29. Never Goodbye

116 13 1
                                    

Yeona mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar Kun. Dia mencari sesuatu.

Kun mengernyitkan dahi. "Kau mencari apa?"

"Leon," katanya. Sudah beberapa hari dia tak bertemu kucing gemuk itu. Dia rindu mengelus bulu halusnya, serta mendengar suara dengkurnya.

"Adikku membawanya," pungkas Kun. Yeona mendelik padanya, membuat Kun yang sedari tadi menatapnya kaget.

"Apa aku tidak bertemu dengannya lagi?" tanya Yeona murung. Kun terkekeh pelan, dia mengangkat tangannya hendak mengelus puncak kepala Yeona. Namun Yeona dengan sigap menangkis tangan Kun.

Kun tersentak, senyuman di wajahnya menghilang seketika. Namun dia kemudian tertawa pelan. "Maaf," ucapnya pelan.

Yeona menggelengkan kepalanya. "Aku hanya masih kesal padamu, bukan maksudku untuk—"

"Sudah sore, lebih baik aku mengantarmu pulang," potong Kun. Yeona menggigit bibir bawahnya gugup, dia merasa sedikit bersalah sekarang. Tapi dia segera menampik pikiran itu dari dalam otaknya, lelaki dihadapannya itulah yang seharusnya merasa bersalah padanya. Bukan sebaliknya.

"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri."

Yeona bangkit dari duduknya, dia lalu perlahan berjalan menjauhi Kun yang masih berjongkok di dekat meja komputer. Baru beberapa langkah Yeona berjalan, kakinya itu kembali terantuk pinggiran sofa di ruang tengah apartemen Kun.

Kun lantas berjalan mendekatinya yang sedang mengaduh kesakitan karena yang jempolnya yang terbentur sofa.

"Kenapa kau ini sangat keras kepala?" tanya Kun. Dia lalu meraih tangan Yeona dan memapahnya. Kali ini Yeona hanya diam, perasaan serta logikanya seperti sedang bertengkar. Sementara Yeona sendiri berusaha untuk memilih apa yang seharusnya ia dengarkan. Perasaannya yang membujuknya untuk tetap bersama Kun, atau logikanya yang menyuruhnya untuk segera pergi menjauh dari Kun.

Yeona semakin dibuat pusing karena hal itu.

Mereka sekarang masuk kedalam lift, hening menyelimuti mereka. Tak ada yang berbicara hingga pintu lift terbuka. Kun berjalan pelan dengan Yeona yang ia papah, untung saja apartemennya tak jauh dari lift.

Saat mereka sampai di depan pintu apartemen. Kun menoleh ke arah Yeona, dia tak yakin apakah kata sandi apartemen Yeona masih yang dulu atau sudah diganti.

"Sandinya," ujar Kun.

"Masih sama," kata Yeona. Kun kemudian memencet empat digit angka itu lalu mereka pun masuk ke dalam apartemen.

Wangi mint seketika menyeruak saat mereka masuk ke dalam apartemen. Apartemen Yeona terlihat cukup berantakan, ada tumpukan cucian piring, jemuran baju yang tak ia lipat, serta beberapa bungkus snack yang tergeletak di atas meja.

"Wuah, tempat ini..."

"Diam," tukas Yeona ketus. Dua hari belakangan ini Yeona malas untuk beres-beres. Dia bahkan sekarang sering begadang karena stress. Kun pikir itu semua karena siapa? Karena dia.

Kun mendudukkan Yeona diatas sofa, dia lalu meraih bungkus snack itu kemudian membuangnya. Yeona hanya diam melihat Kun, dia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

Kun menggulung lengan kausnya seraya berjalan mendekati tumpukan cucian piring.

"Kau mau apa?" tanya Yeona.

"Apa lagi? Tentu saja menyelesaikan kekacauan ini," ujar Kun. Dia mulai mencuci piring-piring kotor diatas wastafel.

"Tidak usah," katanya pelan.

Kun menoleh, dia menatap Yeona sejenak. Kemudian dia mencuci piring lagi, dia tak menjawab perkataan Yeona barusan. Dia hanya memfokuskan matanya untuk mencuci piring.

Resemblant | Kun WayV Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum