13

930 101 12
                                    

Kamu sudah pasti tahu usiamu dibanding orang lain, walau aku tak tahu tanggalnya setidaknya kamu tahu tahun dan perkiraan bulannya.

Tanggalnya dibuat oleh yang lain sesuai acara kepulanganmu dua tahun lalu. Kamu menyukai tanggal yang baik itu.

Berhenti membahas tanggal, kembali ke pokok pembicaraan. Usiamu kini 18 tahun, usia dewasa.

Ia memegangi kedua tanganmu yang diangkatnya sampai se dada, menciumi punggung tanganmu.

"Jadi apa kau mau, sayang?" Tanyanya yang sedari awal tak memberikan perlawanan saat bertarung, hanya menangkis saja di duel yang seru itu. Ia mengelapi darah di sudut bibirmu, lebih tepatnya darah orang lain yang terciprat.

"Aku suka caramu melamarku" kamu memberikan senyuman tangguh, sudah cukup akrab dengannya.

Tapi lamaran bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah ditujukan untuk sepasang sahabat yang sekedar sudah akrab tanpa perasaan di dalamnya.

"Jadi, kau menerimaku?" Ia terlihat bahagia, sangat bahagia berseri-seri dibawah sinar rembulan yang ikut menerangi mayat-mayat berceceran.

"Aku tak bermaksud melukai perasaanmu. Kau tahu? Aku masih belum yakin... aku juga masih terlalu muda untuk membuat keputusan ini,"

"Lagipula sejak awal hubungan ini saja sudah mustahil terjadi, ajaib bisa bertahan sampai sekarang tanpa adanya pertengkaran" ujarmu.

kamu menatap bulan purnama di atas sana membuat lambang bulan sabit kiri kananmu membentuk garis indah lalu lambang lainnya yaitu bulan purnama di tengah dahimu.

Poni rambutmu yang mulai panjang dengan lembutnya dimasukkannya ke belakang telinga kirimu. Rambut lembut pria itu kamu helus sampai ke lehernya dan beralih pandangan ke matanya.

Kamu tersadar bahwa inilah terakhir kalinya kau dapat mengelus rambut itu, tak akan ada lagi kepala yang sama yang tidur di bahumu.

Tak akan sama lagi.

Tangan lentikmu memegangi pipinya lembut saling menyatukan dahi kalian "Jadi hubungan kita berakhir di sini?" Pria kuat yang dapat disebut terkuat itu berbicara dengan suara berat.

Sebenarnya tanpa bertanya pun, ia tahu hubungan ini telah berakhir.

'Seharusnya aku tak melamarnya, kalau tidak aku bisa lebih lama dengannya'

Jelas ia ingin mengamuk, tapi ia terlalu mencintai dirimu tak mampu mengeluarkan emosi. Bukan mengamuk padamu, tetapi pada dirinya sendiri yang selalu tak sabaran.

'Lagipula jika keadaan berbeda, aku bisa bersanding dengannya. Ini salahku, Y/n tak bersalah' Ketika kalian melepaskan tempelan dahi masing-masing, kamu mengusap air mata di pipi pria itu. Baru kali ini kau melihatnya menangis, dadamu terasa sesak.

"Maaf..." ujarmu lirih.

Pria itu hanya mengangguk lesu dan melangkah meninggalkan lapangan luas di luar desa Konoha itu, satu kali ia menatap ke arah belakang melihatmu yang senyum berwajah getir.

"Arigato" ujar kalian bersamaan lalu ia kembali membalikkan badan saat ia memasuki hutan, ia tak langsung pergi tapi mengintip dari balik pohon. Khawatir kamu melakukan hal yang... yah ia tahu kamu orang yang bagaimana.

Kamu masih berdiri membisu. Lalu tanganmu naik ke kepala menjambak kesal bagian depan rambut putihmu lalu terduduk jongkok disana dengan suara sesengukan yang terdengar.

'Maafkan aku... Code'

Ya, pemuda yang mengintip dan menatap khawatir dirimu itu ialah Code, ia sedang memukul-mukul dadanya kuat saat melihatmu menangis karena dirinya. Frustasi tentunya.

Not Human [Kawaki x Reader] || Naruto : Boruto Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang