Tiba-tiba seorang pria datang tengah menghampiri keduanya, Fika yang melihat itu cukup terkejut. Bagaimana tidak seorang Ghifary berjalan menuju kearah bangku mereka.

"Gue boleh duduk sini gak. Soalnya kantin penuh" Izinnya.

Fika yang melihat Nika yang masih sibuk dengan buku novel yang dibacanya tanpa menyadari sosok yang sudah setahun ini mengisi hatinya.

Tanpa ba-bi-bu Fika hanya mengangguk pertanda setuju, karena memang sejauh mata memandang hanya tersisa satu kursi yang ada di depan mereka saat ini.

"Ehh iya pak ketos, bentar ada agenda rapat OSIS atau gak sih?" Tanya Fika tiba-tiba.

"Lo gak liat GB OSIS? Kan tadi pagi gue udah umum min kalo hari ini OSIS gak ada agenda apapun jadi boleh pulang cepat."

"Ehehe, Maaf deh pak ketos tadi gue gak sempet buka hp."

Ghifary hanya menggelengkan kepalanya lalu tersenyum menanggapi Fika.

Sebenarnya Fika sudah tahu bahwa hari ini tidak ada satu pun agenda rapat OSIS hanya saja kalo tidak seperti itu mungkin Nika tidak akan sadar akan keberadaan sosok pria yang ada di hadapannya saat ini.

Dan betul saja dugaan Fika, saat ini Nika mendonggakkan kepalanya melihat suara bariton yang dikenalinya. Tapi tidak selang berapa menit Nika kembali fokus dengan aktivitasnya.

Fika yang melihat itu merasa ingin mencubit ginjal seorang Arunika Nirmala yang ada disampingnya saat ini.

"Ohh iya, Fik. Besok Lo datang agak cepat yah soalnya kita mau patroli depan gerbang."

"Bahasanya pak, berasa gue siskamling yang mau patroli patroli segala."

"Yah, mau gimana lagi tadi banyak banget anak bandel yang atributnya gak lengkap dan jangan lupain banyak anak cewe yang bawa alat make up."

"Bener banget sih, Iya dah besok gue datang pagi pagi pak ketua."

"Nahhh gitu dong. Cuman Lo doang yang enak di ajak kerja sama. Yang lain mau enaknya doang susah nya kagak."

"Hahaha, Bisa aja lo kak."

Setelahnya Fika dan Ghifary tetap melanjutkan obrolan receh mereka. Memang, keduanya terbilang sangat dekat, Fika yang mudah bergaul di tambah dengan Ghifary yang kelewat Ramah.

Nika, melihat keduanya hanya bisa tersenyum simpul. Ingin bergabung dengan pembicaraan mereka, rasanya Nika tidak tahu harus berbicara apa. Dia terlalu garing untuk ukuran mereka berdua.

•••

Saat ini guru-guru sedang rapat, Jadilah Nika saat ini sedang berada di perpustakaan yang sepi dan tidak lupa dengan buku yang ada di hadapannya.

Sayup-sayup Nika mendengar langkah kaki menuju kearahnya, Hingga sosok itu benar benar tiba di samping Nika.

"Nik, Lo pulang duluan yah. Soalnya mendadak ada rapat OSIS."

Nika melihat kearah Fika yang masih berdiri di dekat meja yang dia tempati saat ini.

"Oke deh."

"Yaudah gue duluan yah, soalnya udah di panggil dari tadi sama pak ketos kesayangan Lo." Ucap Fika dengan senyum menggodanya.

"Apaan sih Fik. Buruan sana nanti di marahin lohh"

"Iya dah iya, Lo ati ati yak pulangnya." Setelahnya Fika pamit dari hadapan Nika.

Setelah Fika pergi, Nika kembali fokus dengan apa yang dia baca saat ini.

Saat Nika ingin menyudahi acara membacanya, tiba-tiba seorang cowok datang menghampirinya dan duduk tepat di hadapan Nika saat ini.

"Lo yang namanya Arunika Nirmala kan? "

"Iya. Emang kenapa?"

Cowok tersebut hanya membalas Nika dengan senyuman lalu pergi meninggalkan Nika dengan segudang tanda tanya di kepalanya. Dia tidak mengenal cowok itu, Tapi dilihat dari papan kelasnya dia seangkatan dengan Nika.

Nika mengangkat bahunya bodo amat, Mungkin hanya cuman orang iseng yang ingin tahu tentang dirinya.

Saat melangkahkan kakinya keluar perpustakaan, Nika melihat Ghifary berjalan dengan santainya menuju arah ruangan OSIS yang tepat di samping perpustakaan ini.

Nika berjalan dengan acuh tidak mempedulikan keberadaan sosok yang di cintai nya itu di depan matanya, sesaat dia bersisian Nika tidak mampu melihat kerah Ghifari. Rasanya Nika ingin menghentikan waktu saat ini, dan melihat Ghifari sepuasnya tidak lagi yang hanya memandangnya dari jauh.

Tiba-tiba seorang gadis cantik datang dan langsung bergelayut manja di tangan Ghifari, melihat itu membuat hati Nika sangat sakit dan segera berjalan dengan cepat menuju kelasnya. Tidak lagi ingin melihat aktivitas yang di lakukan Ghifari dengan wanita itu, itu sangat membuat hati nya sesak.

Haruskah Nika membuang perasaanya dengan suka rela, Dia pun ingin memperjuangkan perasaannya tapi apa daya Nika terlalu takut untuk dekat dengan ghifari. Dia benar benar di buat bimbang, tapi sisi lain dalam dirinya ingin mempertahankan perasaannya tapi sampai kapan dia ingin seperti ini. Menunggu Ghifari menyadari perasaannya pun itu hal yang mustahil sebab dia pun tidak pernah menunjukkan perasaannya pada pria itu.

Seandainya membuang perasaan itu semudah membuang sampah ke tong sampah, sudah Nika lakukan sejak dahulu sebelum hatinya sudah sangat di penuhi dengan pria yang bernama Ghifari itu. Rasanya sangat sulit lepas dari perasaannya sendiri, seolah-olah rasanya dia sudah di ikat dengan perasaannya sendiri.

TakdirWhere stories live. Discover now