14 : malam yang menyakitkan

Mulai dari awal
                                    

Tak lama kemudian segerombolan orang datang dengan berlari ke arah Hendery. Mereka adalah Yuta, Xiaojun, Renjun dan juga Jaemin.

Kedua saudara kembar itu memaksakan diri untuk melihat kondisi sang adik bungsu. Melupakan kondisi mereka masing-masing yang juga bisa di bilang kurang sehat. Terlebih lagi Jaemin, saat ini lelaki manis itu hanya menahan rasa sakit kepalanya dan badannya juga yang masih terasa lemas. Tapi, demi sang adik, apapun Jaemin lakukan.

"Hendery! Gimana kondisi taro?!" Tanya Yuta.

"Masih belum ada kabar, paman. Ini sudah 1 jam, sampe sekarang belum ada dokter yang keluar."

Perasaan cemas menyelimuti orang-orang itu. Yuta merangkul pundak Jaemin, membawa anak itu duduk di bangku, begitu pun dengan Renjun. Kedua anak kembarnya di bawa ke bangku. Sedangkan Xiaojun hanya duduk berjongkok di lantai sambil menangisi penyesalan nya.

"Aku ga mau kejadian dulu terulang lagi, aku ga mau, Ayah." Jaemin terus meracau, dirinya sudah tidak kuat menangis. Jika dia menangis, kepalanya akan semakin pusing nantinya.

Hati Renjun sedikit terenyuh melihat sang Ayah menggenggam tangan nya. Tangan yang beberapa saat lalu mendarat di pipinya, bahkan bekasnya masih terlihat jelas. Ia tidak bisa egois untuk keadaan genting seperti ini. Maka ia biarkan lah Ayahnya menggenggam tangannya dengan sangat erat, sekali-kali menciumnya.

"Kalo Taro kenapa-kenapa, aku ga bisa maafin diri aku sendiri." Lirih Jaemin.

"Tenang aja, Taro bakal baik-baik aja. Kamu berdoa, ya." Yuta mengusap punggung Jaemin.

Hendery melihat ke arah Xiaojun, orang tersayangnya. Kondisi Xiaojun juga dibilang tidaklah baik-baik saja. Keadaan fisik Xiaojun membuat Hendery merasa iba. Hendery berdiri dan menghampiri Xiaojun.

"Duduk di bangku, ya. Jangan disini, kotor lantai nya." Hendery mengarahkan Xiaojun duduk di tempatnya tadi, lebih tepatnya sebelah Jaemin.

Bangku itu hanya bisa menampung empat orang saja. Hendery biarkan mereka duduk dengan nyaman. Diam-diam Hendery menghubungi Daddynya untuk mengurus pelaku yang menabrak adik calon kekasihnya itu. Setelah itu, ia berdiri di sebelah Xiaojun dan mengelus Surai Xiaojun dengan hati-hati.

Beberapa saat kemudian, Pintu terbuka, dan menampilkan seorang keluar dari sana dengan menggunakan jubah hijau kebiruan. Yuta beranjak saat tahu dokter keluar, ketiga anak yang lain hanya bisa duduk dengan pasrah menerima kabar yang akan di sampaikan dokter.

Perasaan cemas, takut dan sedih tercampur aduk di dalam diri Yuta. "Dokter, bagaimana keadaannya?"

"Maaf, sebelumnya, ini dengan keluarga pasien?"

Yuta mengangguk dengan cepat. "Iya, iya!! Saya Ayahnya! Cepat beritahu kondisi anak saya, dok!" Desak Yuta. Tangan gemetar, jantungnya berdebar kencang dan bibirnya ikut gemetar.

"menurut hasil pemeriksaan, pasien mengalami cedera otak traumatis akibat kecelakaan sehingga saat ini pasien dalam keadaan koma. Kami akan memindahkan pasien ke ruang ICU untuk perawatan lebih lanjut. Saya permisi."

Bagai disambar petir, Yuta semakin syok. Jantungnya terasa tidak berdetak lagi. Sekujur tubuhnya mendadak lemas, kepala pening. Sekali lagi Yuta harus menerima fakta menyakitkan ini.

Tidak jauh bedanya keadaan ketiga anaknya saat tahu si bungsu di nyatakan koma.

Xiaojun semakin menangis, Renjun mengigit pipi dalamnya mengontrol dirinya agar tidak berbuat aneh-aneh. Jaemin, masih diam dengan isi kepala yang kacau bahkan sangat kacau.

Air mata Jaemin tak turun lagi, seolah sudah habis. Lalu, ia melirik tajam ke arah Xiaojun. "Kakak puas? Udah puas bikin adek kayak gini? Nana tanya udah puas belum?!!" Jaemin mencengkeram bahu Xiaojun yang duduk tepat di sebelahnya.

Malaikat Ayah [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang