Alternative Ending

Mulai dari awal
                                    

"Masa dua minggu itu cuman buat ngecek—"

"Makan dulu... mulut kamu penuh tuh." Jeff menunjuk kedua sisi pipi Nana yang mengembung karena penuh akan makanan. Anak itu langsung diam, dan mengunyah makanannya dengan tenang membuat Jeff sontak mengulum senyum.

"Enak?" Jeff bertanya, Nana mengangguk lucu.

Lagi lagi Jeff tersenyum sambil mengangkat tangannya ke arah surai coklat Nana dan mengelusnya. Melihat anak itu makan dengan lahap membuat Jeff merasa begitu senang dan lega.

"Jangan terluka lagi, ya? Daddy takut."

**

Three month later—

"Daddy kok kayaknya makin sibuk sihh?? Besok aku sama Nana udah berangkat ke US looh.." Ucap Jaedan, mencari perhatian dari Jeff saat ia mendapati pria itu sudah beranjak dari kursi meja makannya sebanyak empat kali untuk mengangkat panggilan telepon dari para rekan kerjanya.

"Hm? Emang iya? Enggak kok, tadi cuman urusan kecil."

"Urusan kecil aja sibuknya begitu, apalagi gede.." Jaedan mengerucutkan bibirnya cemberut.

"Nah kan.. mulai deh, mulai.."

"Hari ini daddy di rumah ajaa, temenin aku beresin baju dan lain lain." Jaedan menatap sang ayah, menunjukkan wajah memelas nya, namun ekspresi lucunya langsung berubah seketika menjadi masam saat Jeff menjawab dengan tegas—

"Nggak bisa. Nanti daddy juga pulang siang kok.. kan ada mama kalau mau beresin baju atau mau belanja.." Katanya.

Kemudian hening selama beberapa saat. Jaedan memandangi semua orang yang duduk di kursi meja makan satu persatu, menatap mama, daddy, Jason, Charlie, termasuk Nana yang duduk di sampingnya, sedang menonton video you tube tentang materi utbk. Lantas cowok itu memutar bola matanya, semua orang sibuk dengan dunianya. Tahu begini dia tiduran di rumah sakit aja terus, biar ayahnya bisa dua puluh empat jam ada di sampingnya.

Jaedan kemudian sedikit membelalakkan matanya, seolah mendapatkan ide brilian. Ia menarik napas dalam dalam dan menghembuskan perlahan sebelum...

"Akh..!!" Jaedan mengerang sambil meremat sweater di bagian dada sebelah kirinya. Seketika semua yang ada disana mendongak, menatap dirinya dengan tatapan khawatir, terutama Jeff.

"Kak?!!"

"Jaedan, kenapa???!"

"Ada yang sakit? Dimana yang sakit? Daddy telfonin dokter ya? Atau kita ke rumah sakit sekarang aja, kakak bisa berdiri?" Jeff secepat kilat meletakkan alat makannya dan berlari mengitari meja makan untuk menghampiri Jaedan dan berlutut di dekat kaki anak itu yang duduk di seberangnya untuk memastikan anak sulungnya baik baik saja.

Sementara Nana baru saja meletakkan beberapa botol obat milik Jaedan sekaligus satu gelas air putih. Dengan napas tersengal ia berujar, "Minum cepet! Jangan mati sekarang." Ucapnya. Intonasinya memang terkesan dingin, namun tatapan matanya tidak bisa berbohong, dia sangat khawatir.

Dua detik kemudian.. Jaedan tersenyum lantas tertawa terbahak bahak, dia menatap wajah Jeff dan Nana yang kelihatan sangat panik kemudian tertawa lagi. "Hahhaahahah!! Makasih loh udah khawatir sama gue.." Ucapnya.

"Maksudnya? Kakak pura pura doang?"

Jaedan mengangguk.

"Beneran enggak sakit kan??" Jeff memastikan.

Namun Nana yang berdiri di hadapannya—tatapan khawatir nya berubah menjadi tatapan marah. Dia berdecak malas kemudian berbalik dan berlalu dari ruang makan, pergi begitu saja dengan menghentakkan kakinya sampai menggema.

"Eh, Na—tunggu dulu!" Jaedan bangkit dari posisi duduknya dan berlari mengejar saudaranya yang melangkah menuju pintu halaman belakang rumah. Anak itu sama sekali tidak menggubris panggilan dari Jaedan.

"Heh! Budeg ya lu? Di amin in malaikat terus beneran budeg tau rasa ya lo!" Jaedan memekik, berusaha sebisa mungkin untuk membuat Nana berhenti melangkah dan menoleh.

"What?!" Anak itu akhirnya berbalik, menatap Jaedan dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Jaedan menatap balik saudaranya dengan tatapan bingung.

"Lo.. nangis?"

"Ya menurut lo aja!"

"Gue kan cuman... bercanda, gue—"

"Bercanda lo nggak lucu!" Nana membentak, membuat Jaedan sontak terkejut.

"Yaudah deh maaf, lo kenapa segininya deh.. tumben banget."

"Jangan kayak gitu lagi. Gue takut.." Nana mengaku.

"Hah? Takut.. takut kenap—"

"Lo nggak tahu gimana rasanya waktu gue lihat lo kepental keluar dari mobil waktu kecelakaan itu, lo nggak tahu gimana takutnya gue waktu lihat lo nggak bergerak abis jatuh, lo nggak akan tahu gimana bingungnya gue waktu denger lo butuh transplantasi jantung, kita hampir kehilangan harapan, kita bahkan hampir kehilangan daddy. Lo nggak tahu Je gimana takutnya gue waktu itu... gue takut, gue takut kalau.. kalau lo beneran pergi..."

Jaedan tercekat, dia diam terpaku. Entah respon apa yang seharusnya ia tunjukan ketika dia melihat Nana menangis sesenggukan, Jaedan juga tidak tahu kalau ternyata Jeff hampir memberikan jantungnya untuk dirinya. Mungkin.. kalau itu terjadi, Jaedan tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah merenggut hidup ayahnya.

Ia berjalan mendekat menghampiri Nana dan membawanya ke dalam rengkuhannya. "Iya, iya.. maaf ya udah bikin lo takut, gue nggak bermaksud kaya gitu, gue cuman.. cari perhatian Daddy aja. Makasih ya udah khawatir sama gue, gue kira omongan lo yang di mobil waktu itu beneran, gue kira lo bakal seneng kalau gue nggak ada, ternyata malah nangis hahahaha!!"

"Je!!"

"Iyaaaa bercanda..."

Sementara itu Jeff yang sudah memperhatikan kedua anaknya sejak tadi—ia mengangkat hp nya dan mengambil foto dua anak itu. "Tumben banget akur.."

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

ALTERNATIVE ENDING — SELESAI

Jadi gimana? Kalian lebih suka ending yang ini atau ending yang asli? Wkwkwwk

FINDING MOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang