• ⓪⑦ ┊ 𝙳𝚛𝚊𝚠𝚒𝚗𝚐 𝙲𝚕𝚞𝚋

2.1K 316 6
                                    

Kepala sekolah yakin bahwa sekedar nilai diatas kertas bukanlah penentu kualitas siswa. Itulah mengapa sekolah kami memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler. Guna menjadi wadah bakat para siswa, agar mereka bisa mengembangkan kemampuan masing-masing. Salah satunya klub gambar.

Sebuah ruangan yang diketahui merupakan tempat klub gambar, terdapat anggota klub gambar dan juga trio utama di sana. "Eh liat ada kebo!!!" Seru Upi dari jendela lantai dua menunjuk kumpulan kerbau di belakang sekolah. "Temen kalian tuh." Lanjutnya.

"Ngomong apa sih Pi." Sahut [Name] yang nyasar di klub gambar. Amu menghampiri Upi dan memandangnya datar. "Temen kita kan elu Pi." Gadis dengan bando di kepalanya itu terdiam. Benar juga yang dikatakan Amu. "Oiya."

⊱༻❃༺⊰

"Hello vlog, welcome to my guys~ balik lagi bersama Upi disini, sekarang kita ada di klub menggambar~" Upi memegang kamera dan memulai vlog-nya. "Say hai guys sama penonton." Ucapnya mengarahkan kamera ke anggota klub. "Mending perbaiki dulu kata-katamu Pi." Saran [Name] masih terfokus pada gambar abstrak nya. Upi membalasnya dengan kekehan.

"Oke, Choii coba jelasin ke penonton, apa aja yang dilakuin klub menggambar?" Kamera menyorot Choi, salah satu anggota klub gambar yang menyandang disabilitas. Meski memiliki kekurangan, tak dapat dipungkiri bahwa gambar miliknya terbilang bagus. "Eeh... ummm... kita, membuat karya baru setiap hari, lalu memilih karya terbaik untuk dipajang di Mading kami."

"Oke gud, kita lanjut ke ketua klub kami, halo ketuaa~ dan disebelahnya ada anak ilang yang nyasar disini." Kamera berpindah menyorot Amu dan [Name]. Wajah Amu terlihat lelah serta pucat. "Ola." Sapanya dengan nada suara yang bergetar lemah. Sementara [Name] menatap datar Upi namun terasa menusuk. "Sialan kamu."

Mengetahui kondisi Amu, Upi bertanya. "Ngomong-ngomong kenapa wajahmu gitu?" Amu menjawab dengan lemas. "Aku lapar." Upi beralih ke teman satunya. "Gambar apa nih?" Tanyanya basa-basi. "Gak gambar apa-apa, cuma coret-coret aja." Jawab [Name] tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas penuh coretan abstrak.

"Kamu kayaknya gabut banget ya."

"Emang."

Kertasnya benar-benar terisi penuh oleh coretan pulpen merah. Tidak ada sama sekali coretan yang menunjukkan sebuah gambar apapun selain garis melengkung kesana kemari yang tidak putus memenuhi halaman sampai terbentuk benang merah kusut. Upi memakluminya.

Dia berpindah ke Amu. "Kalau Amu?" Amu menunjukkan gambarnya. "Aku ngelukis pohon mangga pak kepsek. Aku udah ngehabisin waktu 3 hari untuk lukisan ini." Lukisan yang Amu gambar menunjukkan sebuah pohon mangga di tengah dengan terdapat tangan-tangan yang mengelilingi pohon itu seolah ingin meraih sesuatu.

Meraih mangga.

Namun jika dalam sudut pandang yang berbeda bisa saja disimpulkan bahwa pohon itu sebagai ilustrasi kesuksesan, banyak orang yang berlomba-lomba meraihnya. Sedangkan tangan-tangan itu merupakan gambaran betapa banyak yang menginginkan sebuah kesuksesan. Tapi kembali pada kata 'pohon mangga pak kepsek' yang itu artinya para murid lah yang sudah pasti menginginkannya.

"Gimana? Bagus gak?" Tanya anu meminta pendapat. "Woah bagus kok." Upi memujinya, memang beneran bagus kok. 'Tapi serem. Itu gambar tangan, maksudnya apa coba?' Sayangnya batin Upi berkata lain. Dan [Name] yang sedari tadi memperhatikan memilih tidak berkomentar.

Salah satu bagian dari gambar menarik perhatian gadis bersurai coklat kala melihat warna yang menurutnya kurang gelap. [Name] melirik Upi dengan ujung mata. "Amu, kurasa ada bagian yang kurang gelap." Celetuk [Name] tiba-tiba. "Bagian yang mana?" Amu bertanya, barangkali bisa dia perbaiki.

"Yang ini–"

Pluk

Ketika Upi ingin memberitahu bagian yang kurang diberi warna, tangannya tanpa disengaja menyenggol cup berisi air yang digunakan untuk membasahi kuas sehingga membuat gambar Amu basah. Keduanya terdiam kaku. Keringat dingin mengucur di dahi gadis bersurai coklat.

"Uwaaaaa Amu maaf gak sengaja! Sumpah aku gak sengaja!"

Gambar yang dibuat selama tiga hari rusak begitu saja dalam waktu kurang dari lima detik. Upi panik, wajah Amu mengeras menahan diri supaya tidak melempar Upi. Sedangkan [Name] membenarkan letak kacamatanya. Diam-diam gadis itu bergumam "mampus" karena berhasil mengerjai Upi.

"Maaf Amu, kamu gak marah kan?"

'Bodohnya temanku yang satu ini.' Sungguh jika [Name] bisa maka ia ingin menggeplak kepada Upi dengan palang sotp-nya Sho. Gadis dengan hijab putih yang menutupi rambutnya tersebut mengangkat hasil karyanya yang telah rusak. "Upi, tenang aja, aku gak marah kok." Terlanjur kesal, Amu meremas kuat kertas gambarnya.

"Kalau begitu wajamu tolong dikondisikan!!!" Teriak Upi yang sudah ketar-ketir. Percuma saja berkata begitu pada Amu karena semua anggota klub gambar tahu, jika sudah berhubungan dengan karya seni—

"TUNGGU! AMU. SABAR BRO, SABAR- ITU KURSI MAU KAU APAIN?"

—Amu jadi agak emosional.

"AMU!!!!" Upi kabur saat Amu mengambil kursi dan hendak melemparnya. Di samping itu, anggota klub yang lain mempertahankan dengan cemas. "Habislah kita panggil bagian keamanan?" Ujar salah satunya. "Aku telpon 911" Choi menunjukkan ponselnya yang tersambung. "Diemin aja nanti juga akur." Celetuk yang lain.

[Name] yang jengah mendekati dua makhluk abnormal yang sedang berkelahi berniat menjadi penengah. Tingkahnya seperti Hero kesiangan. "Kalian, mau dibawa ke ruang BK?" [Name] memberi tatapan sedingin es membuat keduanya membeku sesaat. Yah tadinya ia ingin menekan mereka tapi tidak jadi mengingat dia membawa makanan yang belum tersentuh sejak [Name] nyasar di klub gambar.

 Yah tadinya ia ingin menekan mereka tapi tidak jadi mengingat dia membawa makanan yang belum tersentuh sejak [Name] nyasar di klub gambar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝗘𝗡𝗜𝗚𝗠𝗔  -【ᴡᴇᴇ!!! x ʀᴇᴀᴅᴇʀ】Where stories live. Discover now