Bag 8 - Sebuah Pengakuan Dan Konflik

14 3 0
                                    

"Van, lu masih suka gua?"

*D*

"Gua ... suka sama lu, Gha."

"Apa?" Agha terkejut ketika mendengar kata-kata Naya yang diluar ekspektasinya. Ia mencoba melepaskan pelukan Naya, lalu melihat gadis ini dengan kedua matanya. Naya sepertinya tertidur, melihat itu membuat Agha sedikit jengkel, ia bangun lalu membawa Naya ke motornya.

Agha merasa kalau ia sial sekali karena datang kesini, pertama ia tak menyangka akan bertemu Naya di Taman ini, dan kedua ia kesal karena sudah membawa motor bukannya mobil. Ia bingung harus bagaimana ketika Naya tertidur seperti sekarang, ia takut Naya jatuh dari motor ketika ia bonceng.

Agha mencoba mengguncangkan tubuh Naya pelan, ia sebenarnya tidak tega untuk membangunkan Naya tang tertidur, "Nay, bangun sebentar, gua ga bisa nganterin lu dalam keadaan begini." ucap Agha ketika melihat kedua mata Naya mulai perlahan terbuka.

"Agha ... " ucap Naya dengan nada serak, wajar saja gadis ini terus-menerus menangis tanpa henti. Agha hendak mengelus rambut panjang Naya, namun ia ragu melakukan itu, ia rasa kalau ia semakin berani untuk berbuat hal terlarang baginya.

"Dimana gua?" tanyanya sembari menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.

"Masih di Taman, lu bangun dulu, gua ribet kalau lu tidur." ucap Agha sembari membangunkan tubuh Naya agar berdiri tegak, gadis ini menurut lalu menaiki motor Agha.

Agha mendecak karena Naya duduk di kursi pengemudi, "Bukan disitu, mundur dikit." Agha memundurkan tubuh Naya tepat di kursi penumpang.

Naya terkekeh melihat Agha yang begitu perhatian padanya, sepertinya kerenggangan antara dia dan Agha sudah mulai membaik. Melihat wajah Naya yang cengengesan membuat Agha memutar kedua bola matanya, "Jangan coba-coba nyentuh gua waktu nyetir!" ucap Agha mencoba memperingati Naya agar tidak menyentuhnya kembali.

Naya menghembuskan napas dalam-dalam lalu mengangguk pelan, ia harus mengikuti ucapan pria tampan satu ini.

"Pegangan kursi, awas aja pegang gua."

"Iya-iya bawel banget!"

*My Dearest*

Di sepanjang jalan mereka saling diam, memang seharusnya berkendara tak boleh ada yang saling bicara, namun Naya mencoba memecahkan keheningan diantara mereka namun ia bingung harus berkata apa. Terkadang Agha melihat melalui kaca spionnya, melihat gadis cantik yang ia bonceng tengah melihat jalan dengan tatapan kosong.

Agha menambah laju kendaraannya agar lebih cepat sampai rumah Naya.

Dan dalam beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah Naya. Gadis ini meminta Agha untuk tinggal sebentar karena dirumahnya tak ada siapa-siapa dan ia tak ingin Agha segera pulang karena ia masih menginginkan Agha disisinya.

Mereka berdua masuk kerumah Naya, dan Agha benar-benar keheranan dengan suasana sunyi di rumah Naya, benar-benar tak ada seseorang disini. Agha sempat berpikir kalau orang tuanya super sibuk sampai Anaknya ditinggal sendiri di rumah sebesar ini? Atau apakah orang tua Naya sudah meninggal?

Agha menggeleng kecil, pemikiran yang terakhir harus benar-benar ia hilangkan, kebiasaan buruk Agha mulai muncul. Naya meminta Agha agar duduk di sofa dan ia ingin membuatkan segelas minuman untuknya.

"Orang tua lu kemana?" tanya Agha mencoba untuk mencari tahu kenapa rumah ini sepi sekali.

Naya berhenti membeku, ketika ia sedang menuangkan minuman untuk Agha, ia sudah bisa menduga-duga kalau Agha akan menanyakan hal ini padanya, ia menggigit bibir bawahnya, ia bingung harus menjawab apa pada pria beriris abu-abu ini.

SAGHARA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang