26. Traitor

112 13 2
                                    

Kun merogoh ponselnya di dalam kantung celana. "Aku harus pergi," katanya pada Lucas.

Lucas hanya mengangguk pelan. Kun lantas berdiri dari duduknya seraya mengambil es kopi di atas meja kemudian berkata, "terima kasih."

"Kuharap kau tak melupakan apa yang kukatakan hari ini," ujar Lucas. Kun hanya diam, dia lalu memilih untuk pergi meninggalkannya.

Dengan perasaan penuh bersalah dia masuk ke dalam mobil. Tangannya dengan berat berusaha untuk tetap fokus menyetir mobil. Meskipun pikirannya terbang kesana-kemari, tapi dia tetap bisa sampai selamat di apartemen.

Apa Kun bisa melakukan semua itu? Yeona terlanjur menaruh harapan lebih padanya, namun dia sendiri bahkan tak yakin pada dirinya sendiri. Kun terlalu takut, dia takut kejadian Hyorin terulang kembali. Jika dia bersama Yeona, apakah semuanya akan baik-baik saja?

Kun bahkan tak pernah mengira bahwa dia akan sedekat ini dengan Yeona. Awalnya, dia hanya berniat menidurinya seperti perempuan yang lain. Tapi baginya, menidurinya saja tidak cukup. Ada suatu hasrat yang dalam baginya, hasrat ingin memiliki. Namun dia tidak bisa. Dia takut apa yang ia miliki itu akan pergi lagi.

Kun masuk ke dalam lift, dia memencet tombol nomor delapan. Dia harus bertemu Yeona. Perempuan itu terlihat menghindarinya, Kun sudah mengiriminya pesan namun tak kunjung ia balas, dan kini ponsel perempuan itu mati.

Seakan-akan dia tak ingin lagi bertemu dengannya. Meskipun Kun tahu tindakannya semalam itu berlebihan, namun itu semua ia lakukan karena dia tak sudi gadisnya dijamah oleh lelaki lain.

Ting!

Pintu lift terbuka, dia lantas berjalan menuju pintu apartemen Yeona. Dia masih ingat berapa kode sandi apartemen perempuan itu, semoga saja belum ia rubah.

"Dua kosong satu dua..." Kun memencet tombol di gagang pintu apartemen itu dengan hati-hati. "Berhasil!"

Dia lantas membuka pintu itu, kepalanya menyembul ke dalam unit. Sepi. Dia lantas merangsek masuk ke dalam apartemen itu, dia tak melihat sosok Yeona. Namun dia melihat sepatu Yeona tergeletak di depan pintu masuk. Dia lantas masuk lebih dalam, matanya menelaah setiap sudut ruangan apartemen, dimana gadisnya itu?

Tak lama dia melihat sosok Yeona yang baru saja keluar dari kamarnya, perempuan itu terlihat kaget ketika melihat Kun berada di apartemennya.

"Kau? Bagaimana kau bisa masuk?" tanyanya.

"Kau lupa? Saat karaoke, kau yang menyebutkan sendiri kode apartemenmu." Kun berjalan mendekati Yeona, Yeona mengangkat tangannya. Berusaha menghentikan Kun yang hendak mendekatinya.

"Tidak, berhenti disana," ujarnya dengan sedikit gemetar. Dia takut Kun akan menyiksanya lagi. Kakinya melangkah mundur hingga punggungnya menyentuh pintu kamar.

"Maaf, ayo kita mulai semuanya dari awal," ujar Kun.

Yeona menggeleng pelan. "Aku sudah lelah dengan semuanya," akunya. Dia menarik napasnya dalam-dalam lalu dia menatap Kun. "Apa aku tak bisa menggantikan sosok Hyorin untukmu?"

Kun menautkan alisnya. "Kau pikir dengan kau mengubah warna rambutmu, kau bisa menjadi dirinya? Tidak."

Mata Yeona mulai berkaca-kaca, bukan itu jawaban yang ia inginkan. Namun, dalam benaknya itu terlintas sebuah pertanyaan. Akankah Kun menjauh darinya kali ini? Namun dia tak mau Kun pergi, dia juga tak mau terus-menerus diatur oleh Kun yang bahkan tak menganggap dirinya.

"Bagiku tak ada yang bisa menggantikan Hyorin," kata Kun. Dia berjalan mendekati Yeona, Yeona membeku, dia tak melakukan apa-apa. Dia hanya diam, meskipun jantungnya berdebar tak karuan. Rasa takut menyelimuti perasaannya, akankah Kun menyakitinya lagi hari ini?

Kun melayangkan tangannya, Yeona memejamkan kedua matanya ngeri. Alih-alih akan menyakitinya, Kun justru mengelus pipinya lembut seraya berkata, "jadilah dirimu sendiri. Aku tak mau kau jadi orang lain."

Yeona membuka kedua matanya. Dua insan itu kini saling beradu pandang.

"Tapi kau mencintai Hyorin, bukan aku," katanya sambil menepis tangan Kun dari wajahnya. Kun terlihat kaget saat Yeona menepis tangannya, namun ekspresinya berubah jadi datar.

"Aku tahu, setiap kali kau bercinta denganku. Kau hanya membayangkan Hyorin. Bukan aku," kata Yeona. Dia bahkan kini sudah tak sanggup lagi menahan air matanya. Dia merasa sangat bodoh, Kun menidurinya hanya untuk bersenang-senang, tapi dia justru jatuh cinta padanya.

Kun terdiam sejenak. Dia lalu mengangguk. "Benar," katanya mengiyakan perkataan Yeona barusan.

Lutut Yeona terasa lemas, dia bahkan tak kuasa untuk menahan tubuhnya. Apa yang ia harapkan hanyalah angan-angan kosong. Semuanya hanya ilusi, setiap sentuhan lembut yang Kun ciptakan hanyalah dusta. Semuanya palsu.

Kun berjalan menjauhi Yeona yang hampir terjatuh, namun dia berhasil meraih sandaran sofa dan menahan bebannya disana.

"Berhenti di sana," ucapnya gemetar. Bahunya naik turun seiring dengan isak tangisnya.

"Apa? Apa lagi yang kamu mau?" tanya Kun tanpa berpaling pada sosok gadis di belakang punggungnya.

"Apa tak bisa?" gadis itu menatap nanar punggung Kun, meski air mata membuat pendangannya kabur, dia masih bisa melihat Kun dengan perlahan memutar tubuhnya. Menatapnya dengan dingin.

"Tidak."

Hening menyelimutinya. Yeona kini terjatuh lemas, dia akhirnya bisa bebas dari Kun. Meskipun dia harus merasakan sakit hati yang begitu menyakitkan. Setidaknya, satu masalah keluar dari hidupnya. Meskipun dia saat ini sendiri, tanpa Karina.

Yeona memeluk lututnya, kepalanya tersandar di pinggiran sofa. Dia melamun menatap area dapur apartemennya. Seharusnya ini adalah awal baru dalam hidupnya, jika saja saat itu dia mendengar apa kata Karina. Semua itu tak akan pernah terjadi. Karina tak akan meninggalkannya, dia tak akan pernah bermain dengan Ten, dan dia tak akan berakhir seperti ini. Sendirian, tanpa ada seorang pun tempat bersandar.

***

"Kau sudah selesai mengedit video kemarin?" tanya Ten pada Hendery yang sedang meminum soju di sampingnya. Hendery menoleh, dia meletakkan gelas kecil itu lalu menyomot kacang dan memakannya.

"Tentu saja, ee tapi Ten..."

Ten mengerutkan alisnya. "Apa?"

"Kalian benar-benar putus?" tanya Hendery.

Ten memutar kedua bola matanya. Dia terlihat sudah bosan mendengar pertanyaan dari Hendery itu. "Kan sudah ku jawab tadi, apa kurang jelas?"

Hendery menaikkan kedua bahunya. "Aneh saja, kalian putus tapi masih sempat membuat video."

Ten terkekeh pelan. "Dia itu artis porno, jadi sudah hal biasa," terangnya.

Hendery terlihat kaget. Dia melotot menatap temannya yang sedang menuangkan soju itu. Ten tak menggubris wajah Hendery yang terlihat meminta penjelasan darinya.

Ten mengambil sebatang rokok kemudian menyulutkan api. "Aku hanya tak sudi memakai bekas orang," ujar Ten.

Hendery menyandarkan punggungnya. Entah kenapa dia sungguh merasa bingung dengan kedua temannya ini. Mereka berdua kekanak-kanakan, ingin menang sendiri. Hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.

"Tapi kau memakai Yeona," ujar Hendery. Ten melirik Hendery tajam, Hendery mengira dia akan dipukul atau ditampar oleh Ten. Namun lelaki itu justru hanya tertawa pelan.

"Dia kan bukan punya siapa-siapa," ujarnya.

"Dia milikku," kata seseorang yang tiba-tiba saja muncul di samping Ten.















© kunyeo

Resemblant | Kun WayV Where stories live. Discover now