Chapter XX -Bangun-

48 7 5
                                    

Merah senja kembali terbuka.

Guncangan tanah mengejutkan insting si gadis kecil. Jantung berdegup kencang seakan-akan ia baru saja kembali dari kematian. Manik merah senja melihat keadaan sekitar yang dipenuhi biru lautan serta langit kelabu. Sekarang ia melihat asap tebal keluar dari tiga kerucut tanah ke angkasa, memberi penggambaran bahwa isi dalam tiga tanah itu sangat panas. Mata beralih pada tangan yang tidak berhenti gemetar. Pikiran masih kosong tidak mengingat apa-apa sebelum akhirnya tiga siluet manusia mendekati pulau nya entah menggunakan apa.

Laki-laki manis bersurai merah bata panjang melompat dari batu pijakan nya menuju dirinya dan memeluk gemas sembari memanggil nama seseorang. Pelukan nya begitu erat hingga ia merasa sesak tapi tak bisa melawan karena kalah kuat. Satu wanita surai tembaga dan gadis sama tinggi dengan laki-laki manis surai biru malam juga melangkah mendekati mereka. Wajah mereka terasa familiar.

Lawu,"Selamat pagi, Rakata. Akhirnya kau bangun"

Rakata,"...Siapa kalian?"

Mandra,"Eh kau lupa?!"

Lawu,"Tentu saja dia akan lupa. Nama ku Lawu, personifikasi gunung Lawu"

Rakata,"...Mahendra?"

Lawu mengangguk singkat. Perlahan-lahan ingatan masa lalu terbentuk kembali, menggambarkan beberapa orang yang samar namun memiliki ciri sama dengan orang-orang didepan. Entah mengapa melihat wanita surai tembaga membuatnya merasa bersalah seketika padahal ini pertama kali mereka bertemu. Wanita itu mendekati dirinya.

Karang,"Nama ku Karang Watuwarasari, personifikasi gunung Karang"

Rakata,"...Apa aku mengenalmu?"

Karang,"Ibu mu adalah sahabat ku"

Tangan diulur pada Rakata. Uluran tangan disambut dan tubuh bangkit dari tanah menyebabkan kaki gemetar juga keseimbangan hilang. Laki-laki manis tadi segera menahan nya dan membantu dirinya terbiasa untuk berjalan lagi setelah tidur entah berapa ratus tahun.

Mandra,"Nah sementara aku adalah Mandrageni! Personifikasi gunung Merapi di jawa!"

Lawu,"Lima hari yang lalu kau mengalami erupsi namun belum bangun. Pas sekali kami memiliki waktu untuk mengunjungi mu sekarang"

Rakata,"...Tahun berapa?"

Karang,"1680 Masehi"

Rakata,"...Majapahit masih berdiri?"

Lawu,"Majapahit runtuh tahun 1527. Jika kau mencari anak nya, mereka berdua baik-baik saja meski sudah direbut tangan Hollanda"

Manik merah senja terkejut mendengar berita menyedihkan ini. Sejak kapan mereka berdua direbut? Ia sudah melanggar perjanjian nya dengan ayah Kembar Nusantara. Apakah ini waktunya? Tubuh sudah dapat bekerja sama dan segera ia mengikuti arahan dari Lawu.

Lawu,"Kemampuan kita sama terkecuali gunung tak terikat benang api. Untuk menyebrang lautan, kerahkan benang api ke kaki dan setiap ruas jari"

Sesuai instruksi, seluruh kekuatan tertuju pada kaki hingga benang api muncul pada kulit tipis. Kaki melangkah ke air dan secara ajaib sebuah batu kokoh mengapung dibawah pijakkan. Batu itu menyesuaikan lebar agar kaki tidak terpeleset ke lautan dalam. Karang, Lawu dan Mandra mengikuti Rakata dan mereka segera meluncur melewati Selat Sunda menuju Banten. Selama perjalanan, Mandra banyak bertingkah seperti melompat atau menaiki ombak-ombak kecil membuat perempatan imajiner di kening Lawu. Dua gadis Sunda hanya melihat kelakuan tetangga mereka dengan datar.

Lawu menjelaskan bahwa kecepatan batu ini bisa diatur sendiri asal bisa menguasai dasar-dasar nya. Berbelok, menerjang ombak, lalu menyesuaikan laju batu dengan arus air sekitar. Banyak sekali yang perlu diingat namun tidak menjadi masalah karena tubuhnya terbiasa dengan hal ini seakan-akan pernah ia lakukan di masa lalu. Gadis surai malam itu menjelaskan beberapa peraturan juga kemampuan lainnya.

"Krakatoa"Where stories live. Discover now