- 13 -

681 105 33
                                    

Setelah pemberitahuan soal ia yang memenangkan game di ponsel, Jeno yang haus itu pun bangkit dari kasur dan berjalan menuju kulkas untuk membasahi tenggorokan. Meninggalkan begitu saja telepon genggam miliknya dikamar, sesaat sebelum langkahnya benar-benar menyentuh dapur, kaki itu sejenak terhenti pada kamar Ibunya yang terbuka. Mengrenyit heran sesaat, keadaan yang tak biasa itu membuat anggota tubuh gerak bawahnya gatal untuk mendekat dan ia menemukan Kim Jiho di kamar sedang menempelkan satu dari dua buah blouse ditangan dengan tubuh yang mengadap kaca; lelaki itu bisa merasakan antusias yang lebih dari si wanita yang bahkan sama sekali tak menyadari kehadirannya.

"Eomma, Kau terlihat bersemangat sekali, apa ada hal baik yang terjadi?"

Suara Jaemin jadi yang pertama terdengar. Menyela milik Jeno yang sudah diujung tenggorokan, dia juga ikut mendekat sampai akhirnya menghentikan langkah di samping sang kakak.

"Oh, kalian..." yang disapa sebenarnya agak terkejut, tapi antusiasnya berhasil menutupi sampai yang terlihat hanyalah senyum lebar. "Apa itu terlihat?"

Jaemin tertawa. "Tentu saja," katanya. "Rasanya aku benar-benar bisa melihat api mengelilingimu, Eomma."

Perumpamaan itu membuat Jeno mendengus, sementara Ibunya menyahut dengan tingkah yang sama. "Yaaah, itu benar. Ini memang sebuah berita yang sangat, sangat, sangat baik."

"Hooo~" alis Jaemin terangkat tinggi. "Pantas saja tingkah Appa juga jadi tak biasa hari ini..."

Megikuti si bungsu, Ibu dan kakaknya juga menaikkan alis, namun dengan mimik penasaran tentang apa maksud perlataan Jaemin.

"Ani, biasanya setelah mengantar pulang, Appa akan langsung kembali bekerja. Tapi tadi memasak makan siang untukku dan Jeno dulu..." kalimatnya dijeda. "Mungkin saja ini berarti eomma dan appa akhirnya resmi berkencan--"

Betis Jaemin ditendang Jeno dan si adik jadi merintih karenanya; sang kakak itu memang selalu jadi orang yang sensitif jika menyangkut topik tentang kencan ibunya, apalagi jika itu berkaitan dengan hubungan Jiho dan Eunwoo yang siapapun tahu sudah sedekat itu untuk orang bisa mengira jika keduanya adalah sepasang suami-istri.

Tawa Jiho terdengar makin keras. "Tidak, tidak. Ini bukan soal itu..." ia terlebih dulu berusaha menenangkan si anak sulung. "Tapi..." sekarang wanita itu sengaja membiarkan kalimatnya mengambang. "Eomma akhirnya mendapat klien pertama! Klien pertama, Jaemin-ah, Jeno-ya! Eomma akhirnya akan menangani kasus sungguhan di Seoul!"

Seruan senang Ibunya membelalakkan mata Jaemin, bahkan Jeno yang biasanya hanya bisa mengangkat alis itu. Secara bersamaan mendekati Jiho, kilatan berapi kini terlihat juga memenuhi mata keduanya.

"Benarkah, Eomma?!"

"Waaah! Akhirnya, akhirnya! Jalan untukmu jadi pengacara terkenal terbuka sudah!"

Jiho mengangguk antusias. "Dan sepertinya..." Sang ibu mendekat, dia juga ikut duduk di dekat keduanya. "Klien ini adalah orang yang sangat penting sampai identitasnya dirahasiakan, yang berarti--"

"Orang kaya?!"

Ketiga orang itu saling pandang, membiarkan pertanyaan Jaemin tak terjawab, sebelum kemudian tertawa dengan Kim Jiho yang merangkul kedua anaknya.

"Yoksi, kalian memang anak Eomma..." ia elus surai si kembar. "Sampai apa yang kita pikirkan pun sama."

Jeno mengangguk. "Sebuah apartemen mewah dengan pemandangan seluruh kota Seoul benar-benar sudah terbayang di depan mataku, Eomma."

"Tentu, tentu saja. Kalau Eomma berhasil memenangkan kasus pertama dengan klien kaya ini, pasti nama Kim Jiho akan jadi perbincangan dikalangan teman-temannya sampai Eomma akan kebanjiran tugas dan ya, ya, ayo kita beli apartemen mewah setelah itu..." kalimatnya mengambang, rangkulan Jiho pada Jaemin dan Jeno di lepas.

Uri Appa✔Where stories live. Discover now