• ①⑨ ┊ 𝙼𝚊𝚝𝚑 𝙴𝚡𝚊𝚖

1.5K 250 4
                                    

"Baiklah anak-anak madesu, hari ini kita ujian tematik."

Tak

Buku tebal dipukul ke meja menghasilkan suara ketukan tanda bahwa tidak ada penolakan terhadap pernyataan barusan. Para murid yang tidak pernah mengerti bagaimana pelajaran matematika hanya bisa pasrah dengan ada ujian dadakan hari ini. "Saya kasih waktu 1 setengah jam buat persiapan. Kiki tolong bantu saya buat nge-print kertas ujiannya." Dengan begitu masih ada waktu sebelum siksaan sebenarnya dimulai. "Ya pak." Kiki menyauti pak Eko.

[Name] membuka kembali buku catatan dan buku latihan, mengulang materi-materi sebelumnya. Ia mengadah melihat seseorang mendekatinya dengan tampang kucingnya. Gadis itu menatap datar. "Ditungguin pak Eko tuh."

"Kamu ga dilema kayak teman-temanmu kan?" Sempat mengernyit lalu menengok Amu dan Upi, yang satunya stres belajar yang satu lagi malah sesat— tidak mau belajar.

"Nggak kok."

Kiki menepuk pelan puncak kepala [Name]. "Baguslah, mangat ya (nama)! Jangan geser posisimu dari peringkat pertama!" Gadis itu tidak bereaksi, detik kemudian mendorong Kiki menggunakan pulpennya. "Pasti. Udah sana, pak Eko nungguin."

Kembali fokusnya ke buku, tangannya menulis angka-angka di buku coretan khusus matematika. Di tengah kefokusannya seseorang datang mendekat ke mejanya. "Apa lagi Ki?" Tanyanya lalu melihat orang tersebut. "Oh– Qoqom. Maaf, aku kira Kiki tadi."

Qoqom, atau sering disapa Ceu Qoqom adalah teman sekelas [Name] yang sering menjadi partner ketika belajar. "Nggak papa, aku ikut belajar bareng ya [Name]." Qoqom mengambil duduk menghadap [Name].

"Ikut aja, ngapain ijin segala? Kayak baru aja padahal tiap hari gitu." Mendengar itu Qoqom tertawa kecil. Ditengah acara saling mengajari antara Qoqom dan [Name], Amu dengan lesu ikut mendekat, "[Name], bisa ajarin aku gak?" Di tangannya terdapat buku catatan.

"Bisa."

"Bantuin dong..."

"Yang mana?"

"Semua."

[Name] menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Coba dari soal yang paling mudah dulu atau yang menurutmu bisa kamu kerjain, sisanya kalau nggak ngerti baru tanya. Kamu juga bisa tanya ke Qoqom kalau penjelasanku berbelit dan Amu, stop gambar kucing!" Wajah datar itu terdapat sedikit kerutan di dahi.

Pada akhirnya mereka bertiga sama-sama fokus dengan latihan di buku, membuka kembali catatan sebelumnya sampai fokusnya kacau oleh kedatangan Upi.

"Amu, kok kamu belajar sih?" Gadis berambut cokelat mengernyit tak suka. "Percuma, mending pasrah aja. Biar aku ada temennya."

"Upi ikut belajar yuk." Qoqom mengajak Upi untuk ikut belajar namun [Name] membuka suara, "sia-sia aja kamu ajak kayak gitu Qom, palanya lebih keras dari batu."

"Aku denger loh, [Name]!"

"Ck, berisik, seenggaknya aku ada usaha!!" Amu berteriak tanpa mengalihkan pandangan dari buku.

"Ngapain usaha kalau ujungnya gagal?! Kamu gak sadar apa tiap kali kita usaha hasilnya nihil! Kita itu ditakdirkan gagal di ujian ini, jadi nggak usah berusaha!" Setan dalam diri Upi berkoar menghasut Amu. "Belajar tidak perlu! Rebahan nomor satu!" Jarinya menunjuk tepat ke arah Amu.

"Takdir pala bapak kau! Tau apa kamu soal takdir?! Emangnya kamu tuhan?!" Amu yang termakan emosi pun balas berteriak. "Temen durhaka, kalau mau gagal, gagal aja sendiri! Ga usah ajak-ajak aku!"

"Biasa aja dong! Ga usah ngegas!"

"Aku biasa kok, situ aja yang ngegas." Ucap Amu dengan nada sinis tersirat.

𝗘𝗡𝗜𝗚𝗠𝗔  -【ᴡᴇᴇ!!! x ʀᴇᴀᴅᴇʀ】Where stories live. Discover now