Meal Friend

748 80 3
                                    

Jeonghan natap kedatangan Seungcheol dengan wajah menghakimi.

"Kamu telat,  dari mana aja?"

"Tadi mampir ke tempat saudara, bentar. Kamu tadi kesini sama Mingyu?"

"Iya." Cowok yang lebih muda dua bulan natap Seungcheol, seolah sedang menilai penampilan teman tertua segrupnya. "Ini kita lagi datangin nikahan orang loh, lain kali pilih baju yang lebih formal, Seungcheol."

Seungcheol cemberut, tapi dia mengangguk patuh. Padahal kan memang rencananya mereka mau makan steak setelah ini, jadilah Seungcheol memilih pakaian santai, biar gak ribet ganti nanti. Tapi malah kena komentar teman dekatnya itu.

Jeonghan menarik lengan baju Seungcheol untuk mengambil atensinya yang masih tertuju pada tamu kenalannya di depan gedung di selenggarakannya  pernikahan kenalan mereka.

"Kenapa?" Tanya Seungcheol mendekatkan telinganya pada Jeonghan.

"Sekarang aja, ayo. Keburu kemaleman." Ajak Jeonghan.

"Bentar, aku ijin ke manajer. Kamu bilang ke Mingyu, juga."

"Oke." Jeonghan menghampiri Mingyu yang kebetulan berdiri gak terlalu jauh dari mereka.

"Kenapa, Hyung?"

"Aku balik sama Seungcheol, ya?"

"Kenapa? Bekas operasinya nyeri lagi, mau aku anterin pulang aja atau ke dokter."

"Gak, siku-ku baik-baik aja." Jeonghan mengembuskan napas melihat ekspresi Mingyu setelah mendengar jawabannya. "Aku sama Seungcheol mau makan di luar."

"Lagi?"

Jeonghan ngangguk.

"Kencan terus, heran."

"Hish!"

"Udah-udah sana pergi, itu Seungcheol Hyung udah ngadep sini."

Jeonghan noleh, dan benar saja Seungcheol sudah menunggunya di depan sana. "Mau nitip makan gak? Nanti sekalian minta ke Seungcheol."

"Nanti aku chat."

"Oke."

***

Jeonghan dan Seungcheol hampir sampai di restoran steak langganan mereka. Mereka pergi berdua saja dengan mobil pribadi Seungcheol tanpa manajer.

"Kamu udah pesen tempatnya, kan?" Tanya Jeonghan.

"Udah. Udah pesenin menu makannya juga."

"Suka!"

Sesampainya di meja, pelayan langsung menyiapkan panggangan daging, hot pot, bumbu dan berbagai perlengkapan menu.

"Enak banget gak sih?"

"Siapa dulu yang nemuin tempatnya." Sombong Jeonghan.

Seungcheol dengan wajah ngeselinnya mengangguki Jeonghan.

"Tadi gimana kamu ijin ke manajer?"

"Bilang jujur, aku sama kamu mau pulang duluan soalnya mau mampir makan disini."

"Terus manajer bilang apa?"

"Ya langsung ngebolehin, cuma nitip pesan pulangnya  jangan kemaleman sama jangan minum bir, soalnya kita cuma pergi berdua."

Jeonghan mengangguk.

Keduanya memanggang daging sambil bercerita banyak hal, seperti kecemasan Jeonghan tentang kondisi sikunya yang harus 'beristirahat' setidaknya sampai enam bulan ke depan, bagaimana komentar Carat tentang lagu-lagu dalam album repackage mereka nanti atau hal random seperti kenapa steak disini lebih enak dibandingkan dengan tempat lain.

"Dagingnya pilihan, pasti." Jawab Seungcheol, "Daging korea kualitas terbaik."

"Kalo menurutku sih bumbunya. Daging kan sama aja, daging sapi korea. Kalo bumbu pasti setiap restoran punya bumbu rahasia."

"Bener juga." Seungcheol menyetujui, "Tapi yang paling penting, sama siapa kita menikmati makanannya." Lanjut Seungcheol sambil natap Jeonghan.

Jeonghan tersenyum lalu mengangguk. Dia pernah menjawab pertanyaan Carat yang akhirnya di ledek oleh anggota lain grup mereka. Saking seringnya Jeonghan dan Seungcheol makan di luar bersama mereka sampai di ledek, kalau sepuluh atau duapuluh tahun ke depan keduanya akan tinggal di kompleks perumahan yang sama lalu makan dan minum bersama sampai tua. Jeonghan sangat menanti hari itu.

Seungcheol selalu mengatakan Jeonghan adalah teman makannya bahkan dia gak segan bilang ke Carat kalau Jeonghan bukan hanya teman makan atau minum birnya, Jeonghan lebih dari itu, Jeonghan adalah teman seumur hidupnya.

Meskipun keduanya memiliki teman dekat lain dan anggota grup yang lain pun dekat dengan mereka. Tapi Seungcheol membutuhkan sosok Jeonghan dalam tugasnya memimpin grup mereka, begitupun sebaliknya. Jeonghan selalu membutuhkan Seungcheol untuk menceritakan keluh kesahnya yang tidak bisa dia bagikan dengan anggota mereka yang lebih muda. Pada akhirnya keduanya memang saling membutuhkan.

Walau terkadang Jeonghan selalu usil pada Seungcheol dan menggodanya, itu adalah cara Jeonghan agar Seungcheol bisa menunjukan sisi kekanakanya yang menurut Jeonghan sangat lucu.

"Permisi, airnya."

"Ah, terimakasih." Keduanya  kompak menjawab, tapi pelayan wanita dewasa itu masih berdiri disana menatap keduanya.

"Bolehkah aku bertanya?"

"Ah, iya silakan." Balas Jeonghan.

"Maaf kalau terkesan lancang, tapi kalian berdua sangat tampan. Apa kalian trainee idol atau artis dari agensi mana?"

Seungcheol tersenyum, bersiap menjawab  "Ah itu—" dia tatap teman di depannya yang tersenyum canggung, "Sebenarnya kami adalah seniman, pelukis lebih tepatnya."

"Benarkah?" Seungcheol mengangguk mantap, sementara Jeonghan di depannya  menahan tawa karena jawaban asal itu. "Tapi wajah kalian benar-benar terbaik." Puji wanita itu lagi.

"Terimakasih."

"Pffft, hahaha... pelukis? Kamu bahkan gak bisa bikin garis lurus."

"Aish, dari pada nanti kamu ngambek seharian kalau aku jawab jujur." Seungcheol mencebikan bibir.

Bahkan Seungcheol tau dan ingat kalau Jeonghan selalu merasa gak nyaman atau terganggu setiap sosok mereka diketahui publik disaat aktifitas santai seperti sekarang ini.

"Makan yang banyak, biar aku yang bayar." Ucap Jeonghan penuh rasa terimakasih.

"Beneran?"

Jeonghan mengangguk, "Anggap saja ini bayaran karena sudah sering jadi supirku."

"Sialan! Yak!" Seungcheol gigit bibirnya pura-pura kesal.

"Hahahaha. Tapi Mingyu minta dibawain makanan buat di dorm, kamu yang beliin ya."

"Itu sih sama aja, Yoon Jeonghan!"

"Call ya! Kamu traktir anak-anak makan sama beliin bir. Kan aku udah traktir kamu disini."

"Iyaaaa, aish." Jawab Seungcheol pasrah.

Hahaha, "Makasih ddaddu-ya."

***

End dengan gajenya.

Sebenernya agak maksa.
Terinspirasi dari moment tanggal 3 Juli 2022.

JeongCheol : MomentsWhere stories live. Discover now