Jadi tidak masalah jika kesan pertamanya terhadapku adalah 'seorang lelaki sok akrab yang sangat percaya diri berbicara dengan nafas baunya'..."

Mereka berdua tertawa; itu benar-benar sebuah lelucon yang hanya dimengerti oleh sepasang batin yang sudah saling terikat sangat lama.

"Yaish! Jaemin itu, mau sampai kapan dia..."

"Yo, Jeno."

Sapaan hangat penuh senyum, menghentikan langkah Jeno yang dua anak tangga lagi nyaris menyentuh rumput halaman. Membeku di tempatnya, pegangan pada sisi tangga dieratkan, sebelum nafas yang sempat tertahan itu dihembuskan perlahan. "Kenapa buang sampah saja lama sekali?"

Dari mata yang lebih memilih untuk menatap sosok Jaemin dibanding Cha Eunwoo saja, sudah terlihat jelas jika Jenomengabaikannya.

"Oh, tadi aku menyapa anak pemilik rumah sebentar..." ia menjawab dengan kalimat terjeda. lalu merangkul si ayah, si adik kembar berusaha menyadarkan Jeno kalo masih ada orang lain diantara mereka. "Dan kemudian Appa datang bersama truk barang."

Alis si lawan bicara naik. "Ya sudah, cepat saja buang sampahnya. Eomma bilang ia harus pergi untuk menjalani beberapa prosedur sebelum memulai kerja besok."

Si kembaran membalik badan, sosok Eunwoo yang mengulum bibir itu benar-benar diabaikannya; Jeno langsuung saja naik menuju rumah baru mereka dan kedua orang yang masih di bawah itu saling tatap. Jaemin terlihat tak enak, terlebih ketika mendapati si Ayah membalasnya dengan senyum maklum.

"Gwenchana, aku sungguh sudah terbiasa. Lagipula Jeno itu 'kan memang tipe yang terlihat dingin diluar..." kata Eunwoo. "Tapi kau tahu betul kalau dia sebenarnya orang yang sangat penyayang 'kan?"

Jaemin tak merespon, tapi dari tatapan yang menerawang jauh itu, Eunwoo yakin anak bungsunya ini juga paham; apalagi ia dan Jeno adalah sepasang kembar yang sudah bersama sejak dalam kandungan.

"Baiklah..." ia lalu menepuk bahu Jaemin, yang berakhir dengan merangkulnya. "Karena sepertinya sarapan sudah siap, mungkin kita sebaiknya naik..." Eunwoo mendekatkan mulut pada telinga Jaemin. "Kau tau 'kan Eomma-mu bisa jadi cerewet jika soal perut? Dan..." kepalanya menjauh, senyum hangatnya masih bertahan di wajah. "Untuk merayakan kepindahan kalian, aku sudah mereservasi satu meja penuh di restoranku untuk makan malam ini."

Uri Appa✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon