A New Classmate, A New Problem

Start from the beginning
                                    

Astaghfirulloh, aku jadi lupa apa yang harus aku simpulkan. Padahal tadi sudah tersusun rapih di otaku. Untung aku mencatat kata kuncinya meskipun aku memerlukan sedikit waktu lagi untuk merangkai kalimat melalui otaku. Homo homi ni lupus, homo homi ni socius,... hmmm baiklah,

“Belladona Lilly? Kamu bersedia menjawab atau Ibu lempar ke teman lainnya”

Aduh bagaimana lah ini, aku baru hampir selesai merangkai semua kalimatnya.

“Mohon izin menjawab bu” Suara di belakangku mengagetkanku. Leo. Dia orang yang mengerti bagaimana aku bersikap dan mengambil keputusan. Dia mungkin akan menolongku kali ini. Dia tahu, aku pasti akan langsung memberikan kesempatan menjawab ini pada teman yang lain.

“Iya Alpha Leonis? Kamu mau mengambil kesempatan terakhir dalam pertemuan ini?”

“Eh maksud saya jika hanya Bella memberikan kesempatannya pada saya Bu, namun sepertinya Bella sudah siap menjawab”

“Baik Bella, kalau begitu silahkan jika memang kamu sudah siap”

Dalam hati Aku berimakasih kepada Leo, dan aku berjanji lain kali dia akan ku traktir Mie Ayam Mang Asep yang paling enak sedesa Tunas Bangsa. Ngomong-ngomong desa itu adalah tempat tinggalku. Hanya perlu 7 menit berjalan kaki dari rumahku ke tempat Mang Asep.

Aku segera memperbaiki posisi duduku sebelum mulai menjawab.

“Baik bu, mohon maaf sedikit mengulur waktunya. Saya mohon izin untuk menyampaikan kesimpulan yang saya dapatkan dari jawaban teman-teman sebelumnya. Jadi, ada kaitan antara homo homi ni lupus dan homo homini socious seperti yang juga Thomas Hobbes katakan dalam salah satu bukunya yaitu De Cive, “To Speak Impartially, both saying are very true. That man to man is a kind of God, and that man to man is an errant wolf” yang artinya kedua istilah itu memang terdapat kebenarannya."

"Dalam hidup bermasyarakat akan selalu ada manusia yang menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homi ni lupus )atau manusia yang menajdi Tuhan bagi manusia lainnya (homo homini socious). Kenyataan mengatakan bahwa menghilangkan sikap serigala memang tidak mungkin, karena sebanyak apapun dilakukan sosialisasi/penyuluhan maupun kampanye tetap saja tidak akan menghilangkan sikap serigala dalam diri manusia karena akan selalu ada orang-orang yang tidak setuju sebab ada tujuan mereka yang menjadi terhambat."

"Namun disamping itu kita bisa memilih untuk bersikap homo homi ni socious yang dimulai dari diri sendiri demi kebaikan bersama. Sekian dari saya, terimakasih.”

Aku akhirnya dapat mengutarakan kesimpulanku dengan tenang. Bu Dewi memuji jawabanku, begitu juga teman-teman lainnya. Kimmy? Oh aku tidak akan melihat ke arahnya dan menerima tatapan sinisnya itu. Alteo? Hmm bagaimana ya tanggapannya terhadapku? Ah apa peduliku.

Bu Dewi meninggalkan kelas setelah memberikan beberapa point penting yang masih berkaitan dengan materi tadi. Sekarang saatnya menunggu materi selanjutnya yaitu Matematika.

“Busett ngomong apaan dah si Bella tadi. Aku  gabisa enggres, nyatetnya gimana ini.”

“Ah nyesel setiap pelajaran bahasa enggres malah mainan kuku.”

“Bell nanti ketikin di chat ya buat bagian bahasa Inggrisnya tadi.”
Beberapa teman memintaku untuk mengirimi mereka pesan mengenai kesimpulanku tadi. Aku hanya tersenyum mengiyakan mereka.

“Oke, nanti pc aja ya kalo aku lupa.”

“Bell,”  oh ada yang memanggilku. Aku langsung menghadap ke Belakang mencari arah datangnya suara dan ternyata itu Sam.

“Iya Sam, kenapa?”

“ Aku mau minta tolong dong, biasanya kamu pergi ke masjid kan tiap istirahat pertama? Nanti bisa mampir perpus sekalian tolong bilangin Mas Toro kalau aku telat dateng, ngga? Kamu tahu sendiri kan aku harus nemenin Aldo ke kantin, nemuin Bu Dewi juga di kantornya”

“Boleh kok. Amann” aku tersenyum simpul sambil mengeluarkan jari jempol yang kemudian dibalas ucapan terimakasih dari Sam.

Sebelum aku berbalik kedepan, aku merasa Leo menatapku dengan intens. Entahlah apa maksudnya, namun hal itu membuatku risih.

"Liatin apaan si Le, ada yang salah?" Protesku tentu saja.

"Bell kamu nggak sadar? Itu loh ada sesuatu di wajahmu," aku jelas langsung panik, aku meraba wajahku seperti orang bodoh. Aku hanya berpikir bagaimana jika tadi Alteo menatapku dengan tatapan aneh karena ada sesuatu di wajahku? Kenapa Divya juga diam saja sih?

"Mana Le? Aku ngga nemu ada apa-apa deh."

"Astaga dragon Bellaa, masa kamu nggak ngerasa?"

"What is that?"

"There is a beauty on your face xixixi ngakak abiesss."

"Apaan si Le, nggak lucu ya. Dasarrr freak." Aku sedikit kesal, bahkan aku tadi hampir meminjam cermin Divya yang berbentuk kepala Hello Kitty. Sementara itu Leo hanya cekikikan mendapat tanggapanku. Begitupun Divya.

"Mau-maunya aja dikadalin sama Lele Gosong kamu Bell."

"Gausah ikut campur lu ikan pesut!" Leo menjawab dengan berpura-pura sewot.

"Dih biarin aja, suka-suka gua lah dasar karung beras," Divya ikut-ikutan sewot.

What a beautiful morning. Selalu saja begitu. Terkadang aku merasa terhibur dengan keributan kecil ini, tapi sebagai introvert, jujur saja kadang energi-ku terkuras habis hanya mendengarkan mereka berdebat.

"Stress lu tatakan kue pancong!"

"Heh diem nggak lu kutil dakjal!" Divya masih belum menyerah

"Yeee buto ijo pea!"

"Udah-udah, kalian ini kenapa si tiap hari KDRT mulu. Mending keluarin buku matematika deh, aku yakin Pak Subandi pasti sebentar lagi masuk kelas," kataku untuk melerai mereka.

"Najis banget KDRT sama si Divya. Isteri juga bukan. Mit-amit, mending kali gua nikah sama tikus got." Leo pura pura berekspresi jijik sambil memandang Divya.

"Dikira gua mau apa nikah sama lu dasar lap warteg. Ewhh, mending juga ama semut rangrang."

Terserah mereka saja-lah, Lebih baik aku berbalik menghadap depan dan menyiapkan alat tulis untuk mapel matematika seperti yang sedang Sam lakukan. Namun lagi-lagi aku merasa seseorang sedang memperhatikanku, dan memang benar adanya.

Kali ini bukan Leo melainkan seseorang yang menghuni meja di belakang Aldo dan Tito memang sedang memandangku dengan tatapan aneh. Apa sih masalahnya? Terserahlah. Aku memutuskan untuk mengabaikannya. Namun setelah aku berbalik ke depan, aku menyadari hal lain juga. Kimmy menatapku dengan tatapan sinis dan sebalnya. Kali ini karena apa? Karena jawabanku untuk kesimpulan tadi atau karena Alteo menatapku? Ah entahlah.

Ini baru hari pertama dia pindah, tapi sepertinya hariku tidak akan sama lagi kedepannya. Aku menghembuskan nafas dengan berat. Allah kuatkan hamba...
🍁🍁🍁

Segitu dulu ya hihiii. May your day as amazing as you are xixixi🥰

Like A Black Rose That Only Grows In Two SeasonsWhere stories live. Discover now